Kira-kira
setengah perjalanan, tiba-tiba timbul keinginannya untuk menyetir mobil karena
merasa jalanan sepi/aman. Akhirnya dia dan temannya bertukar tempat duduk.
Temannya menyerahkan kemudi tersebut karena merasa bukan mobilnya.
Beberapa
saat kemudian dia mengambil keputusan yang salah pada saat mendahului kendaraan
di depannya. Tiba-tiba dari arah depan datang sebuah bis yang melaju dengan
kencang. Karena belum terlalu mahir, dia
panik dan terjadi kecelakaan yang dahsyat (pemuda yang memiliki mobil
itu meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit).
Ada
pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa ini:
Setiap kali kita ingin mengendalikan sendiri kehidupan ini, kita akan menjumpai kerusakan-kerusakan/menderita yang luar biasa dalam kehidupan ini. Jadi jangan sekali-kali bertukar tempat duduk meskipun hanya sebentar dalam mengemudikan kehidupan ini (berbahaya), karena akan terjadi kecelakaan yang berakibat fatal.
Jadi serahkan kursi kemudi kehidupan pada ahlinya (Tuhan). Karena hanya Tuhanlah yang tahu bagaimana mengemudikan kehidupan kita dengan aman (tahu masa depan/tahu di belakang yang mengejar-ngejar kita). Karena orang stres bukan karena yang ada di depannya tetapi dibelakangnya. Misalnya: punya hutang banyak.
Memang menyerahkan kemudi kehidupan pada Tuhan Yesus tidak gampang, selalu ada konflik batin. Tetapi pada saat kita menyerahkan kemudi tersebut pada-Nya, kita akan merasakan sebuah perjalanan yang panjang berliku-liku/menderita tapi indah pada waktunya.
Aku hidup, tapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku (Gal 2:19-20)
(Sumber: Warta KPI TL No. 37/V/2007; Renungan KPI TL Tgl 5 April 2007, Dra Yovita Baskoro, MM).
Setiap kali kita ingin mengendalikan sendiri kehidupan ini, kita akan menjumpai kerusakan-kerusakan/menderita yang luar biasa dalam kehidupan ini. Jadi jangan sekali-kali bertukar tempat duduk meskipun hanya sebentar dalam mengemudikan kehidupan ini (berbahaya), karena akan terjadi kecelakaan yang berakibat fatal.
Jadi serahkan kursi kemudi kehidupan pada ahlinya (Tuhan). Karena hanya Tuhanlah yang tahu bagaimana mengemudikan kehidupan kita dengan aman (tahu masa depan/tahu di belakang yang mengejar-ngejar kita). Karena orang stres bukan karena yang ada di depannya tetapi dibelakangnya. Misalnya: punya hutang banyak.
Memang menyerahkan kemudi kehidupan pada Tuhan Yesus tidak gampang, selalu ada konflik batin. Tetapi pada saat kita menyerahkan kemudi tersebut pada-Nya, kita akan merasakan sebuah perjalanan yang panjang berliku-liku/menderita tapi indah pada waktunya.
Aku hidup, tapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku (Gal 2:19-20)
(Sumber: Warta KPI TL No. 37/V/2007; Renungan KPI TL Tgl 5 April 2007, Dra Yovita Baskoro, MM).