Semua orang akan mengalami suatu pengadilan pada hari kematian mereka. Segera setelah menghembuskan nafas terakhir, jiwa kita, tanpa meninggalkan tempat di mana jazad berada, akan di hadapkan ke tahta pengadilan Allah.
Jiwa itu akan terkejut/bingung karena sejak saat itu dia terpisah dari keluarga/sahabat, selain itu menjumpai Penciptanya tidak lagi sebagai Bapa yang penuh belas kasih tapi melihat Allah sebagai hakim yang tegas. Ia akan berada di hadapan tahta pengadilan Hakim, sendirian bersama Allah.
Segala pikiran/perkataan/perbuatan akan dihakimi, sekecil apa pun dosa itu tidak akan tersembunyi dari Allah, karena Allah begitu kudus.
Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan dan tahan berdiri di hadapan Anak Manusia (Mat 26:41; Luk 21:36).
Ada 2 pengadilan
1. Pengadilan khusus – sebelum kiamat besar itu datang, ada sorga, api penyucian, neraka; masih mempunyai kesempatan pemurnian (Why 14:13: berbahagialah orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini – masih ada api penyucian).
2. Pengadilan terakhir hanya ada 2 yaitu: sorga, neraka. (Yoh 5:27-29; KGK 1039; Why 20:11-12). Dalam pengadilan terakhir, individu bukannya berdiri sendiri, melainkan ia juga diadili sebagai anggota masyarakat dan di hadapan segenap komunitas umat manusia.
Ada 2 kesalehan:
1. Kesalehan spiritual. Misalnya: suka doa, puasa, baca Kitab Suci.
2. Kesalehan sosial. Misalnya: ikut arisan RT, doa lingkungan dll, dia selalu care di mana sebagai anggota masyarakat Tuhan taruh.
Di dalam doa Credo Para Rasul: kita menyebutkan bahwa setelah kematian-Nya, Yesus turun ke tempat penantian atau neraka.
Nama neraka ini menurut katekismus dari Konsili Trente, menunjukkan tempat-tempat yang tersembunyi di mana jiwa-jiwa ditahan di sana sebelum mencapai kebahagiaan kekal.
Penjara ini ada berbagai macam jenisnya.
1. Neraka pertama (Gehenna/lembah) - suasananya gelap, pengap, di mana orang-orang yang terkutuk terus menerus disiksa oleh roh-roh jahat atau setan, dengan nyala api yang tak pernah padam.
2. Neraka kedua - yang berisi api dari Api Penyucian. Di sini jiwa-jiwa dari orang yang adil menderita untuk waktu tertentu, agar mereka sepenuhnya dimurnikan sebelum diijinkan memasuki Tanah Leluhur Sorgawi, di mana tak ada cacad cela yang bisa memasukinya.
3. Neraka ke tiga - tempat di mana jiwa-jiwa para kudus yang mati sebelum kedatangan Yesus Kristus (1 Ptr 3:19), diterima dan di mana mereka menikmati istirahat dalam damai, terbebas dari rasa sakit, dihibur dan didukung oleh pengharapan akan penebusan mereka.
Mereka adalah jiwa-jiwa suci yang menunggu Yesus Kristus di dada Abraham, dan mereka telah dilepaskan ketika Yesus Kristus turun ke sana.
Secara tiba-tiba Juruselamat kita memasuki tempat itu dalam wujud cahaya terang, yang memenuhi mereka dengan sukacita yang tak terhingga besarnya, dan memberi mereka kebahagiaan berdaulat, yaitu yang berupa penglihatan atas Allah.
Maka dengan demikian dipenuhilah janji Yesus kepada pencuri yang baik hati itu: Hari ini juga kamu akan bersama-Ku di Sorga (Luk 23:43).
Di Gereja Katolik ada tiga jenis gereja yang membentuk tubuh mistik Yesus Kristus, memiliki relasi yang tiada putusnya satu sama lain (Persekutuan Para Kudus), yang mempunyai tujuan mengarahkan jiwa-jiwa kepada kemuliaan kekal, tempat akhir di mana semua orang pilihan menuju Yerusalem yang mulia.
1. Gereja Peziarah/Militan – sedang berjuang di dunia.
2. Gereja Yang Menderita di Api Penyucian – hanya menunggu belas kasihan yang di dunia; menunggu kurban serta doa permohonan bagi mereka (sebagian dari penyembahan umat Kristiani).
Devosi kepada jiwa-jiwa di Api Penyucian adalah sebuah devosi yang diilhamkan oleh Roh Kudus sendiri, dengan kemurahan hati-Nya, kepada hati umat beriman (2 Mak. 12:45 - Dari sebab itu maka disuruhnyalah mengadakan kurban penebus salah untuk semua orang yang sudah mati itu, supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka).
3. Gereja Yang Jaya – di sorga
Jika kita bebas dari segala bentuk dosa maka kita akan disambut di sorga dan menikmati kebahagiaan sorgawi dan kita bisa memandang wajah Allah dari muka ke muka (1 Kor 13:12).
Tetapi waktu kita meninggal masih menanggung dosa seringan apa pun dan luka akibat dosa (mis: saya ampuni dia tapi saya tidak dapat melupakan yang dia lakukan); maka Tuhan di dalam kasih dan kerahiman-Nya akan terlebih dahulu memurnikan serta memulihkan jiwa kita di dalam api penyucian. Sesudah pemurnian dan pemulihan, barulah kita disambut di dalam sorga.
Tetapi kalau kita meninggal menolak Tuhan (firman-Nya) dan masih menanggung dosa-dosa berat dan tidak menyesal atas dosa-dosa itu, maka kita akan dilemparkan ke dalam neraka.
Ketegaran hati kita menolak Allah di dunia ini masih berlangsung di kehidupan yang akan datang. Contoh: harus mengampuni sampai tujuh puluh kali tujuh kali (Mat 18:21-22), kenyataannya tidak mau mengampuni tetapi malah balas dendam.
Siapa meremehkan firman, ia akan menanggung akibatnya, tetapi siapa taat perintah akan menerima balasan (Ams 13:13).
Kita memiliki tiga buah sumber yang jelas tentang Api Penyucian:
1. Dogma Gereja mengenai Api Penyucian berisi dua misteri, yaitu: Pengadilan yang bersifat menghukum dan Kerahiman yang bersifat mengampuni.
Gereja ingin menunjukkan sebagai dogma iman, yaitu: bahwa Api Penyucian itu ada dan jiwa-jiwa yang ada di dalamnya bisa ditolong oleh doa-doa permohonan dari umat beriman, terutama melalui Misa Kudus.
Doa-doa permohonan ataupun persembahan kita bagi orang-orang yang telah meninggal lebih menyukakan hati Allah dari pada doa-doa dan perbuatan baik kita bagi orang-orang yang masih hidup.
Dan akhirnya, semuanya yang kita persembahkan, dengan rasa kemurahan hati bagi jiwa-jiwa yang malang itu, pada ujungnya nanti akan memberikan manfaat bagi kita juga.
Tetapi dogma ini seringkali dilupakan oleh sebagian besar umat beriman. Penyebabnya: adanya sikap acuh dan tiadanya iman; pengertian kita terhadap Api Penyucian terlalu sedikit, terlalu kabur, dan iman kita terlalu tipis adanya.
2. Doktrin seperti yang dijelaskan oleh para doktor Gereja. Selain dua dogma ini, terdapat berbagai pertanyaan yang bersifat doktrinal yang belum diputuskan oleh Gereja, yang kemudian telah dijawab oleh para doktor Gereja.
Pertanyaan-pertanyaan ini menyangkut lokasi dari Api Penyucian, sifat dari penderitaan di dalam Api Penyucian, jumlah dan keadaan dari jiwa-jiwa di dalam Api Penyucian, kepastian dari kebahagiaan yang akan mereka miliki, lamanya penderitaan mereka, pengantaraan dari orang-orang yang hidup demi mereka, serta penerapan dari doa-doa permohonan dari pihak Gereja.
3. Pewahyuan dan penampakan para kudus (pewahyuan pribadi = kenyataan historis, yang berdasarkan kepada kesaksian manusia) yang berfungsi untuk menegaskan ajaran-ajaran para doktor Gereja tadi; tidaklah termasuk di dalam kekayaan iman yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada Gereja-Nya
Penderitaan di dalam Api Penyucian secara pokok adalah sama sifat dan intensitasnya (bergantung kepada beratnya hukuman) dengan di dalam neraka.
Namun jiwa-jiwa yang malang itu tidak mempunyai keinginan untuk kembali ke dunia ini karena mereka sadar bahwa mereka sudah pasti diselamatkan, karena mereka sudah berada di dalam Api Penyucian.
Pewahyuan pribadi ada dua macam.
1. Berupa penglihatan-penglihatan adalah berupa terang atau cahaya bersifat subyektif, yang diberikan oleh Allah kepada pengertian dari makhluk-Nya, untuk mengungkapkan kepada mereka misteri-misteri dari Tuhan.
Contoh: penglihatan-penglihatan yang diterima oleh para nabi, oleh St. Paulus, St. Bridget, dan banyak lagi orang kudus lainnya.
Penglihatan-penglihatan ini biasanya terjadi ketika yang bersangkutan dalam keadaan ekstase. Penglihatan ini berisi pernyataan-pernyataan yang misterius yang nampak di hadapan mata dari jiwa seseorang, yang tidak selalu bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Sering sekali penglihatan ini berupa bentuk-bentuk tertentu, gambaran simbolis, yang disampaikan dengan cara yang selaras dengan kemampuan pengertian kita, hal-hal yang murni bersifat spirituil, di mana bahasa sehari-hari tidak mampu menggambarkan ide-ide itu.
2. Berupa penampakan-penampakan, dengan kejadian yang lebih sedikit, adalah berupa fenomena obyektif yang memiliki sasaran eksternal yang nyata.
Contoh: dari penampakan ini adalah apa yang dialami oleh Musa dan Elia di gunung Tabor, Samuel yang dipanggil oleh dukun Endor, malaikat agung Rafael yang nampak kepada Tobias, dan banyak lagi malaikat lainnya.
Demikian juga halnya yang terjadi pada penampakan-penampakan dari jiwa-jiwa yang ada di dalam Api Penyucian.
Bahwa roh-roh dari orang mati kadang-kadang menampakkan diri kepada orang yang hidup ini adalah sebuah kenyataan yang tak dapat dipungkiri.
Bukankah Kitab Injil secara jelas menceritakan hal itu. Ketika Yesus yang bangkit menampakkan Diri pertama kali kepada para rasul-Nya yang sedang berkumpul, dan mereka mengira bahwa itu adalah hantu.
Juruselamat kita tidaklah mengatakan bahwa hantu itu tidak ada, tetapi Dia bersabda pada mereka: “Mengapa kamu terkejut dan apa sebabnya timbul keragu-raguan di dalam hati kamu? Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku. Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku.” (Luk. 24:38-39).
Keduanya bersifat pribadi karena hal itu berbeda dari apa yang di dapatkan di dalam Kitab Suci, dan hal itu tidaklah merupakan bagian dari doktrin yang dinyatakan kepada umat manusia, dan hal itu tidak diajukan oleh Gereja untuk menjadi dogma iman bagi kepercayaan kita.
Penampakan-penampakan seperti ini tidaklah jarang terjadi. Tuhan mengijinkan hal itu terjadi guna menyembuhkan jiwa-jiwa dan untuk menimbulkan rasa belas kasihan kita kepada mereka, dan untuk menyadarkan kita betapa mengerikan dan kerasnya Pengadilan Tuhan terhadap mereka yang bersalah, yang semula kita anggap sebagai kesalahan yang kecil saja.” (Abbe Ribet)
Ketika jiwa-jiwa di Api Penyucian menampakkan diri kepada orang-orang yang masih hidup di dunia, mereka selalu di dalam sikap yang bisa menimbulkan rasa iba dan belas kasihan.
Kadang-kadang mereka muncul dengan penampilan seperti pada masa hidupnya dulu atau pada saat kematiannya; dengan wajah bersedih; dengan tangisan, sedu sedan atau erangan-erangan; napas yang tersengal-sengal serta tingkah yang bernada menyalahkan; dengan pakaian berkabung, dengan ekspresi penderitaan yang sangat besar; berupa pukulan atau sentuhan yang nyata yang diterima oleh orang-orang yang masih hidup ini; bisa berupa pintu yang menutup sendiri dengan kerasnya secara tiba-tiba; bunyi-bunyi gemerincing dari rantai atau adanya suara-suara berbicara; kadang-kadang kehadirannya diselimuti oleh nyala api/mereka nampak seperti kabut/cahaya/bayangan/bentuk-bentuk yang fantastis dan disertai dengan isyarat/perkataan tertentu hingga mereka bisa dikenali.
Jika mereka berbicara, hal itu adalah untuk menunjukkan penderitaan mereka, menyesali tindakannya pada waktu yang lalu, dan mereka meminta doa-doa atau menyatakan penyesalan terhadap mereka yang tidak mau menolong mereka.
Arti Api Penyucian berdasarkan Konsili Trente:
- Tempat/suatu keadaan sementara di antara Sorga dan neraka - sebuah tempat transit yang akan berakhir pada sebuah kehidupan kebahagiaan yang kekal.
- Sebagai suatu keadaan jiwa yang pada saat kematian berada dalam keadaan rahmat, namun yang belum melakukan penebusan atas dosa-dosanya secara penuh, belum mencapai tingkat kemurnian yang dituntut untuk bisa menikmati penglihatan akan Allah - merupakan sebuah tempat bagi penebusan dosa.
Api Penyucian memiliki dua tempat bagi penebusan dosa (Doktor Gereja St.Thomas) yaitu:
1. Bagi jiwa-jiwa secara umum, yang terletak di bagian bawah, dekat dengan neraka.
2. Bagi kasus-kasus yang khusus. Keadilan Ilahi memberikan sebuah tempat yang khusus bagi pemurnian kepada jiwa-jiwa tertentu, dan mengijinkan mereka untuk menampakkan diri untuk memberitahukan kepada orang-orang yang masih hidup atau untuk meminta doa bagi orang yang telah meninggal yang memerlukannya.
Kadang-kadang juga untuk tujuan yang lain yang layak memerlukan kebijaksanaan dan kemurahan hati Allah.
St.Teresa memiliki sifat kemurahan hati yang amat besar terhadap jiwa-jiwa di Api Penyucian, dan dia membantu mereka sekuat tenaganya dengan melalui doa-doa dan karya-karya baiknya.
Sebagai balasannya Tuhan sering menunjukkan kepadanya jiwa-jiwa yang telah berhasil dia bebaskan dari Api Penyucian.
Dia bisa melihat jiwa-jiwa itu pada saat proses pembebasan mereka dari penderitaan dan masuknya mereka ke Sorga.
- Aku menerima berita-berita kematian dari seorang religius yang semula menjadi penguasa suatu wilayah, dan kemudian menjadi penguasa wilayah yang lainnya lagi.
Aku sudah terbiasa dengan orang itu dan dia telah memberiku pelayanan yang besar. Pengetahuan ini membuatku merasa sangat tidak enak.
Meskipun orang ini terkenal karena berbagai keutamaannya, namun dia sadar akan keselamatan jiwanya, karena dia telah menjadi seorang pemimpin selama 20 tahun disitu, dan aku merasa takut terhadap mereka, orang-orang yang bertugas memelihara kesehatan jiwa-jiwa.
Dengan sangat bersedih aku pergi ke sebuah ruang doa, dan memohon kepada Tuhan untuk mengarahkan, bagi rohaniwan ini, tindakan kebaikan kecil yang telah kulakukan selama hidupku, dan yang sisanya hendaknya diambilkan dari jasa-jasa Yesus Kristus yang tak terhingga besarnya itu, agar jiwa rohaniwan itu bisa dibebaskan dari Api Penyucian.
Sementara aku memohon rahmat karunia ini dengan segenap kemampuanku, aku melihat jiwa itu muncul dari dalam bumi dan naik ke Sorga dengan bahagia sekali di sebelah kananku. Meskipun imam itu sudah tua umurnya, tetapi dia nampak seperti dibawah 30 tahun umurnya, dengan wajah yang bercahaya.
Penglihatan ini meskipun singkat, memberiku kebahagiaan yang sangat dalam, dan tanpa bayangan keraguan akan kebenaran dari apa yang kusaksikan ini.
Sementara aku dipisahkan jauh dari tempat hamba Allah ini menghabiskan hari-harinya di tempat itu, beberapa saat sebelumnya aku mengetahui hal-hal yang khusus di dalam kematiannya.
Semua orang yang mengetahui hal itu tak bisa menahan diri untuk memuji betapa orang itu telah mempertahankan kesadaran dari suara hatinya hingga saat-saat terakhirnya, air mata yang dia ke luarkan, serta perasaan kerendahan hati dengan mana dia menyerahkan jiwanya kepada Tuhan.”
- Seorang rohaniwan yang baik di lingkungan kami, seorang hamba Allah yang agung, telah meninggal dua hari yang lalu.
Kami sedang mendaraskan doa ‘the Office for the Dead’ baginya. Ada seorang wanita yang sedang membaca pelajaran dan aku sendiri berdiri untuk mengucapkan doa. Ketika separuh bacaan sudah selesai dibacakan, aku melihat jiwa dari rohaniwan ini keluar dari dalam bumi, seperti yang pernah kulihat sebelumnya, dan naik ke Sorga.
- Di dalam biara ini telah meninggal seorang rohaniwan lain berusia 18 atau 20 tahun, yang merupakan sebuah contoh semangat iman, keutamaan, dan keteraturan hidup yang berkobar-kobar. Hidupnya telah dipenuhi dengan segala macam penderitaan dan kesedihan yang ditanggungnya dengan sabar. Aku tidak ragu, setelah melihat kehidupannya itu, bahwa dia telah mengumpulkan jasa-jasa yang lebih dari cukup untuk bisa lolos dari Api Penyucian.
Ketika aku sedang berdoa ‘the Office’, sebelum dia datang, dan sekitar ¼ jam setelah kematiannya, aku melihat jiwanya ke luar dari dalam bumi ini dan naik ke Sorga.
Api Penyucian itu yang disaksikan oleh St.Frances dari Roma
1. Api penyucian bagian yang paling bawah berisi api yang berkobar-kobar amat mengerikan sekali, namun tidak bersuasana gelap seperti di neraka.
Ia merupakan lautan api yang amat luas yang bernyala-nyala, dan sekali-sekali lautan itu melontarkan kobaran api ke atas.
Terdapat banyak sekali jiwa-jiwa yang masuk ke dalamnya. Mereka adalah jiwa-jiwa yang berdosa berat, yang telah mereka akukan secara layak, namun masih belum cukup mereka tebus selama kehidupan mereka di dunia dulu.
Meskipun jiwa-jiwa di situ diselimuti oleh nyala api yang sama, namun penderitaan mereka tidaklah sama. Hal itu berbeda sesuai dengan jumlah dan sifat dari dosa-dosa mereka semula.
Di dalam Api Penyucian yang bawah ini tinggallah orang-orang kudus (orang-orang yang setelah berbuat dosa, mereka segera bertobat) dan orang-orang yang dipersembahkan kepada Allah (orang-orang yang tidak hidup sesuai dengan kesucian keadaan mereka).
- Hamba Allah itu kemudian menyadari bahwa bagi semua dosa berat yang sudah diampuni, mereka masih harus menjalani 7 tahun penderitaan di situ.
Istilah ini tak bisa diterapkan begitu saja sebagai ukuran yang jelas dan menetap, karena dosa-dosa berat berbeda dalam hal derajat kekerasannya, namun sebagai hukuman rata-rata.
- Pada saat yang sama itu dia melihat turunnya jiwa dari seorang imam yang dia kenal, tetapi dia tak mau menyebutkan namanya.
Dia mengatakan bahwa wajah imam itu tertutup tirai yang berisi noda kotoran. Meskipun imam itu telah menjalankan kehidupan yang terpuji, tetapi imam ini tidak selalu bersifat teguh hati, dan dia terlalu menyukai kepuasan meja makan.
2. Api Penyucian pertengahan, yaitu tempat bagi jiwa-jiwa yang harus menerima pemurnian yang lebih ringan.
Tempat ini terdiri dari tiga bagian.
- Nampak seperti lautan es, dinginnya sangat menggigit sekali.
- Seperti sebuah tempat pembakaran yang amat besar yang berisi minyak mendidih.
- Seperti kolam yang berisi logam cair dan panas seperti perak atau emas.
3. Api Penyucian bagian atas, yang tidak dijelaskan secara rinci oleh orang kudus ini, adalah merupakan tempat tinggal sementara bagi jiwa-jiwa yang hanya menderita sedikit, karena rasa kehilangan dan mendekati saat-saat bahagia, yaitu pembebasan mereka.
St.Magdalen de Pazzi, seorang Karmelit Florentina
Pada suatu sore, beberapa saat sebelum kematiannya pada tahun 1607, Magdalen de Pazzi bersama beberapa rohaniwati berada di dalam sebuah taman dari biara mereka. Tiba-tiba dia mengalami keadaan ekstase, dan melihat Api Penyucian di hadapannya.
Pada saat yang sama terdengar sebuah suara yang mengundang dirinya untuk mengunjungi sebuah penjara dari Pengadilan Ilahi itu.
Dia melihat betapa jiwa-jiwa yang berada di situ sangat memerlukan belas kasihan kita semua.
Dia berkata: “Ya, aku mau berangkat ke sana.” Dia bertekad untuk melakukan perjalanan yang amat menyakitkan itu.
Kenyataannya, dia berjalan-jalan selama 2 jam lamanya mengelilingi taman dari biara itu, yang menurut dia, amat luas sekali.
Dia berjalan berkeliling sambil diselingi dengan perhentian sebentar dari saat ke saat. Setiap kali dia menghentikan jalannya, dia merenungkan dengan sungguh-sungguh akan penderitaan yang diperlihatkan kepadanya.
Kemudian nampak dia menangkupkan kedua tangannya karena rasa kasihan, dan wajahnya menjadi pucat pasi, tubuhnya membungkuk karena beban penderitaan, di hadapan pemandangan yang amat mengerikan itu.
Dia lalu menangis keras sambil meratap dan memohon: “Kasihanilah Tuhan, kasihanilah! Turunlah oh Darah Yang Amat Berharga, dan bebaskanlah jiwa-jiwa itu dari penjara mereka. Jiwa-jiwa yang malang! Engkau menderita dengan amat kejam sekali, namun Engkau mau menerimanya dan senang melakukannya. Jika dibandingkan dengan tempat ini, maka penderitaan para martir di dunia ini adalah seolah taman-taman kebahagiaan. Namun ternyata masih ada tempat yang lebih rendah lagi. Betapa bahagianya aku, karena tidak disuruh pergi ke sana!”
Magdalen memang turun, karena dia didorong ke sana untuk meneruskan perjalanannya. Namun ketika dia berjalan beberapa langkah, dia berhenti sambil merasa ketakutan, dan dia melenguh keras, dia berteriak: “Oh, betapa kaum religius juga berada di tempat yang amat suram itu. Tuhan yang maha baik, betapa mereka disiksa! Ah, Tuhan!”
Dia tidak menjelaskan sifat dari penderitaan mereka, namun rasa ngeri yang dia nyatakan dengan memikirkan mereka saja, telah membuatnya menghela napasnya dalam-dalam di dalam setiap langkahnya.
Dia berjalan melewati tempat-tempat yang kurang begitu gelap. Dan itu adalah lembah-lembah bagi jiwa-jiwa yang sederhana dan anak-anak yang tidak mau memperhatikan tingkah lakunya dan mereka tidak mau mengurangi banyak kesalahan mereka.
Siksaan mereka ini nampaknya lebih bisa ditanggungkan oleh mereka dari pada tempat-tempat Api Penyucian sebelumnya. Di situ hanya terdapat lautan es dan api yang saling terpisah.
Magdalen melihat bahwa jiwa-jiwa itu didampingi oleh malaikat pelindung mereka masing-masing, di mana hal ini sangat menguatkan mereka.
Namun Magdalen juga melihat setan-setan dalam wujud yang amat mengerikan yang semakin memperberat penderitaan mereka di situ.
Magdalen maju beberapa langkah lagi, dan dia melihat jiwa-jiwa yang malang. Dia berteriak: “Oh! Betapa amat mengerikan tempat ini! Penuh dengan setan-setan dan siksaan yang amat mengerikan. Oh Tuhanku, siapakah yang menjadi kurban dari siksaan yang amat kejam itu? Celaka! Mereka ditusuk dengan pedang yang tajam dan dipotong-potong.”
Magdalen menjelaskan bahwa mereka itu adalah jiwa-jiwa yang tingkah lakunya dikotori oleh kemunafikan.
Lebih jauh lagi Magdalen berjalan, dia melihat banyak sekali jiwa-jiwa yang nampak memar-memar, sepertinya mereka baru mendapatkan pukulan-pukulan pada dirinya.
Dan Magdalen sadar bahwa mereka adalah jiwa-jiwa yang tindak tanduknya tidak sabar dan tidak patuh selama kehidupan mereka.
Sementara memikirkan mereka itu, dengan segala penampilan dan keluhan-keluhan mereka, maka semua keadaan itu amat menimbulkan rasa belas kasihan dan rasa ngeri.
Sesaat kemudian Magdalen mengalami kejang-kejang dan berteriak keras dipenuhi dengan rasa ketakutan yang sangat.
Di hadapannya terdapatlah lembah kebohongan yang kini terbuka. Setelah memperhatikan tempat itu, dia berteriak: “Para pembohong ditahan di tempat ini yang berada disekitar neraka, dan penderitaan mereka amat berat sekali. Timah hitam yang cair dan panas nampak dituangkan ke dalam mulut mereka. Aku melihat mereka terbakar dan pada saat yang sama mereka juga merasa gemetar kedinginan.”
Lalu Magdalen pergi menuju penjara bagi jiwa-jiwa yang berdosa melalui kelemahan dan terdengar dia berseru: “Celakalah! Aku sudah mengira akan menemukan engkau di antara orang-orang yang berdosa karena sikap acuh, tetapi aku keliru. Ternyata kamu terbakar oleh api yang lebih besar.”
Lebih jauh lagi, dia melihat jiwa-jiwa yang melekat erat kepada barang-barang duniawi dan mereka melakukan dosa keserakahan.
“Begitu buta sekali!”, kata Magdalen, “Begitu mudahnya dia mencari kesenangan yang cepat berlalu dari dunia. Mereka yang semula kaya, tak bisa memuaskan dahaganya, dan mereka berada di sini bersama siksaan itu. Mereka mencair seperti logam di dalam perapian.”
Dari situ Magdalen berjalan menuju tempat di mana terdapat jiwa-jiwa yang di penjara yang dulunya mereka telah dikotori oleh sifat ketidak-murnian. Dia melihat mereka berada di dalam lembah yang berbau busuk dan penuh dengan penyakit sehingga menimbulkan rasa mual jika memandangnya. Segera Magdalen memalingkan wajahnya dari pemandangan yang amat menjijikkan itu.
Demi melihat orang-orang yang congkak dan penuh dengan ambisi pribadi, dia berkata: “Perhatikanlah mereka yang berharap untuk bersinar di hadapan manusia. Kini mereka dikutuk untuk hidup di dalam tempat yang gelap dan menakutkan ini.”
Lalu Magdalen diperlihatkan kepada jiwa-jiwa yang bersalah karena tidak mau berterima kasih kepada Tuhan. Mereka menjadi mangsa dari siksaan yang tak terkirakan bengisnya, di mana mereka di tenggelamkan di dalam timah hitam cair dan panas, karena sikap tidak berterima kasih mereka telah membuat kering sumber kesucian dalam diri mereka.
Akhirnya, di tempat yang terakhir, Magdalen diperlihatkan kepada jiwa-jiwa yang tidak termasuk pada kejahatan tertentu, karena semua kesalahan mereka itu dilakukan hanya dari saat ke saat saja, lebih ringan dari pada mereka yang melakukannya karena kebiasaan. Hal itu karena mereka tidak memiliki semangat untuk berdoa dan berjaga-jaga secara mencukupi, hingga mereka melakukan segala macam kesalahan yang kecil-kecil.
Magdalen mengatakan bahwa jiwa-jiwa itu ikut merasakan pemurnian-pemurnian dari segala macam kejahatan yang ada, namun dengan derajat yang lebih ringan.
Setelah mengunjungi tempat yang terakhir ini, Magdalen meninggalkan taman biara itu. Dia memohon kepada Tuhan untuk tidak lagi menjadi saksi dari peristiwa-peristiwa yang amat mengerikan dan menggetarkan hatinya itu, karena dia merasa tidak kuat lagi untuk menyaksikan hal itu.
Tetapi keadaan ekstasenya masih terus berlangsung dan di dalam berbicara dengan Yesus, dia mengatakan: “Katakanlah kepadaku, Tuhan, apakah rencana-Mu dengan mengungkapkan penjara-penjara yang amat mengerikan itu kepadaku, di mana hanya sedikit sekali yang kuketahui tentang tempat itu selama ini, dan semakin sedikit lagi yang kupahami! Ah! Kini aku tahu. Engkau berkehendak memberiku pengetahuan akan kesucian-Mu yang tak terbatas itu, dan membuatku merasa lebih jijik terhadap dosa sekecil apapun juga, di mana hal ini sangat membuat-Mu merasa benci sekali.”
Salah satu saudara perempuan di dalam iman telah meninggal dunia beberapa saat sebelumnya.
Ketika orang kudus itu sedang berdoa di hadapan Sakramen Terberkati, dia melihat jiwa dari wanita itu ke luar dari dalam bumi, yang saat itu masih tertahan di dalam lembah Api Penyucian. Dia diselimuti oleh suatu nyala api, di mana di balik api itu nampaklah wanita itu yang mengenakan jubah putih berkilauan yang melindunginya dari panasnya api itu. Wanita itu tinggal di kaki altar sekitar satu jam lamanya, sambil memuji Tuhan yang tersembunyi di dalam Ekaristi. Jam adorasi ini yang dilakukan oleh wanita itu dan disaksikan oleh Magdalen, merupakan penebusannya yang terakhir. Beberapa waktu telah berlalu, dia bangkit dan terbang ke Sorga.
Tak ada orang yang bisa luput dari pengadilan Allah Yang Maha Kuasa. Kebenaran Allah adalah tetap kebenaran, tidak peduli apakah kita percaya ataupun tidak.
(Sumber: Warta KPI TL No. 48/IV/2008; Renungan KPI TL Tgl 21 Februari 2008 & 6 Maret 2008, Dra Yovita Baskoro, MM).