Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya
Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)
Penanggalan liturgi
Senin, 3 September 2018: Pw St. Gregorius Agung, Paus dan Pujangga Gereja - Tahun B/II (Putih)
Bacaan: 1 Kor 2:1-5; Mzm 119:97, 98, 99, 100, 101, 102; Luk 4:16-30; Ruybs.
Senin, 2 September 2019: Hari Biasa XXII - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: 1 Tes 4:13-17a; Mzm 96:1, 3, 4-5, 11-12, 13; Luk 4:16-30
Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab.
Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: (3) "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang."
Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya."
Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya, lalu kata mereka: (1) "Bukankah Ia ini anak Yusuf?" Maka berkatalah Ia kepada mereka: "Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!"
Dan kata-Nya lagi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya. Dan Aku berkata kepadamu, dan kata-Ku ini benar: Pada zaman Elia terdapat banyak perempuan janda di Israel ketika langit tertutup selama tiga tahun dan enam bulan dan ketika bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri. Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah Sidon. Dan pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di Israel dan tidak ada seorang pun dari mereka yang ditahirkan, selain dari pada Naaman, orang Siria itu."
(2) Mendengar itu sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu. Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu. Tetapi Ia berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi.
Renungan
1. Asal penolakan terhadap kebenaran
(1, 2) Setiap bentuk penolakan terhadap kebenaran berasal dari berkuasanya dosa dalam hati manusia. Dosa berkarya dalam seluruh kelicikan dan tipu muslihatnya untuk menjauhkan manusia dari kabar sukacita.
Jika kuasa dosa merasuk dalam kehidupan keluarga maka yang terjadi adalah suami menolak setiap kebenaran, istri membenci kebenaran dan anak-anak mengesampingkan kebenaran.
Barangsiapa tidak mampu mengasihi, menghormati dan menghargai mereka yang setiap hari hidup dan bekerja bersama, maka sikap terhadap yang lain pasti akan menindas atau melecehkan.
Sebaliknya barangsiapa mampu mengasihi, menghormati dan menghargai mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama, maka terhadap yang lain pasti akan membahagiakan dan menyelamatkan.
Masing-masing dari kita dapat hidup, tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya pada saat ini karena jasa, kebaikan dan kasih dari mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama dengan kita. Maka hendaknya kita senantiasa berterima kasih dan bersyukur dengan mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama.
2. Tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya
(3) Mengawali karya pelayanan-Nya, Yesus mengutip nubuat Nabi Yesaya. Nubuat ini tentang kedatangan Mesias, yang memberikan banyak harapan bagi orang-orang Israel. Setidak-tidaknya, ada tanda bahwa Tuhan tidak meninggalkan mereka.
Kutipan ini familier di telinga orang-orang Yahudi, namun mereka tidak begitu saja menerima. Karena mereka tidak melihat perwujudan nubuatan tetapi mempersoalkan pelakunya, yaitu Yesus anak Yusuf (1, 2).
Yesus tetap teguh pada pewartaan-Nya, karena di sini manusia menemukan makna hidup. Jadi, hanya di dalam Kristus kita berharap untuk meraih kepenuhan makna hidup.