Allah dalam diri-Nya sendiri sempurna dan bahagia tanpa batas. Berdasarkan keputusan-Nya yang dibuat karena kebaikan semata-mata, Ia telah menciptakan manusia dengan kehendak bebas, supaya manusia itu dapat mengambil bagian dalam kehidupan yang bahagia.
Karena itu, pada setiap saat dan di manapun juga Ia dekat dengan manusia. Ia memanggil manusia dan menolongnya untuk mencari-Nya, untuk mengenal-Nya, dan untuk mencintai-Nya dengan segala kekuatannya, Ia memanggil semua manusia yang sudah tercerai-berai satu dari yang lain oleh dosa ke dalam keluarga-Nya, Gereja melalui jalan pertobatan.
Ia melakukan seluruh usaha itu dengan perantaraan Putra-Nya, yang telah Ia utus sebagai Penebus dan Juruselamat, ketika genap waktunya. Dalam Dia dan oleh Dia Allah memanggil manusia supaya menjadi anak-anak-Nya, dan dengan demikian mewarisi kehidupan-Nya yang bahagia.
Dalam kenyataannya manusia telah menyalahgunakan kebebasan itu, merusak kodratnya sebagai gambar Allah dengan melakukan dosa, yang dapat membawanya kepada kematian dan penderitaan kekal.
Allah dalam kebaikan-Nya yang tak terbatas, mengutus Putra-Nya untuk menyelamatkan, memulihkan kembali manusia yang telah terpisah dengan-Nya.
Tetapi Allah menghendaki manusia untuk turut berperan aktif di dalam karya-Nya yang menyelamatkan diri manusia itu sendiri dan semua manusia ini melalui pertobatan (menuntut kerjasama dari manusia).
Pertobatan merupakan suatu tanggapan dari kebaikan hati Allah yang dialami orang berdosa. Manusia lebih dahulu mengalami Allah, kemudian barulah dia bertobat, meninggalkan dosa-dosanya, berbalik kepada Allah dan menyerahkan diri kepada kehendak-Nya.
Contoh: seorang wanita yang kedapatan berzinah (Luk 8:2-11), wanita Samaria (Yoh 4:1-26), Zakheus kepala pemungut cukai (Luk 9:1-10), salah seorang penjahat yang disalibkan bersama Yesus (Luk 23:40-43).
Bertobat berarti terbuka terhadap tawaran kasih Allah dan menerima Dia sebagai pusat di dalam kehidupan ini. Maka pertobatan harus diwujudkan dengan meninggalkan masa lalu yang penuh dosa, berbalik dari cara hidup yang lama dan menempuh hidup yang baru.
Proses pertobatan ini tidak terjadi sekali saja, tetapi terus-menerus selama hidup di dunia, karena dengan kodratnya yang lemah manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat dosa, bahkan orang saleh pun pernah berbuat dosa (Pkh 7:20; Ams 24:16; 1 Yoh 1:8).
Satu halangan yang besar untuk bertobat adalah kekurangan kehendak yang kuat untuk berubah. Jadi kita harus memiliki suatu kehendak yang kuat untuk tidak berbuat dosa lagi, meskipun melalui akal budi kita tahu bahwa kita akan mengalami kejatuhan yang tidak diinginkan.
Dalam doa tobat kebenaran ini dinyatakan: “... Aku benci akan segala dosaku, dan berjanji dengan pertolongan rahmat-Mu hendak memperbaiki hidupku dan tidak akan berbuat dosa lagi. Allah yang mahamurah, ampunilah aku, orang berdosa - inilah kehendak yang kuat untuk berubah yang menggambarkan suatu pertobatan otentik yang benar dan merupakan kunci yang membuka aliran kasih Allah yang melimpah.
Pertobatan yang keliru:
Pertobatan bukan sekedar melakukan praktek keagamaan
Kaum Farisi dan Saduki adalah orang-orang yang mengaku tekun dalam menjalankan praktik keagamaan tetapi mereka tidak menghasilkan buah-buah pertobatan. Mereka membanggakan diri sebagai anak-anak Abraham, sehingga sudah merasa aman dan tidak perlu lagi bertobat (Luk 3:7-9).
Yesus tidak berkenan pada doa seorang Farisi yang tidak memiliki sikap hati yang bertobat walaupun telah melakukan banyak praktik keagamaan, sebaliknya Tuhan membenarkan doa pemungut cukai yang dengan rendah hati mengakui kedosaannya (Luk 18:10-14).
Banyak orang yang sudah merasa aman, merasa dirinya baik, cukup dengan melakukan kegiatan keagamaan, pergi ke Gereja setiap minggu, berpuasa, berderma, pergi ke pertemuan lingkungan, dan sebagainya tanpa memiliki sikap hati yang penuh pertobatan.
Pertobatan bukan sekedar memiliki iman Kristen
Simon seorang tukang sihir, setelah melihat Filipus dan melihat tanda-tanda yang diadakannya maka dia menjadi percaya dan dibaptis. Akan tetapi Petrus menegur Simon: “... hatimu tidak lurus di hadapan Allah. Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu ini; sebab kulihat, bahwa hatimu telah seperti empedu yang pahit dan terjerat dalam kejahatan.” (Kis 8:4-25).
Banyak orang Kristen yang percaya akan Yesus, telah dibaptis tetapi hatinya seperti empedu pahit dan terjerat dalam kejahatan. Misalnya: ketidaksetiaan dalam pernikahan, melakukan aborsi, memakai alat-alat pencegah kehamilan, terlibat dalam perdukunan dll.
Pertobatan bukan hanya karena merasa diinsafkan oleh dosa-dosa yang dilakukan seseorang, meskipun ini merupakan hal yang penting.
Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi ketika ingin merajam seorang wanita yang kedapatan berzinah pasti merasa diinsyafkan oleh suara hati mereka ketika Yesus berkata kepada mereka: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Akan tetapi, setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tua. Mereka disadarkan pada saat itu, tetapi mereka tidak mau benar-benar bertobat. Lagipula sebuah pertobatan yang otentik bukan berarti pergi menjauhi Yesus, melainkan datang mendekati Yesus.
Pertobatan bukan berdasar pada alasan-alasan yang biasa-biasa saja
Dosa selalu menghasilkan penderitaan untuk diri pendosa, diri orang lain, dan dunia ini. Misalnya: seorang pencuri yang menyesal hanya bila tertangkap, selama belum tertangkap ia terus mencuri; seorang rakus yang menyesal hanya apabila tubuhnya menderita sakit akibat makan terlalu berlebihan dan tidak teratur, selama keadaan tubuhnya sehat ia terus memuaskan nafsunya yang tidak teratur itu; seorang pemabuk yang hanya menyesal setelah malu dipenjara karena mabuk sewaktu mengendarai mobilnya, atau menyesal setelah ia sakit karena mabuk; seorang pezinah yang menyesal hanya setelah mengalami perceraian dan harus menanggung biaya hidup bekas istrinya serta anak-anaknya, selama keluarganya baik-baik saja ia terus saja berzinah - penyesalan dari dunia, pertobatan palsu, hanya mengeluarkan air mata buaya saja. Sedangkan penyesalan sejati/dukacita yang menurut kehendak Allah/penyesalan adikodrati karena rahmat Allah (Kis 3:26; Rm 2:4; 2 Kor 7:9-11).
Pertobatan bukan berarti bebas dari kesalahan atau tidak pernah berdosa
Pertobatan bukanlah membanggakan diri sendiri sebagai orang benar, seperti doa orang Farisi (Luk 18:11-12). Jika pertobatan seseorang tidak memiliki sifat kerendahan hati, itu bukanlah pertobatan yang otentik. Banyak orang tidak dapat mengetahui kesalahan-kesalahan mereka sendiri, mereka tidak menyadari bahwa mereka adalah orang yang penuh dosa.
Pertobatan tidak berarti hanya menyadari dosa yang telah dilakukan
Setelah mengkhianati Yesus, Yudas Iskariot kembali ke imam-imam besar dan tua-tua dengan tiga puluh uang perak, ia menyesal dengan kesedihan yang mendalam dan mengakui dosanya. Akan tetapi pertobatannya dirusak oleh keputus-asaan (menghancurkan kebajikan pengharapan dan merusak awal yang baik dari pertobatan), yaitu menolak untuk menerima kasih kerahiman Allah (Mat 27:3-5) - menunjukkan bahwa ia tidak memiliki pertobatan yang otentik Penolakan ini adalah salah satu dosa berat.
Setiap orang yang bertobat memerlukan penyesalan tetapi tidak semua penyesalan membawa kepada pertobatan sejati.
Pertobatan tanpa tujuan yang kuat untuk berubah bukanlah pertobatan yang sejati
Seseorang dapat memiliki cita-cita untuk tidak tinggal dalam dosa. Kehendak yang kuat ini dapat dilihat dalam doa tobat: “... Aku benci akan segala dosaku, dan berjanji dengan pertolongan rahmatMu hendak memperbaiki hidupku dan tidak akan berbuat dosa ...” ~ untuk melepaskan dosa-dosa yang biasa dilakukan selalu diperlukan rahmat Tuhan. Sebab orang benar pun sering mengalami jatuh, tetapi setiap kali jatuh, ia segera bangun kembali (Ams 24:16). Jadi rahmat ini hanya diberikan kepada jiwa-jiwa yang memiliki tujuan kuat untuk berubah (pentobat sejati).
Allah adalah Allah yang Mahabaik, hanya satu yang dapat Dia lakukan, yaitu berbuat baik. Allah Putra tidak hanya telah turun ke dunia untuk memulihkan keadaan manusia, tetapi Ia telah mengosongkan diri, merendahkan diri, menjadi manusia yang hina (Flp 2:7), supaya manusia diubah menjadi serupa dengan Dia.
Manusia bukan ditebus dengan barang fana, bukan dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah-Nya yang tak bernoda dan tak bercacat (1 Ptr 1:18-19), supaya manusia diangkat kepada kehidupan adikodrati menjadi anak-anak Allah yang selalu berada bersama Dia.
Saat itulah kita menikmati kehidupan kekal, mangalami kasih dan kemurahan-Nya tidak hanya di sorga kelak tetapi mulai kita hidup di dunia ini dan saat ini.
Inil0ah jawaban dari panggilan hidup setiap manusia, melalui jalan pertobatan, kembali kepada Dia Sang Pencipta. Maka kembalilah kepada-Nya, sebab Dia telah menebus engkau! (Yes 44:22).
Manusia bukan ditebus dengan barang fana, bukan dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah-Nya yang tak bernoda dan tak bercacat (1 Ptr 1:18-19), supaya manusia diangkat kepada kehidupan adikodrati menjadi anak-anak Allah yang selalu berada bersama Dia.
Saat itulah kita menikmati kehidupan kekal, mangalami kasih dan kemurahan-Nya tidak hanya di sorga kelak tetapi mulai kita hidup di dunia ini dan saat ini.
Inil0ah jawaban dari panggilan hidup setiap manusia, melalui jalan pertobatan, kembali kepada Dia Sang Pencipta. Maka kembalilah kepada-Nya, sebab Dia telah menebus engkau! (Yes 44:22).
(Sumber: Warta KPI TL No. 62/VI/2009 » Kembalilah kepada-Ku sebab Aku telah menebus engkau!, HDR November –Desember 2007 tahun XI dan Januari-Februari 2008 Tahun XII).