Jika "kekayaan" bisa membuat orang bahagia, tentunya Adolf Merckle, orang terkaya dari jerman, tidak akan menabrakkan badannya ke kereta api.
Jika "ketenaran" bisa membuat orang bahagia, tentunya Michael Jackson, penyanyi terkenal di USA, tidak akan meminum obat tidur hingga overdosis.
Jika "kekuasaan" bisa membuat orang bahagia, tentunya G. Vargas, presiden Brazil, tidak akan menembak jantungnya.
Jika "kecantikan" bisa membuat orang bahagia, tentunya Marilyn Monroe, artis cantik dari USA, tidak akan meminum alkohol dan obat depresi hingga overdosis.
Jika "kesehatan" bisa membuat orang bahagia, tentunya Thierry Costa, dokter terkenal dari Perancis, tidak akan bunuh diri, akibat sebuah acara di televisi.
Ternyata, "bahagia atau tidaknya hidup seseorang itu" bukan ditentukan oleh seberapa kayanya, tenarnya, kuasanya, cantiknya, sehatnya atau se-sukses apapun hidupnya. Tapi yang bisa membuat seseorang itu bahagia adalah "sikap hati orang itu sendiri", mau-kah ia mensyukuri semua yang sudah dimilikinya dalam segala hal.
Kalau kebahagiaan "bisa dibeli", pasti orang-orang kaya akan membeli kebahagiaan itu dan kita akan sulit mendapatkan kebahagiaan karena sudah di-borong oleh mereka.
Kalau kebahagiaan itu "ada di suatu tempat", pasti belahan lain di bumi ini akan kosong karena semua orang akan ke sana berkumpul di mana kebahagiaan itu berada.
Untungnya "kebahagiaan itu berada di dalam hati setiap manusia". Jadi, kita tidak perlu membeli atau pergi mencari susah payah kebahagiaan itu.
Yang kita perlukan adalah "HATI yang BERSIH dan IKHLAS" serta "PIKIRAN yang JERNIH", maka kita bisa merasakan BAHAGIA itu kapan pun, di manapun dan dengan kondisi apapun." KEBAHAGiAAN itu milik "orang-orang yang pandai BERSYUKUR".