Pages

Selasa, 03 November 2015

Allah itu Baik

Kecenderungan masyarakat ini, anak disekolahkan di tempat yang paling baik dengan harapan setelah lulus sekolah bisa mendapatkan pekerjaan yang baik (sejahtera/kaya raya). 

Hal ini tidak salah, tetapi ada yang kurang – anak secara tidak langsung dididik/didorong oleh orang tuanya untuk menjadi egois - hanya untuk memikirkan masa depannya sendiri saja.

Padahal pendidikan Katolik yang baik, menjadikan pribadi-pribadi di dalam keluarga menjadi Kristus-Kristus yang lain pada zaman ini (tidak memikirkan masa depannya sendiri saja).

Pada suatu hari ada seorang anak menulis nota dan nota itu diberikan pada ibunya.

Hari ini ibu berhutang
Untuk membereskan tempat tidur Rp 5.000,-
Untuk mandi cepat-cepat Rp 5.000,-
Untuk sarapan cepat-cepat dan pergi sekolah Rp 10.000,-
Untuk membantu ibu membersihkan dapur Rp 15.000,-
Untuk membantu ayah di kebun Rp 15.000,-
Jumlah total Rp 50.000,-

Ibunya geleng-geleng kepala, lalu membalas nota itu dan diberikan pada anaknya.

Untuk 9 bulan 10 hari di dalam perut gratis
Untuk beli susu gratis
Untuk kerewelan setiap malam gratis
Untuk sakit dan periksa ke dokter gratis
Untuk sekolah gratis

Ketika membaca nota ibunya, anak itu menangis. Karena dia menyadari bahwa ternyata apa yang diberikan oleh ibunya lebih besar daripada yang dihitung olehnya. Lalu dia menulis nota lagi yang berisi ‘lunas’.

Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal ... Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya (Yoh 3:16; 15:13).

Ada pengalaman saya yang menarik dan merupakan mujizat bagi saya. Pada saat menjelang Paskah 2003, saat bangun tidur, saya tidak bisa melihat apa-apa - hanya melihat coretan-coretan seperti TV yang rusak.

Saat itu saya membayangkan, bagaimana belum selesai study di Roma tetapi pulang-pulang buta.

Kemudian saya telpon Romo pimpinan saya, jawabnya: “Kamu ke Rumah Sakit saja.” Setelah sarapan saya diantar teman saya ke Rumah Sakit, saya memegang pundak teman saya seperti orang buta yang mengemis. 

Sesampainya di sana ternyata harus janji dulu dengan dokternya, 3 hari lagi baru dapat diperiksa mata kanan yang sakit itu.

Saya katakan pada perawat di resepsionis: “Kalau saya harus menunggu tiga hari lagi dan saya kalau buta, apakah kamu mau bertanggung jawab!” 

Akhirnya saya diperiksa, ditetesi obat mata dan pulangnya hanya diberi vitamin saja.

Menjelang Trihari Suci, saya pergi naik kereta dari Roma ke keuskupan, untuk membantu misa di paroki sana, walaupun Romo pimpinan mengatakan nggak usah pergi. 

Sesampai di sana saya mengatakan pada romo paroki kalau saya tidak bisa bantu misa malam Paskah karena tidak dapat membaca, mata saya sakit satu. Romo itu berkata: “Ya sudah, kamu misa sendiri dan malamnya pengakuan dosa.”

Setiap kali sebelum melakukan absolusi saya sebagai imam mengatakan pada yang pengakuan dosa: “Allah itu baik, tidak pernah menghukum, selalu mengampuni, dosamu sudah diampuni. Pergilah, jangan berbuat dosa lagi.” 

Pada saat saya menghadirkan Allah yang mengampuni orang yang berdosa, Allah memberikan yang terbaik juga pada saya. Tiba-tiba ketika di tengah-tengah pengakuan dosa, saya mulai bisa melihat sedikit demi sedikit yang mengakui dosa. Tepat di malam Paskah saya dapat melihat dengan jelas seperti biasanya.

Pada saat itu saya bersyukur bahwa Allah sangat baik, mujizat terjadi. Karena ketika mata saya sakit, saya tidak meminta Tuhan untuk menyembuhkannya, tetapi saya hanya pasrah dan berdoa ovisi seperti biasa, serta tetap mengerjakan tugas sebagai seorang imam.

Ketika kita sakit hati, rahmat Allah tidak turun, tetapi ketika kita membuka hati untuk mengampuni - menghadirkan kebaikan Allah dalam hidup kita pada orang lain dengan mewartakan puji-pujian dan bersyukur; Allah juga memberikan yang terbaik bagi kita, yaitu: keselamatan bagi perjalanan hidup kita.

Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna (Mat 5:48).

Marilah kita juga seperti Bapa, mempersembahkan secara cuma-cuma apapun talenta yang telah kita terima dari-Nya untuk gereja/masyarakat/untuk orang lain sehingga talenta tersebut berkembang dan kita mendapatkan rahmat yang lebih banyak lagi.

Ketika tangan kita terbuka, kita keluar sesuatu; tetapi kita juga menerima sesuatu dari Allah. Tetapi ketika tangan kita tertutup, kita tidak bisa menerima rahmat/rejeki yang akan diberikan Allah.

Marilah kita juga belajar dari persembahan seorang janda miskin (Mrk 12:41-44). Yang lain memberikan dari kelimpahannya tetapi janda ini memberi apa yang ada padanya.

(Sumber: Warta KPI TL No. 39/VII/2007; Renungan KPI TL Tgl 21 Juni 2007, Rm DR Agung MSF).