Gelar
Bunda Maria sebagai “Bunda
Pengharapan,” muncul dari penampakannya
kepada beberapa anak di Pontmain,
Perancis pada tanggal 17 Januari 1871.
Patut
dicatat bahwa Bunda Maria telah disebut dengan gelar ini sebelumnya; sebuah
madah telah ditulis demi menghormati Bunda Pengharapan oleh Komunitas Agung
dari Bunda Pengharapan di Saint-Brieuc, Perancis. Namun demikian, devosi yang
paling populer kepada “Bunda Pengharapan” berhubungan dengan penampakan ini.
Guna
memahami kisah dengan sebaik-baiknya, pertama-tama kita perlu melihat latar
belakangnya.
Pada
tahun 1861, Kaiser Wilhelm I menduduki tahta Prussia, dan segera menunjuk Otto
von Bismark sebagai penasehatnya. Tujuan mereka adalah mempersatukan segenap
negeri yang berbahasa Jerman menjadi satu negara.
Pada
sore hari Selasa, 17 Januari, Eugene
Barbadette yang berusia 12
tahun sedang berjalan meninggalkan kandang ayahnya. Anak laki-laki ini mendongak ke atas ke langit yang
berbintang dan melihat seorang Perempuan nan elok berdiri di angkasa,
sekitar 20 kaki di atas atap rumah, di antara dua cerobong asap rumah milik
Jean dan Augustine Guidecoq yang ada di seberang jalan.
Perempuan
itu mengenakan gaun berwarna biru tua
bertaburan bintang-bintang emas, sebuah kerudung hitam dan sebuah
mahkota emas sederhana. Eugene berdiri terpesona di sana dalam
dinginnya salju sekitar 15 menit
lamanya.
Ayahnya
dan saudara laki-lakinya yang berumur 10 tahun, Yosef, keluar dari
kandang. Eugene berseru, “Lihat di sana! Di atas rumah! Apakah yang kalian
lihat?”
Yosef menggambarkan Perempuan itu persis sama seperti yang
dilihat Eugene. Ayahnya tidak
melihat apa-apa, jadi dengan geram ia memerintahkan anak-anak untuk
kembali memberi makan kuda-kuda di kandang.
Entah
apa alasannya, sejenak kemudian, sang ayah menyuruh kakak beradik itu untuk
keluar dan melihat kembali. Mereka melihatnya lagi. Yosef terus-menerus
mengatakan, “Alangkah cantiknya dia! Alangkah cantiknya!”
Ibu
mereka, Victoria Barbadette, sekarang muncul di sana dan menyuruh Yosef diam
sebab ia begitu ribut hingga menarik perhatian orang. Tahu bahwa anak-anak itu
jujur dan tidak berbohong, ibunya pun mengatakan, “Mungkin itu Santa Perawan yang menampakkan diri
kepada kalian. Karena kalian melihatnya, marilah kita mendaraskan lima Bapa Kami dan lima Salam Maria demi
menghormatinya.”
(Kedua kakak beradik itu amat saleh:
mereka memulai hari-hari mereka dengan melayani Misa Kudus, mendaraskan rosario
dan mempersembahkan Jalan Salib dengan intensi kakak laki-laki mereka yang
bertugas dalam dinas ketentaraan Perancis.)
Setelah
mendaraskan doa-doa di dalam kandang agar tak menarik perhatian orang, Nyonya
Barbadette bertanya apakah anak-anak masih melihat Perempuan itu. Ketika mereka
menjawab, “Ya,” ia pergi mengambil kacamata. Ketika kembali, sang ibu membawa serta saudari mereka, Louise,
bersamanya; namun tak seorang
pun dari keduanya melihat apa-apa.
Perangai sang ibu pun berubah dan ia menuduh kedua anaknya telah berbohong.
Terlintas
dalam benak Nyonya Barbadette untuk memanggil para biarawati. Katanya, “Para
biarawati lebih saleh dari kalian. Jika kalian melihatnya, tentulah mereka
melihatnya juga.”
Suster Vitaline juga tahu bahwa anak-anak itu tidak berbohong.
Tetapi, ia pun tak dapat melihat
Perempuan itu. Suster Vitaline kemudian pergi ke rumah tetangga dan meminta dua
gadis kecil, Francoise Richer
(11 tahun) dan Jeanne-Marie
Lebosse (9 tahun) untuk datang bersamanya. Kedua gadis kecil
itu menggambarkan sang Perempuan tepat sama seperti kedua anak lainnya.
Sekarang,
Suster Marie Edouard telah bergabung dalam kelompok tersebut. Setelah mendengar
apa yang dikatakan kedua gadis kecil, ia pergi memanggil P Guerin dan seorang
anak lain, Eugene Friteau
(6 tahun). Eugene juga melihat sang Perempuan.
Sekarang
telah terkumpul suatu himpunan besar sekitar 50 orang warga desa. Augustine
Boitin, yang baru berusia 25 bulan, menggapai sang Perempuan dan berseru,
“Yesus! Yesus!” Hanya kanak-kanak ini
saja yang melihat penampakan Bunda Pengharapan.
P
Guerin meminta semua yang hadir untuk berdoa,
maka mereka berlutut dan mendaraskan
rosario. Suster Marie Edouard memimpin himpunan umat untuk mendaraskan Magnificat.
Perlahan-lahan, suatu pesan dalam
huruf-huruf emas nampak di langit: “Tetapi, berdoalah anak-anakku.” Semua anak-anak melihat pesan yang
sama.
Suster
Marie Edouard kemudian memimpin yang lainnya memadahkan Litani Santa Perawan Maria. Pesan selanjutnya
disingkapkan, “Tuhan akan
mendengarkan kalian dalam waktu dekat.”
Datang
kabar bahwa pasukan Prussia sekarang telah berada di Laval, sangat dekat dengan
Pontmain. Pesan berlanjut, “Putraku
membiarkan Diri-Nya tergerak oleh belas kasihan.”
Ketika
anak-anak memaklumkan pesan ini, P Guerin meminta khalayak ramai untuk menyanyikan madah pujian. Suster
Marie Edouard mengatakan, “Bunda Pengharapan, wahai nama yang begitu manis,
lindungilah negeri kami, doakanlah kami, doakanlah kami!” Orang banyak
menanggapi, “Jika mereka [Prussia] berada di gerbang masuk desa, kami tidak
akan takut lagi sekarang!”
Di akhir madah, pesan
menghilang. Himpunan orang banyak
kemudian menyanyikan sebuah madah
tobat dan silih kepada Yesus. Bunda Maria tampak berduka, ia memegang
sebuah salib merah yang besar dengan tulisan “Yesus Kristus.”
Pada
pukul 8.30 petang, orang banyak menyanyikan,
“Ave, Maris Stella,” dan salib
lenyap. Lagi, Bunda tersenyum
dan dua salib putih kecil nampak di
kedua pundaknya. Ia merentangkan
tangannya ke bawah, seperti yang terlihat dalam gambar-gambar Santa
Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa. Sebuah selubung putih secara perlahan-lahan
menutupi Bunda Maria dari kaki hingga ke mahkota. Sekitar pukul 8.45 petang,
anak-anak mengatakan, “Sudah selesai.” Bunda Maria telah menghilang.
Sementara
penampakan ini berlangsung, Jenderal Von Schmidt menerima perintah dari Komando
Tinggi Prussia untuk menghentikan penyerangan dan mundur. Sepuluh hari
kemudian, suatu perjanjian gencatan senjata ditanda-tangani antara Perancis dan
Prussia. Perantaraan ajaib Bunda Maria telah menyelamatkan Pontmain.
Karena
penampakan ini, devosi kepada Bunda Pengharapan segera tersebar luas. Pesan Bunda Maria adalah pesan pengharapan, “Tetapi,
berdoalah anak-anakku. Tuhan akan mendengarkan kalian dalam waktu dekat.
Putraku membiarkan Diri-Nya tergerak oleh belas kasihan.”
Sementara
kita mendaraskan rosario kita setiap hari memohon pemeliharaan keibuan Bunda Maria, patutlah kita ingat
bahwa ia, yang berdiri di kaki salib,
yang dipenuhi pengharapan akan pengampunan dosa dan kebangkitan ke hidup yang
kekal, memberikan pengharapan kepada kita juga sepanjang perjalanan hidup kita.
Bersama Bunda Pengharapan, kita sungguh memiliki jaminan bahwa kita tidak akan
pernah ditinggalkan, dan bahwa kita
senantiasa memiliki pengharapan akan dipersatukan dengan Tuhan kita sekarang
dan selama-lamanya di sorga.
(Sumber: Warta KPI TL No.134/VI/2016 » Materi Ibadat Bulan Maria 2016).