Sebagai pribadi yang beriman dewasa, Maria selalu membimbing dan menuntun Yesus dalam masa pertumbuhan-Nya. Meskipun ada perbedaan yang seringkali menimbulkan kesalahpahaman, ia selalu menempatkan Yesus sebagai pusat dari perhatiannya dengan mengesampingkan kebutuhan-kebutuhan diri sendiri.
Marilah kita belajar dari Lukas 2:41-52:
[41-42] Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah. Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu.
» Tiga kali setahun setiap orang laki-laki Yahudi dewasa harus menghadap hadirat Tuhan di Yerusalem (Kel 23:14-17; 34:23; Ul 16:16). Namun tidak sedikit perempuan-perempuan saleh juga pergi ke Yerusalem (1 Sam 1:7).
Persekutuan dalam hidup keluarga belum sempurna tanpa persekutuan dalam ibadah bersama. Maria menyadari hal ini. Oleh karena itu ia menemani Yusuf pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah. Peziarahan ke tempat suci seperti ini merupakan upaya untuk semakin belajar tentang iman.
Persekutuan dalam hidup keluarga belum sempurna tanpa persekutuan dalam ibadah bersama. Maria menyadari hal ini. Oleh karena itu ia menemani Yusuf pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah. Peziarahan ke tempat suci seperti ini merupakan upaya untuk semakin belajar tentang iman.
Yang lazim dilakukan oleh orang tua Yahudi pada waktu itu:
- Ketika masih bayi hingga disapih diasuh oleh ibunya.
- Sesudah disapih kemudian diasuh oleh ayahnya. Yusuf mempersiapkan Yesus sebaik-baiknya agar benar-benar dewasa secara fisik maupun secara rohani, maka ia memperhatikan bukan saja segi fisik (perkembangan dan kesehatan tubuh), melainkan juga kecerdasan (otak), pengolahan batin (perasaan dan emosi), rasa religious (agama) dan segi sosial. Maka Yusuf mengajari Yesus bukan hanya Hukum Taurat, tetapi juga melatih-Nya berpuasa dan mengajak-Nya ikut perayaan-perayaan di Yeusalem.
- Pada usia dua belas tahun anak laki-laki Yahudi dinyatakan secara resmi sebagai anggota masyarakat dewasa melalui upacara inisiasi yang disebut Bar Mitzvah (artinya “anak ajaran Taurat”), maksudnya anak yang hidupnya diarahkan untuk mentaati Hukum Taurat.
Sejak menerima upacara inisiasi anak bisa berperan penuh dalam jemaat, ambil bagian secara penuh dalam perayaan Paskah atau ibadat lainnya. Mereka bertanggungjawab penuh dalam mentaati Hukum Taurat, oleh karena itu, agar memahami Taurat dengan baik, mereka pun mulai diterima dalam sekolah Taurat.
[43-45] Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya. Karena mereka menyangka bahwa Ia ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan mereka. Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia.
» Jarak dari Nazaret ke Yersalem cukup jauh, sekitar 150 km atau empat hari perjalanan. Biasanya dalam melakukan ziarah suci, penduduk sebuah desa pergi bersama-sama dalam suatu rombongan. Rombongan anak-anak paling depan, kemudian rombongan perempuan, disusul dengan rombongan laki-laki.
Mereka akan bertemu di suatu tempat perhentian atau penginapan yang mereka sepakati. Berjalan dalam rombongan seperti ini sangat berguna bukan saja untuk perlindungan atau keamanan, melainkan juga memberi kenyamanan karena ada teman seperjalanan dan teman ngobrol yang membuat perjalanan jauh yang berat dan meletihkan menjadi kurang terasa.
Terlebih bagi anak-anak, perjalanan ini merupakan kesempatan bagi mereka untuk bermain bersama, bersosialisasi, beradaptasi dengan lingkungan dan teman-teman seperjalanan. Mereka belajar bagaimana menghargai teman, melepaskan ego, peduli pada teman dan memperlakukan orang lain secara benar. Jadi, Yusuf mengajak Yesus untuk mengembangkan jiwa-Nya dalam segi sosial.
Yusuf menyangka Yesus berada di rombongan anak-anak atau rombongan ibu-Nya, sedangkan Maria menyangka Yesus berada di rombongan anak-anak atau rombongan bapak-Nya.
Komunikasi dalam keluarga sangat penting, tiada komunikasi dapat mengakibatkan salah pengertian yang berujung malapetaka. Memberikan keleluasaan kepada anak itu memang baik asalkan diiringi dengan komunikasi yang baik agar anak tidak lepas kendali.
[46-47] Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya.
» Di pelataran Bait Allah ada banyak kelompok sekolah Taurat, Ia berpindah-pindah dari satu kelompok ke kelompok lain. Begitu asyiknya sampai-sampai Ia lupa pulang dan tidak menyadari bahwa orang tua-Nya sudah pulang ke Nazaret.
Sudah menjadi kebiasaan bahwa pada Hari Raya dan hari Sabat, Mahkamah Agung dan para alim ulama, yakni para nabi memberi pengajaran teks-teks Kitab Suci yang menunjukkan kehendak dan rencana Allah kepada para peziarah. Metode pengajaran yang dipakai umumnya dialog: peziarah bertanya dan mereka menjawab. Saat-saat itu dipakai Yesus untuk berdiskusi dengan ahli agama dan Kitab Suci.
[48] Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: "Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau."
» Maria menganggap apa yang Yesus perbuat tidak benar karena telah membuat orang tua-Nya cemas. Maria mengingatkan Yesus akan kewajiban-Nya terhadap Yusuf, bapa-Nya. Kata-kata Maria menunjukkan betapa mereka mencintai Yesus dan peduli pada-Nya.
[49-52] Jawab-Nya kepada mereka: (1) "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?"
Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka. Lalu (3) Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan (2) ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya. Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.
» (1) Jawaban Yesus cukup mengejutkan, bahkan sangat mengecewakan. Namun sesungguhnya jawaban-Nya mengingatkan Maria akan kewajiban-Nya terhadap “Bapa-Nya”, yakni: Allah (Luk 1:35).
(2) Berkat kerendahan hatinya (Luk 1:38 – Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan), Maria mampu menjadi pribadi yang reflektif, menyimpan semua misteri itu dalam hatinya dan merenungkannya dalam-dalam sembari terus berusaha menemukan rencana terindah Tuhan bagi dirinya dan Anaknya.
Di hadapan misteri dan kenyataan yang membingungkannya, iman Maria terus dimurnikan dan kian menjadi suci karena menempatkan Tuhan sebagai pusat dari dirinya.
(3) Sebagai anak mau mengalah kepada orang tua karena rasa hormat dan keinginan membahagiakan kedua orang tua-Nya. Sebelum memulai perutusan yang penuh dalam usia 30 tahun, Yesus hidup dan tinggal bersama Bunda Maria dan Bapak Yusuf. Masa-masa dalam asuhan bunda-Nya ini adalah masa-masa yang jauh lebih lama daripada pelayanan Yesus yang hanya tiga tahun. Walaupun masa yang amat panjang ini tidak tercatat dengan detail dalam Injil (Yoh 20:31), kita percaya bahwa masa-masa inilah yang menjadi dasar akan kedewasaan sikap dan iman Yesus dikemudian hari.
Bersama Maria, marilah kita memurnikan hati kita dengan senantiasa merenungkan rencana Allah yang terindah dalam hidup kita setiap kali keadaan yang membingungkan, mengejutkan dan yang sulit kita mengerti menimpa kita. Bukannya kita lantas kecewa, mengumpat-umpat Tuhan, atau putus asa, tetapi pengalaman yang menyentak hati dan jiwa kita menjadi momentum pemurnian diri agar semakin selaras dengan kehendak Allah.
(Sumber: Warta KPI TL No. 166/II/2019 » Bersama Bunda Maria, menjadi semakin dewasa dalam iman, Pendalaman iman bulan Rosario 2018).