Dalam homilinya, Paus Paulus VI tgl 29 Juni 1972 mengungkapkan: "Akibat serangan balik si Iblis sesudah Konsili Vatikan II, terjadilah kemerosotan hidup rohani di mana-mana sehingga menyebabkan keluarnya 40.000 imam dan 200.000 biarawan-biarawati yang meninggalkan panggilannya, serta penyimpangan-penyimpangan teologis, pemberontakan di dalam Gereja, dll. Bahkan ada banyak sosiologi yang meramalkan bahwa Gereja Katolik akan segera bangkrut dan tidak ada panggilan lagi."
Di tengah-tengah kesuraman itu, Tuhan mencurahkan Roh Kudus-Nya secara berlimpah dengan cara baru dan luar biasa dalam tubuh mistik Kristus. Pembaharuan ini terjadi sebagai jawaban Tuhan atas doa Paus Yohanes XXIII beserta seluruh Gereja menjelang Konsili Vatikan II:
Perbaharui ya Tuhan, dalam masa kami ini,
keajaiban-keajaiban-Mu seperti suatu Pentakosta baru.
Pembaharuan ini adalah anugerah Allah yang amat besar untuk Gereja dalam Millenium III ini, di mana tantangan yang dihadapi Gereja begitu besar, sehingga hanya dengan kuasa Roh Kudus saja kita akan dapat menghadapinya. Pengalaman kehadiran Roh Kudus secara baru, umumnya disebut pengalaman "Pencurahan Roh Kudus".
Melalui Pencurahan Roh Kudus, manusia diperbaharui dan boleh mengalami bahwa Allah itu hidup dan mengasihi dia. Melalui pengalaman ini, suatu hubungan baru dengan Allah dijalin, diperbaharui, atau diperdalam, baik dalam doa pribadi maupun komuniter.
Banyak dari antara mereka yang terlibat dalam pembaharuan ini mengalami suatu rasa baru tentang nilai-nilai rohani, suatu kesadaran yang lebih tinggi tentang karya Roh Kudus, pujian kepada Allah dan pendalaman keterlibatan pribadi pada Kristus.
Banyak pula yang tumbuh dalam devosinya kepada Ekaristi dan mengambil bagian dalam kehidupan sakramental Gereja secara lebih efektif.
Penghormatan kepada Bunda Maria menerima arti yang lebih segar dan banyak yang memperoleh pengertian serta keterlibatan yang lebih mendalam dalam Gereja.
Karena api baru yang dinyalakan itu, Kitab Suci dan sakramen-sakramen menjadi hidup dan semangat untuk evangelisasi dikobarkan.
Melalui Pembaharuan ini Tuhan kembali menyadarkan Gereja-Nya bahwa karya Gereja sesungguhnya adalah karya Allah sendiri, bukan karya manusia dan kita ini hanyalah alat-alat=Nya untuk melaksanakan karya itu.
Karena itu, supaya Gereja dapat berkembang dan menjalankan perutusannya seperti yang dikehendaki Allah, tidaklah cukup hanya mengadakan pertemuan-pertemuan dan rapat-rapat saja yang bersandar pada kemampuan manusiawi belaka, melainkan perlu sungguh-sungguh dan secara sadar menyandarkan diri dan bergantung pada kuasa Roh Kudus.
Jadi, pembaharuan ini pada hakikatnya adalah pembaharuan cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup orang-orang Kristen.
Supaya apa yang dialaminya tidak hilang dan memudar, orang mengadakan Persekutuan Doa, suatu cara berdoa dan memuji Tuhan dengan gaya-gaya tertentu untuk memelihara pengalaman Roh Kudus dan mengembangkan karunia-karunia Roh yang telah diterimanya dan mulai berkembang. Namun, semuanya itu bersifat relatif dan terbatas. Pembaharuan Karismatik tidak identik dengan Persekutuan Doa Karismatik.
Yang pokok ialah pengalaman tentang kedatangan Tuhan, yang membawakan penghiburan serta kehendak untuk mengabdi. Akhirnya yang tinggal ialah: keinginan untuk doa yg lebih mendalam dan kasih persaudaraan yang dinyatakan melalui hidup berkomunitas.(Renewed Actuality of Holy Spirit, Lumen Vitae, 1973, Yves Congar)
Istilah "Pembaharuan Hidup dalam Roh" sesungguhnya lebih tepat dipakai, karena "karismatik" menjadikan pembaharuan ini seolah-olah hanya lebih menonjolkan segi karisma-karisma.
Karisma-karisma ini merupakan unsur yang penting dalam pembaharuan ini, tetapi bukan yang terpenting. Sedangkan istilah "Pembaharuan Hidup dalam Roh" memiliki arti yang lebih mendalam dan sesuai dengan tujuan dan semangat dari pembaharuan ini. Karena istilah Pembaharuan Karismatik Katolik (PKK) sudah terlanjur tersebar di mana-mana, maka di renungan ini memakai istilah ini.
Pengalaman Pencurahan Roh Kudus itu bukan monopoli persekutuan doa katismatik, melainkan anugerah Allah sendiri kepada seluruh Gereja.
Pembaharuan ini dapat diumpamakan sebagai sumber air raksasa yang mengalirkan begitu banyak air. Bila ditampung dan disalurkan dengan baik akan menjadi berkat bagi banyak orang.
Akan tetapi, bila tidak ditampung dan disalurkan dengan baik, maka air akan menjadi bencana bagi banyak orang. Aliran air yang besar itu akan menjadi banjir yang merusak segala sesuatu.
Sebagaimana terjadi dalam suatu gerakan pembaharuan, ada yang pro dan kontra, ada yang bereaksi berlebihan dan berprasangka negatif. Hal ini merupakan hal-hal biasa yang terjadi dalam suatu pembaharuan.
Sesungguhnya ini sudah menjadi sifat kodrat manusia yang telah dinodai dosa asal, yang biarpun sudah dimurnikan dan dikuatkan oleh rahmat permandian, namun belum seluruhnya murni karena masih selalu ada kecenderungan-kecenderungan jahat (Kej 8:21) yang tetap tinggal yang tidak serta merta hilang, melainkan butuh waktu dan perjuangan untuk menghilangkannya (Mat 13:24-25).
Sentuhan Allah menjadikan manusia lama berubah menjadi manusia baru dapat dibandingkan dengan proses peubahan seekor ulat sutra menjadi kupu-kupu yang indah.
Ulat itu sendiri tampak jelek dan biasanya hanya merayap. Seekor kupu-kupu adalah jauh lebih indah dan juga dapat terbang. Sebagaimana seekor ulat bila tiba waktunya akan menenun kepompongnya, masuk ke dalamnya dan mati, kemudian muncul kembali dalam rupa makhluk yang baru: seekor kupu-kupu indah yang lain sekali bentuknya dengan ulat yang sebelumnya.
Demikian pula halnya dengan suatu jiwa yang diperbaharui dalam Kristus. Kristus merupakan kepompong bagi jiwa itu, di mana dia diproses oleh sentuhan-sentuhan ilahi menjadi kupu-kupu.
Bila jiwa itu telah benar-benar mati bagi semangat duniawi dan dirinya sendiri, maka melalui suatu sentuhan ilahi yang diberikan dalam doa yang mendalam, jiwa diubah menjadi baru, dengan sifat-sifat baru, laksana seekor ulat jelek diubah menjadi kupu-kupu yang indah.
Maka, waktu itu dalam dirinya timbul suatu kerinduan yang besar untuk memuji dan memuliakan Tuhan dan rasanya dia ingin lebur dan mati bagi Dia. Timbul pula keinginan-keinginan yang kuat untuk laku tapa, dan kerinduan agar semua orang mengenal Tuhan (St. Teresa Avila).
Secara teoritis, pengalaman rohani semacam itu dapat diperoleh secara pribadi tanpa bantuan orang lain, namun bagi kebanyakan orang perlu adanya suatu penyadaran dan persiapan yang membantu orang tersebut untuk merindukannya. Biasanya hal ini terjadi di dalam retret awal/SHBDR (Seminar Hidup Baru Dalam Roh).
Apa yang dialami orang pada waktu menerima pencurahan Roh itu berbeda-beda, ada yang mengalami banyak sekali, ada yang sedikit saja, ada yang hampir tidak mengalami apa-apa.
Kebanyakan hanya mengalami rasa damai dan tenang saja, kadang-kadang disertai dengan air mata yang tidak bersuara. Ada juga yang mengalami semacam panas pada kepalanya/seperti adanya semacam aliran listrik masuk ke dalam tubuhnya/Tuhan menyentuh bagian yang terdalam dari lubuk hatinya ketika orang mendoakan dia.
Kadangkala ada yang terjatuh (Resting in the Spirit/istirahat dalam Roh) pada saat didoakan. Bila otentik, istirahat dalam Roh itu merupakan suatu rahmat yang berharga dan sangat efektif, khususnya untuk penyembuhan-penyembuhan batin tertentu, tetapi juga untuk penyembuhan fisik.
Berapa banyak nya orang yang setelah terbangun dari istirahatnya itu mengalami damai sukacita yang tidak pernah dialami sebelumnya; berapa banyak orang yang mengalami depresi, setelah terbangun, sembuh dari depresinya dan mengalami sukacita.
Hal ini boleh dibandingkan dengan pembiusan yang dipakai oleh seorang ahli bedah waktu mengadakan operasi, orang dibius lebih dahulu, supaya dokter ahli bedah itu kemudian dapat bekerja tanpa halangan.
Demikian pula Roh Kudus membiusnya dengan menidurkan pada orang-orang tertentu untuk beberapa waktu sementara Ia bekerja dalam diri orang tersebut.
Jika seseorang mengalami Pencurahan Roh Kudus, maka dia akan merasakan buah dari Pembaharuan Hidup dalam Rohnya. Tetapi ada juga bahaya-bahaya tertentu yang dapat menyebabkan penyimpangan-penyimpangan serta ekses-ekses yang tidak diinginkan jika seseorang kurang pengertian, terutama kurangnya pembinaan yang terarah dari pihak Gereja Katolik.
Buahnya: Kesadaran baru yang lebih mendalam tentang kehadiran Allah dan cinta-Nya.
Sesungguhnya rahmat pembaharuan ini merupakan suatu panggilan untuk lebih dalam lagi pada panggilan Kristiani kita, panggilan untuk menjadi kudus, panggilan untuk bersatu dengan Allah secara mesra dan mendalam, sehingga benar-benar, seperti yang dikatakan St. Paulus: "Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Gal 2:20).
Bahayanya: Iluminisme, Kerakusan Rohani, Subjektivisme, Emosionalisme dan Ekumenisme
Iluminisme: Pengalaman akan kehadiran Tuhan yang begitu nyata serta bimbingan dan penyelenggaraan Allah dapat menyebabkan orang mengharapkan terang dari Allah secara langsung dalam setiap perkara.
Dalam arti tertentu hal ini dapat menjadikan orang malas untuk menggunakan pikiran dan budinya yang sehat yang juga merupakan anugerah Tuhan; ada suatu kecenderungan untuk menjadikan Kitab Suci sebagai suatu buku ramalan belaka.
Kerakusan Rohani: Karena pengalaman dan penghiburan yang menyegarkan, orang cenderung untuk selalu mencari penghiburan-penghiburan rohani, sehingga kadang-kadang berusaha menciptakan pengalaman-pengalaman tertentu melalui proses-proses yang kurang sehat. Namun, bahaya ini dengan mudah dapat diatasi dengan memberikan pengajaran dan pembinaan yang secukupnya.
Subjektivisme: Hebatnya pengalaman orang dalam pembaharuan karismatik dapat menjadikan orang lupa, atau bahkan membuang norma-norma obyektif, serta menjadikan pengalaman mereka sebagai ukuran segala sesuatu. Apabila sejak semula mereka dibina dan diarahkan dengan baik, serta disadarkan, bahwa ada norma-norma obyektif dalam Hidup dalam Roh atau Hidup Rohani, bahaya ini hampir tidak ada atau kecil sekali.
Emosionalisme: Dalam kelompok Pembaharuan Karismatik orang sering tidak ragu-ragu menyatakan perasaannya di depan umum, baik dalam doa maupun dalam kesempatan lain dan kita jumpai suatu kehangatan yang seringkali tidak ada pada kelompok-kelompok lain.
Hal ini sangat memperkaya, tetapi juga dapat membawa orang kepada penggaris bawahan emosi yang berlebih-lebihan serta melupakan norma-norma iman dan kesopanan, misalnya di mana pria dan wanita saling berpelukan untuk mengungkapkan persaudaraan, yang kadang-kadang menimbulkan akibat yang tidak diinginkan.
Ekumenisme: Ekumenisme yang sejati adalah cita-cita seluruh Gereja Universal, sesuai dengan sabda Tuhan sendiri supaya semua murid Kristus bersatu.
Selama berabad-abad Gereja Protestan menolak segala bentuk kehidupan biara. Tetapi salah satu tokoh Gereja Lutheran, Mother Basilea Schlink (1904-2001) digerakkan oleh Roh Allah untuk mendirikan biara suster Protestan yang dibaktikan ke dalam perlindungan bunda Maria, komunitas suster Protestan ini bernama “Evangelical Sisterhood of Mary”. Komunitas ini berdiri 30 Maret 1947 di Darmstadt, Jerman.
Sebuah biara ekumene yang terdiri dari bruder-bruder Protestan dan Katolik, dimana mereka menghayati spiritualitas Fransiskan, yaitu komunitas Taize di Perancis. Didirikan oleh bruder Roger Schultz (1905-2005), seorang Protestan, yang terpanggil untuk mendirikan komunitas ekumene.
Komunitas Taize ini sungguh komunitas ekumene yang ideal, walaupun berbeda antara Katolik dan Protestan, tetapi bruder-bruder ini bisa hidup berdampingan dalam damai dan kasih Kristus.
Mereka menyadari bahwa sejak awal mula Gereja telah timbul berbagai perpecahan. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas lingkupnya.
Tetapi mereka, yang sekarang lahir dan dibesarkan dalam iman akan Kristus di jemaat-jemaat itu, tidak dapat dipersalahkan dan dianggap berdosa karena memisahkan diri.
Gereja Katolik merangkul mereka dengan sikap bersaudara penuh hormat dan cinta ... Sesungguhpun begitu, karena mereka dalam Baptis dibenarkan berdasarkan iman, mereka disaturagakan dalam Kristus.
Oleh karena itu mereka memang dengan tepat menyandang nama Kristen, dan tetap pula oleh putera-puteri Gereja Katolik diakui selaku saudara-saudari dalam Tuhan. Di luar tapal batas Gereja katolik yang kelihatan "ditemukan banyak unsur pengudusan dan kebenaran."
Roh Kudus mempergunakan Gereja-gereja dan persekutuan-persekutuan gereja ini sebagai sarana demi keselamatan.
Kekuatannya berasal dari kepenuhan rahmat dan kebenaran, yang Kristus percayakan kepada Gereja Katolik. Semua hal ini berasal dari Kristus, mengantar menuju Dia dan dengan sendirinya "mendorong ke arah kesatuan katolik" (KGK 817-819; UR 3; LG 8).
Namun, di Indonesia saat ini belum dijumpai semangat ekumenisme yang sehat di antara PD-PD non-Katolik. Pada umumnya mereka masih bersifat anti-Katolik dan sering menyerang dasar-dasar iman Katolik.
Berdasarkan survei di Gereja Bethany Surabaya, 80% anggotanya adalah mantan Gereja Katolik. Kenapa terjadi penyeberangan ke denominasi lain? Kenapa terjadi "curi domba"?
Hal ini terjadi karena pengikut Gereja Katolik kurang mendapatkan pembinaan dengan baik sesudah pembaptisan sehingga mereka "suka jajan", melihat rumput tetangga lebih segar.
Andaikata mereka mengerti bahwa Gereja Kristus "ada di dalam" Gereja Katolik (KGK 816; LG 8; Mat 16:18-19; Yoh 21:15-17) dan mengenal kekayaan rohani Gereja Katolik seperti warna pelangi (lih. Warta No. 77/IX/2010 - Mencintai Kristus, Mencintai GerejaNya ), maka mereka tidak akan menyeberang ke denominasi lain, yang hanya mempunyai satu warna, yaitu Kitab Suci saja.
Ingatlah! Ada banyak tokoh-tokoh dalam Gereja lain (misalnya: Scott & Kimberly Hahn dan David Cure) yang ingin mencari titik lemah dalam ajaran Katolik. Mereka mempelajari iman Katolik dari dokumen-dokumen Gereja... sampai akhirnya mereka menarik kesimpulan bahwa ajaran iman Katolik sunguh-sungguh sesuai dengan Kitab Suci. Mereka juga menemukan kebenaran dan wahyu yang sempurna ada dalam Gereja Katolik.
Buahnya: Kemampuan baru untuk menghayati Injil dengan lebih mudah dan lebih nyata.
Kitab Suci dibaca, direnungkan, dan diresapkan sebagai Sabda yang menghidupkan, yang menjadi sumber inspirasi untuk doa dan kehidupan Kristiani. Banyak orang yang setiap hari meluangkan waktu untuk membaca dan mendengarkan Sabda Tuhan, oleh karenanya hidup mereka juga diresapi dan dijiwai oleh sabda tersebut.
Bahayanya: Fundamentalisme Biblis
Karena tidak memiliki suatu dasar-dasar teologis/pendidikan Kitab Suci, mereka berusaha mendekati Kitab Suci secara harafiah, akibatnya hal ini dapat menuju kepada suatu fundamentalisme.
Buahnya: Manifestasi Roh Kudus melalui karunia-karunia-Nya (lih warta No. 40/VIII/2007 - Berjalan Aman Dalam Karisma).
Karisma-karisma ini adalah pernyataan kuasa Allah dan kehadiran-Nya yang diberikan Roh Kudus secara bebas dan secara cuma-cuma, supaya kita mampu melaksanakan karya Allah dan dapat memberikan kesaksian tentang Yesus Kristus secara efektif untuk kemuliaan Allah serta keselamatan orang lain.
Nilai kita di hadapan Allah tidak ditentukan oleh berapa banyak karunia yang kita miliki, melainkan ditentukan oleh berapa banyak kasih yang ada dalam hati kita (Mat 7:22-23; 1 Kor 13:1-13). Gereja membutuhkan karisma-karisma ini untuk dapat memenuhi panggilannya dengan baik (LG 12; AA 3).
Bahayanya: Kesombongan Rohani
Karena memiliki pengalaman-pengalaman tertentu atau karena memiliki karunia-karunia tertentu, orang dapat merasa dirinya lebih baik, lebih tinggi, dan lebih hebat daripada orang lain dan memandang rendah yang tidak memilikinya.
Kesombongan rohani ini bukan ciri khas orang-orang karismatik, melainkan godaan yang dapat menimpa setiap orang.
Pengalaman RomoYohanes Indrakusuma O. Carm:
Suatu hari diadakan retret khusus untuk anggota-anggota ABRI dan saya diminta memimpinnya. pesertanya kebanyakan perwira tinggi dan saya dibantu oleh frater CSE dan suster Putri Karmel.
Sebelum retret saya berpesan kepada para suster dan frater: "Dalam memimpin puji-pujian jangan mulai dengan tepuk tangan. Kalau mereka mau tepuk tangan ya biarkan, tetapi janganlah kamu yang mulai." Saya tahu, bahwa banyak di antara para perwira itu yang alergis terhadap tepuk tangan dan karena itu tidak hakiki, maka ditiadakan, sebaliknya selama retret itu, kecuali pengajaran, juga diadakan Doa Yesus dan Adorasi Sakramen Mahakudus, serta Lectio Devina.
Di tengah-tengah retret itu, sewaktu istirahat, seorang jendral peserta retret itu berkata kepada penyelenggara yang juga adalah seorang perwira tinggi, katanya: "Wah pak, saya senang sekali dengan retret seperti ini, tidak seperti Romo Yohanes yang karismatik itu."
Mengapa jendral itu menolak Romo Yohanes "yang karismatik" itu, sedangkan sebaliknya senang sekali dengan retret yang dibimbingnya? Apakah dia muak dengan sikap pengikut-pengikut dari PKK yang sombong secara rohani? Atau ... itu adalah PR bagi kita!
Bagi kita yang telah mengalami Pembaharuan Hidup dalam Roh, marilah kita mendoakan saudara-saudara kita sehingga mereka juga mengalaminya. Jika ada banyak saudara kita yang mengalami Pembaharuan Hidup dalam Roh maka dunia ini pasti tak akan mengalami bencana.
(Sumber: Warta KPI TL No.105/I/2013 » Renungan KPI TL tgl 22 November 2012, Bapak Effendy T.; Pembaharuan Karismatik Katolik: Rahmat dan Tantangan, Romo Yohanes Indrakusuma O. Carm.)
Aku menasehatkan kamu,
supaya waspada terhadap mereka yang bertentangan
dengan pengajaran yang telah kamu terima,
menimbulkan perpecahan dan godaan.
sebab itu hindarilah!
(Rm 16:17)