Paus Yohanes Paulus II menghadirkan kembali ke hadapan kita pentingnya peran unik Bunda Maria dalam rencana belas kasih Allah yang kekal.
Dalam ensikliknya, Dives In Misericordia, Bapa Suci menyisihkan satu bagian yang sepenuhnya dipersembahkan kepada Santa Perawan Maria "Bunda Kerahiman".
Dialah, menurut Bapa Suci, yang memiliki pemahaman paling mendalam akan kerahiman ilahi, dialah yang, lebih dari segala manusia lainnya, layak dan pantas menerima Kerahiman Ilahi.
Dipanggil dengan suatu cara yang istimewa untuk ikut ambil bagian dalam misi Puteranya dalam menyatakan kasih-Nya, Bunda Maria tak kunjung henti mewartakan kerahiman-Nya "dari generasi ke generasi".
Kerahiman atau belas
kasih merupakan sifat Allah
yang paling utama, sebab Allah menyatakan diri-Nya sebagai Kasih (1Yoh
4:8). Sebagai murid Kristus, Allah menghendaki agar kita serupa dengan Dia (Mat
5:48). Untuk maksud itulah Allah memberikan contoh yang sempurna, yaitu Bunda
Maria.
Injil
mengajarkan kepada kita, bagaimana Allah sendiri telah memilih Bunda Maria, dan
memenuhinya dengan rahmat-Nya (Luk 1:28). Allah memberi salam penghormatan
kepadanya, menyebutnya sebagai seseorang yang dikaruniai dengan rahmat Allah,
dan yang disertai Allah sendiri. Salam semacam ini tidak pernah disampaikan
Allah kepada siapapun yang lain.
Kepenuhan rahmat Allah yang dalam diri Bunda Maria juga merupakan kekhususan
baginya, yang diberikan Allah
sehubungan dengan tugas istimewa yang dipercayakan kepadanya, yaitu
menjadi Bunda Kristus yang adalah Allah, dan karena itu Maria disebut sebagai Bunda Allah.
Tuhan kita Yesus Kristus adalah Sang
Kerahiman Ilahi, maka Bunda-Nya,
Bunda Maria layak disebut sebagai Bunda
Kerahiman.
Melalui
Bunda Marialah Kristus Sang Kerahiman Ilahi dapat lahir ke dunia, dan mengambil
rupa manusia. Melalui Bunda Marialah,
Kerahiman Allah yang tidak kelihatan
itu menjadi kelihatan dan hadir di
tengah-tengah umat-Nya.
Sebagai Bunda Kerahiman, Bunda
Maria mengajarkan kepada St Faustina demikian: “Aku menghendaki, anakku
yang terkasih, agar engkau melaksanakan tiga
kebajikan ini yang sangat berharga bagiku dan sangat berkenan kepada
Allah. Yang pertama adalah kerendahan
hati, kerendahan hati dan sekali lagi kerendahan hati; yang kedua
adalah kemurnian; dan yang ketiga
adalah kasih akan Tuhan.
Dengan
kata lain, Bunda Maria mendorong kita, agar menumbuhkan ketiga kebajikan ini
dalam kehidupan kita, agar kita dapat
bertumbuh di dalam kekudusan. Kepada kekudusan itulah kita semua
dipanggil, sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Suci (Im 19:2; Mat 5:48; 1Tes
4:3).
Panggilan
untuk hidup kudus inilah yang diserukan kembali oleh Konsili Vatikan II,
sebagaimana tertulis dalam Lumen Gentium. Demikianlah, Gereja mengajarkan bahwa
kekudusan dimaksudkan untuk semua orang, tidak saja
untuk para religius; namun juga untuk kita kaum awam, baik yang lajang maupun
yang hidup berkeluarga. Dan untuk mencapai kekudusan ini, kita harus memulai
dari langkah pertama, yaitu kerendahan hati.
Kerendahan hati adalah dasar
dari semua kebajikan yang lain, sebab tanpa kerendahan hati, kita tidak
dapat sungguh-sungguh memiliki kebajikan-kebajikan yang lain. Kerendahan hati
juga disebut sebagai ‘ibu’ dari
semua kebajikan, sebab ia
melahirkan ketaatan, takut akan Tuhan, dan penghormatan kepada-Nya, kesabaran, kesederhanaan,
kelemah-lembutan dan damai
sejahtera.
Selain
itu, kerendahan hati adalah lawan
dari kesombongan yang menjadi dosa pertama dari manusia pertama. Kesombongan adalah sikap ‘menolak’ untuk taat
kepada Allah, seperti kita lihat pada kisah Adam dan Hawa (Kej
2:8-3:14).
Demikianlah,
rencana keselamatan Allah untuk menebus dosa umat manusia itu, diwujudkan
awalnya dengan kerendahan hati; dalam hal ini, oleh kerendahan hati Kristus -
sebagai Adam yang baru; dan kerendahan hati Bunda Maria - sebagai Hawa yang
baru.
Kristus
rela mengosongkan diri-Nya, dengan mengambil rupa manusia, untuk kemudian
menanggung hukuman yang paling hina sebagai seorang hamba (Flp 2:5-11).
Selain
Kristus, Bunda Maria adalah contoh yang sempurna tentang kerendahan hati dan
kesempurnaan kasih. Bunda Maria menyadari bahwa ia dikaruniai oleh rahmat yang
istimewa dengan menjadi Bunda Allah yang Mahatinggi, namun ia tetap rendah
hati, dengan menganggap dirinya sebagai hamba Allah (Luk 1:38), yang siap
melakukan kehendak-Nya. Bunda Maria
tidak meninggikan diri dan menuntut keistimewaan karena telah dipilih Allah
menjadi ibu Putera-Nya.
Demikianlah,
Bunda Maria menunjukkan bahwa kerendahan
hati membantu kita untuk melihat segalanya dengan kaca mata Tuhan. Kita
melihat diri kita yang sesungguhnya, tidak melebih-lebihkan hal positif yang
ada pada kita, namun juga tidak mengingkari bahwa semua yang baik pada diri
kita adalah pemberian Tuhan, sehingga sepantasnya dipergunakan untuk kemuliaan
Tuhan (1Tim 1:17). kerendahan hati ini-lah yang memampukan kita untuk terus bersyukur kepada Tuhan dalam keadaan
apapun.
Bunda Maria, menjadi teladan bagi kita dalam hal kemurnian,
karena ia sungguh adalah seorang yang murni,
baik tubuh dan jiwanya. Bunda
Maria dikandung tidak bernoda, dan tidak berdosa sepanjang hidupnya. Ia adalah
seorang yang tetap perawan, baik sebelum, pada saat dan setelah melahirkan
Tuhan kita Yesus Kristus. Ia menjaga keutuhan tubuh dan jiwanya, demi kasihnya
kepada Allah yang telah memilihnya menjadi ibu bagi Kristus Putera-Nya. Dengan
kemurnian hatinya, Bunda Maria mengikuti teladan Kristus yang juga telah
menyerahkan Tubuh dan Jiwa-Nya seluruhnya demi melaksanakan kehendak Allah.
Kita
semua yang telah dibaptis dipanggil untuk menjaga kemurnian tubuh kita, sebab melalui Baptisan, tubuh kita menjadi bait Allah, tempat
kediaman Allah sendiri (1 Kor
6:19-20; 1 Kor 3:16).
Kesucian dan
kemurnian hati merupakan syarat bagi kita untuk memandang Allah di sorga
(Mat 5:8)
Kemurnian hati ini, sangatlah penting untuk kita jaga dan junjung
tinggi, sebab jika kita
mengabaikannya, maka iman kita menjadi taruhannya. Sebab
demikianlah yang diajarkan oleh Rasul Paulus, “Beberapa orang telah menolak
hati nurani-nya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka” (1Tim
1:19).
Kita
pun dipanggil untuk menjadi seperti Kristus dan Bunda Maria, dengan
mempersembahkan tubuh kita untuk melakukan kehendak Allah dan memuliakan Dia
Walaupun
disebutkan di urutan ketiga, tidak berarti bahwa kasih akan Allah itu kurang
penting jika dibandingkan dengan kebajikan kerendahan hati dan kemurnian.
Sebaliknya, kasih akan Allah
inilah yang menjadi jiwa dari segala
kebajikan.
Kasih
akan Allah menjadi hal utama untuk
dimiliki, agar kita dapat menerapkan kerendahan hati dan kemurnian yang
sejati dalam hidup kita.
Bunda
Maria, menjadi teladan bagi kita untuk mengasihi Allah. Tiada seorangpun yang
memiliki hubungan kasih dengan Tuhan Yesus yang lebih erat daripada kasih
Bunda-Nya, Maria, kepada-Nya. Bunda Maria telah mengandung, melahirkan,
membesarkan, dan menyertai Kristus, bahkan sampai di bawah kaki salib-Nya, saat
hampir semua murid-Nya meninggalkan Dia.
Kasih
akan Allah, mendorong Bunda
Maria untuk tetap taat setia akan
kehendak Allah sampai akhir hidupnya di dunia. Oleh rahmat Allah, Bunda
Maria diangkat ke sorga, tubuh dan jiwanya; dan ini menjadi penggenapan janji
Allah akan kebangkitan badan bagi umat Kristen.
Dari Santa Perawan Maria, St.
Faustina menerima karunia
kemurnian yang istimewa, kekuatan dalam penderitaan, dan pengajaran-pengajaran
yang tak terhitung banyaknya mengenai kehidupan rohani. “Bunda Maria adalah
instrukturku,” tulis St Faustina, “yang senantiasa mengajariku bagaimana hidup
bagi Tuhan (620) ... Semakin aku meneladani Bunda Allah, semakin aku mengenal
Allah secara lebih mendalam (843) … sebelum setiap Komuni Kudus, dengan sungguh
aku mohon Bunda Allah untuk menolong mempersiapkan jiwaku bagi kedatangan
Putranya (114) ... Bunda Maria mengajarkan kepadaku bagaimana mengasihi Tuhan
dari lubuk hati yang terdalam dan bagaimana melaksanakan kehendak-Nya yang
kudus dalam segala hal (40)
Tuhan
Yesus menegaskan kembali kepada St. Faustina bahwa sifat Allah yang paling
utama, adalah belas kasih-Nya, dan Allah
menghendaki agar belas kasih-Nya itu diwartakan kepada semua orang, agar
mereka, terutama para pendosa dapat kembali kepada-Nya.
“Wartakanlah, bahwa Belas kasih adalah sifat Allah yang terbesar. Semua karya
tangan-Ku dimahkotai dengan belas kasih.”
Kristus
menghendaki agar Bunda Maria dapat terus menyertai kita dalam kehidupan kita,
sebagaimana ia telah menyertai Kristus sampai wafat-Nya di kayu salib. Maka
Kristus memberikan Bunda-Nya agar kita menjadi anak-anaknya (Yoh 19:26-27).
Setelah
diangkat ke Surga, Bunda Maria
tetap menyertai kita sebagai ibu
rohani bagi kita. Ia melanjutkan tugas perantaraannya untuk mendukung
Pengantaraan Yesus, dengan terus
menjadi pendoa syafaat bagi kita yang masih berziarah di dunia ini.
Demikianlah
maka kita dapat selalu menyampaikan doa-doa kita kepada Tuhan Yesus melalui
perantaraan Bunda Maria. Kepekaan Bunda Maria akan kebutuhan kita, sebagaimana
yang dilakukannya kepada pasangan suami istri di Kana (Yoh 2:1-11), itu juga
dilakukannya kepada kita. Bunda Maria selalu membawa kita kepada Kristus
Puteranya, dan meminta kita melakukan segala yang diperintahkan Kristus kepada
kita (Yoh 2:5).
Menyadari
akan peran Bunda Maria yang mengambil bagian dalam rencana kerahiman Allah bagi
manusia, kita dapat atau bahkan sudah sepantasnya menyambut anugerah ini,
dengan menyerahkan keluarga kita ke dalam penyertaan doa-doa syafaatnya.
Kita
tidak perlu ragu berdoa bersama Bunda Maria dan memohon dukungan doanya, sebab
untuk itulah ia diberikan oleh Kristus kepada kita. Kita dapat melakukannya
dengan berdoa rosario bersama keluarga, berdoa Angelus, ataupun berdoa
menyerahkan keluarga kita kepada penyertaan Bunda Maria.
Bunda
Maria menjadi pendoa syafaat bagi kita di hadapan Tuhan Yesus. Oleh kerahiman
Tuhan Yesus-lah, kita beroleh pengharapan yang teguh, bahwa Ia akan selalu
menjadi tempat perlindungan bagi kita asalkan kita mau bertobat dan
mengandalkan Dia, di sepanjang hidup kita.