Pages

Kamis, 16 Juni 2016

Kerudung


Mantilla adalah tudung atau kerudung yang biasa dipakai perempuan Katolik saat perayaan Ekaristi atau upacara liturgi lain. 

Mantilla biasa terbuat dari bahan lace sejenis brokat atau kain berenda. Tapi, kadang umat juga menggunakan syal atau skarf, bandana besar, atau kain biasa untuk menutupi kepalanya

Menggunakan kerudung merupakan suatu cara untuk meneladani Maria, dialah yang menjadi panutan bagi seluruh wanita.

Umat yang masih memegang tradisi penggunaan mantilla memiliki alasan berdasar surat Rasul Paulus kepada umat di Korintus (1 Kor 11:4-10) yang mengajarkan bahwa dalam hal berdoa, dalam upacara liturgi, hendaknya berpakaian sesuai dengan budaya yang baik, di mana perempuan hendaknya menggunakan tudung kepala sebagai tanda ketaatan kepada Sang Kepala, yakni Kristus. Budaya pemakaian tudung bagi perempuan pada masa itu juga merupakan simbol ketaatan kepada suami, sebagai kepala keluarga.

Ada banyak makna penggunaan kerudung ini, tetapi yang utamanya adalah sebagai lambang ikatan perkawinan/persatuan mereka dengan Kristus. Pada kerudung hitam, juga memberikan makna keterpisahan mereka dari dunia.

Pemakaian mantilla pernah diwajibkan dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) 1262. Namun, dalam semangat pembaruan, Gereja tak lagi mewajibkan pemakaian mantilla, tapi juga tidak melarang umat yang hendak memakainya.

Pemakaian kerudung ini memang bukan merupakan hukum mutlak dari Allah, namun berhubungan dengan kebiasaan gerejawi, yang memang mempunyai makna yang mendalam, sehingga sampai sekarang masih dipertahankan oleh banyak kongregasi biarawati di seluruh dunia.

Namun perlu juga disadari bahwa kerudung wanita tidak dapat dijadikan ukuran bahwa yang memakainya pasti lebih kudus hidupnya, ataupun lebih khusuk doanya.


(Sumber: Warta KPI TL No.134/VI/2016 » Renungan KPI  TL Tgl 12 Mei 2016, Dra Yovita Baskoro, MM).