Pages

Kamis, 16 Juni 2016

Bunda Maria, Bunda Kerahiman



Paus Yohanes Paulus II menghadirkan kembali ke hadapan kita pentingnya peran unik Bunda Maria dalam rencana belas kasih Allah yang kekal.

Dalam ensikliknya, Dives In Misericordia, Bapa Suci menyisihkan satu bagian yang sepenuhnya dipersembahkan kepada Santa Perawan Maria "Bunda Kerahiman".

Dialah, menurut Bapa Suci, yang memiliki pemahaman paling mendalam akan kerahiman ilahi, dialah yang, lebih dari segala manusia lainnya, layak dan pantas menerima Kerahiman Ilahi.

Dipanggil dengan suatu cara yang istimewa untuk ikut ambil bagian dalam misi Puteranya dalam menyatakan kasih-Nya, Bunda Maria tak kunjung henti mewartakan kerahiman-Nya "dari generasi ke generasi". 


Kerahiman atau belas kasih merupakan sifat Allah yang paling utama, sebab Allah menyatakan diri-Nya sebagai Kasih (1Yoh 4:8). Sebagai murid Kristus, Allah menghendaki agar kita serupa dengan Dia (Mat 5:48). Untuk maksud itulah Allah memberikan contoh yang sempurna, yaitu Bunda Maria.

Injil mengajarkan kepada kita, bagaimana Allah sendiri telah memilih Bunda Maria, dan memenuhinya dengan rahmat-Nya (Luk 1:28). Allah memberi salam penghormatan kepadanya, menyebutnya sebagai seseorang yang dikaruniai dengan rahmat Allah, dan yang disertai Allah sendiri. Salam semacam ini tidak pernah disampaikan Allah kepada siapapun yang lain.

Kepenuhan rahmat Allah yang dalam diri Bunda Maria juga merupakan kekhususan baginya, yang diberikan Allah sehubungan dengan tugas istimewa yang dipercayakan kepadanya, yaitu menjadi Bunda Kristus yang adalah Allah, dan karena itu Maria disebut sebagai Bunda Allah.

Tuhan kita Yesus Kristus adalah Sang Kerahiman Ilahi, maka Bunda-Nya, Bunda Maria layak disebut sebagai Bunda Kerahiman.

Melalui Bunda Marialah Kristus Sang Kerahiman Ilahi dapat lahir ke dunia, dan mengambil rupa manusia. Melalui Bunda Marialah, Kerahiman Allah yang tidak kelihatan itu menjadi kelihatan dan hadir di tengah-tengah umat-Nya.

Sebagai Bunda Kerahiman, Bunda Maria mengajarkan kepada St Faustina demikian: “Aku menghendaki, anakku yang terkasih, agar engkau melaksanakan tiga kebajikan ini yang sangat berharga bagiku dan sangat berkenan kepada Allah. Yang pertama adalah kerendahan hati, kerendahan hati dan sekali lagi kerendahan hati; yang kedua adalah kemurnian; dan yang ketiga adalah kasih akan Tuhan.

Dengan kata lain, Bunda Maria mendorong kita, agar menumbuhkan ketiga kebajikan ini dalam kehidupan kita, agar kita dapat bertumbuh di dalam kekudusan. Kepada kekudusan itulah kita semua dipanggil, sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Suci (Im 19:2; Mat 5:48; 1Tes 4:3).

Panggilan untuk hidup kudus inilah yang diserukan kembali oleh Konsili Vatikan II, sebagaimana tertulis dalam Lumen Gentium. Demikianlah, Gereja mengajarkan bahwa kekudusan dimaksudkan untuk semua orang, tidak saja untuk para religius; namun juga untuk kita kaum awam, baik yang lajang maupun yang hidup berkeluarga. Dan untuk mencapai kekudusan ini, kita harus memulai dari langkah pertama, yaitu kerendahan hati.

Kerendahan hati adalah dasar dari semua kebajikan yang lain, sebab tanpa kerendahan hati, kita tidak dapat sungguh-sungguh memiliki kebajikan-kebajikan yang lain. Kerendahan hati juga disebut sebagai ibudari semua kebajikan, sebab ia melahirkan ketaatan, takut akan Tuhan, dan penghormatan kepada-Nya, kesabaran, kesederhanaan, kelemah-lembutan dan damai sejahtera.

Selain itu, kerendahan hati adalah lawan dari kesombongan yang menjadi dosa pertama dari manusia pertama. Kesombongan adalah sikapmenolak untuk taat kepada Allah, seperti kita lihat pada kisah Adam dan Hawa (Kej 2:8-3:14).

Demikianlah, rencana keselamatan Allah untuk menebus dosa umat manusia itu, diwujudkan awalnya dengan kerendahan hati; dalam hal ini, oleh kerendahan hati Kristus - sebagai Adam yang baru; dan kerendahan hati Bunda Maria - sebagai Hawa yang baru.

Kristus rela mengosongkan diri-Nya, dengan mengambil rupa manusia, untuk kemudian menanggung hukuman yang paling hina sebagai seorang hamba (Flp 2:5-11).

Selain Kristus, Bunda Maria adalah contoh yang sempurna tentang kerendahan hati dan kesempurnaan kasih. Bunda Maria menyadari bahwa ia dikaruniai oleh rahmat yang istimewa dengan menjadi Bunda Allah yang Mahatinggi, namun ia tetap rendah hati, dengan menganggap dirinya sebagai hamba Allah (Luk 1:38), yang siap melakukan kehendak-Nya.  Bunda Maria tidak meninggikan diri dan menuntut keistimewaan karena telah dipilih Allah menjadi ibu Putera-Nya.

Demikianlah, Bunda Maria menunjukkan bahwa kerendahan hati membantu kita untuk melihat segalanya dengan kaca mata Tuhan. Kita melihat diri kita yang sesungguhnya, tidak melebih-lebihkan hal positif yang ada pada kita, namun juga tidak mengingkari bahwa semua yang baik pada diri kita adalah pemberian Tuhan, sehingga sepantasnya dipergunakan untuk kemuliaan Tuhan (1Tim 1:17). kerendahan hati ini-lah yang memampukan kita untuk terus bersyukur kepada Tuhan dalam keadaan apapun.

Bunda Maria, menjadi teladan bagi kita dalam hal kemurnian, karena ia sungguh adalah seorang yang murni, baik tubuh dan jiwanya. Bunda Maria dikandung tidak bernoda, dan tidak berdosa sepanjang hidupnya. Ia adalah seorang yang tetap perawan, baik sebelum, pada saat dan setelah melahirkan Tuhan kita Yesus Kristus. Ia menjaga keutuhan tubuh dan jiwanya, demi kasihnya kepada Allah yang telah memilihnya menjadi ibu bagi Kristus Putera-Nya. Dengan kemurnian hatinya, Bunda Maria mengikuti teladan Kristus yang juga telah menyerahkan Tubuh dan Jiwa-Nya seluruhnya demi melaksanakan kehendak Allah.

Kita semua yang telah dibaptis dipanggil untuk menjaga kemurnian tubuh kita, sebab melalui Baptisan, tubuh kita menjadi bait Allah, tempat kediaman Allah sendiri (1 Kor 6:19-20; 1 Kor 3:16). 

Kesucian dan kemurnian hati merupakan syarat bagi kita untuk memandang Allah di sorga (Mat 5:8)

Kemurnian hati ini, sangatlah penting untuk kita jaga dan junjung tinggi, sebab jika kita mengabaikannya, maka iman kita menjadi taruhannya. Sebab demikianlah yang diajarkan oleh Rasul Paulus, “Beberapa orang telah menolak hati nurani-nya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka” (1Tim 1:19).

Kita pun dipanggil untuk menjadi seperti Kristus dan Bunda Maria, dengan mempersembahkan tubuh kita untuk melakukan kehendak Allah dan memuliakan Dia

Walaupun disebutkan di urutan ketiga, tidak berarti bahwa kasih akan Allah itu kurang penting jika dibandingkan dengan kebajikan kerendahan hati dan kemurnian. Sebaliknya, kasih akan Allah inilah yang menjadi jiwa dari segala kebajikan.

Kasih akan Allah menjadi hal utama untuk dimiliki, agar kita dapat menerapkan kerendahan hati dan kemurnian yang sejati dalam hidup kita.

Bunda Maria, menjadi teladan bagi kita untuk mengasihi Allah. Tiada seorangpun yang memiliki hubungan kasih dengan Tuhan Yesus yang lebih erat daripada kasih Bunda-Nya, Maria, kepada-Nya. Bunda Maria telah mengandung, melahirkan, membesarkan, dan menyertai Kristus, bahkan sampai di bawah kaki salib-Nya, saat hampir semua murid-Nya meninggalkan Dia.

Kasih akan Allah, mendorong Bunda Maria untuk tetap taat setia akan kehendak Allah sampai akhir hidupnya di dunia. Oleh rahmat Allah, Bunda Maria diangkat ke sorga, tubuh dan jiwanya; dan ini menjadi penggenapan janji Allah akan kebangkitan badan bagi umat Kristen.

Dari Santa Perawan Maria, St. Faustina menerima karunia kemurnian yang istimewa, kekuatan dalam penderitaan, dan pengajaran-pengajaran yang tak terhitung banyaknya mengenai kehidupan rohani. “Bunda Maria adalah instrukturku,” tulis St Faustina, “yang senantiasa mengajariku bagaimana hidup bagi Tuhan (620) ... Semakin aku meneladani Bunda Allah, semakin aku mengenal Allah secara lebih mendalam (843) … sebelum setiap Komuni Kudus, dengan sungguh aku mohon Bunda Allah untuk menolong mempersiapkan jiwaku bagi kedatangan Putranya (114) ... Bunda Maria mengajarkan kepadaku bagaimana mengasihi Tuhan dari lubuk hati yang terdalam dan bagaimana melaksanakan kehendak-Nya yang kudus dalam segala hal (40)

Tuhan Yesus menegaskan kembali kepada St. Faustina bahwa sifat Allah yang paling utama, adalah belas kasih-Nya, dan Allah menghendaki agar belas kasih-Nya itu diwartakan kepada semua orang, agar mereka, terutama para pendosa dapat kembali kepada-Nya. “Wartakanlah, bahwa Belas kasih adalah sifat Allah yang terbesar. Semua karya tangan-Ku dimahkotai dengan belas kasih.”

Kristus menghendaki agar Bunda Maria dapat terus menyertai kita dalam kehidupan kita, sebagaimana ia telah menyertai Kristus sampai wafat-Nya di kayu salib. Maka Kristus memberikan Bunda-Nya agar kita menjadi anak-anaknya (Yoh 19:26-27).

Setelah diangkat ke Surga, Bunda Maria tetap menyertai kita sebagai ibu rohani bagi kita. Ia melanjutkan tugas perantaraannya untuk mendukung Pengantaraan Yesus, dengan terus menjadi pendoa syafaat bagi kita yang masih berziarah di dunia ini.

Demikianlah maka kita dapat selalu menyampaikan doa-doa kita kepada Tuhan Yesus melalui perantaraan Bunda Maria. Kepekaan Bunda Maria akan kebutuhan kita, sebagaimana yang dilakukannya kepada pasangan suami istri di Kana (Yoh 2:1-11), itu juga dilakukannya kepada kita. Bunda Maria selalu membawa kita kepada Kristus Puteranya, dan meminta kita melakukan segala yang diperintahkan Kristus kepada kita (Yoh 2:5).

Menyadari akan peran Bunda Maria yang mengambil bagian dalam rencana kerahiman Allah bagi manusia, kita dapat atau bahkan sudah sepantasnya menyambut anugerah ini, dengan menyerahkan keluarga kita ke dalam penyertaan doa-doa syafaatnya.

Kita tidak perlu ragu berdoa bersama Bunda Maria dan memohon dukungan doanya, sebab untuk itulah ia diberikan oleh Kristus kepada kita. Kita dapat melakukannya dengan berdoa rosario bersama keluarga, berdoa Angelus, ataupun berdoa menyerahkan keluarga kita kepada penyertaan Bunda Maria.
Bunda Maria menjadi pendoa syafaat bagi kita di hadapan Tuhan Yesus. Oleh kerahiman Tuhan Yesus-lah, kita beroleh pengharapan yang teguh, bahwa Ia akan selalu menjadi tempat perlindungan bagi kita asalkan kita mau bertobat dan mengandalkan Dia, di sepanjang hidup kita.

(Sumber: Warta KPI TL No.134/VI/2016 » Materi Ibadat Bulan Maria 2016).

Artikel terkait

Ensiklik