Bukan suatu rahasia bahwa Alkitab itu bukanlah suatu buku yang mudah, bahkan seringkali kita frustasi karena tidak mampu memahami perikop atau ayat-ayat tertentu.
Nubuatan-nubuatan dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuatan dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah ( 2 Ptr 1:20-21)
Sebagai akibat dari kekuatiran akan penafsiran pribadi yang terlalu bebas, Gereja Katolik sejak Konsili Trente membatasi pembacaan dan penafsiran Alkitab oleh kaum awam, kecuali bagi mereka yang mengenal seluk beluk Alkitab. Akibatnya umat dijauhkan dari Alkitab.
Namun sekarang keadaan seperti itu sudah banyak berubah sejak adanya angin baru yang menghembusi Konsili Vatikan II.
Gereja Katolik percaya bahwa kuasa menafsir Alkitab secara resmi dan benar ada di tangan Magisterium dengan pendasaran sebagai berikut: Sabda Allah itu perlu diteruskan dengan setia kepada umat manusia di segala zaman.
Oleh sebab itu diperlukan Gereja Kristus untuk menjaga harta iman. Untuk tujuan inilah maka ada pimpinan suci dalam Gereja yang mrempunyai Kuasa Mengajar (Magisterium - Paus dalam persatuan dengan semua uskup yang menjadi pewaris sah kuasa Petrus dan para rasul).
Mereka itulah yang mendapat bimbingan khusus dari Roh Kudus untuk memelihara dan menafsirkan Sabda Allah secara benar.
Para penafsir harus sadar akan keterbatasan akal budi manusia dalam menafsirkan Alkitab. Namun ini tidak berarti bahwa mereka tidak boleh menafsirkan Alkitab secara pribadi, atau bahwa mereka menerima semua tafsiran Magisterium begitu saja secara pasif.
Sebaliknya, diakui bahwa para penafsir itu menyumbangkan studi mereka kepada Magisterium, agar Magisterium bisa mengambil keputusan-keputusan yang lebih matang (Dei Verbum 12).
Manakah tafsiran pribadi yang ditolak Gereja? Tafsiran-tafsiran yang bertentangan dengan pokok-pokok iman yang harus dipelihara oleh Gereja. Misalnya: Roti dan anggur di dalam Sakramen Ekaristi tidak sungguh –sungguh diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, melainkan hanya berfungsi sebagai lambang dari kehadiran Yesus.
(Sumber: Warta KPI TL No. 23/III/2006; Bolehkah Menafsirkan Alkitab Secara Pribadi?, Mempertanggungjawabkan iman Katolik buku kesatu).