Pages

Selasa, 25 Desember 2018

Relationship



Apa dasar relationshipmu? Love atau Lust? Cinta atau hawa nafsu?

Sebelum kita memulai renungan hari ini, saya ingin kita semua membaca 2 Sam 13:1-16. Ini mungkin akan menjadi salah satu kisah teraneh yang akan pernah kalian baca di Alkitab, tetapi Tuhan ingin memberikan sebuah pelajaran yang sangat penting kepada setiap dari kita melaluinya. Jadi jangan lupa baca 2 Sam 13:1-16 dulu sebelum lanjut.

Saya ingin memulai renungan hari ini dengan sebuah ilustrasi. Apakah kalian pernah meminum coca-cola kalengan menggunakan sedotan? Sedotannya bergerak terus kan? Sedotannya seperti ingin melompat keluar kan? Bagaimana jika saya memberitahukan sebuah life-hack kepada kalian:


Jadi ternyata selama ini, pada kaleng coca-cola (dan kaleng-kaleng soda lainnya) ada sebuah fitur untuk menahan sedotan agar sedotan itu tidak bergerak kesana dan kesini. Saya yakin kebanyakan dari kita tidak mengetahui fungsi tersebut sebelumnya. Lucu bukan? Kita sudah beratus-ratus kali minum minuman kaleng seperti Fanta, Pepsi, Coca-cola, dan lain-lain, tetapi kita tidak pernah mengetahui fungsi itu sebelumnya.

Begitu pula dengan hal relationship. Kebanyakan dari kita telah melihatnya atau bahkan merasakannya. Kita seringkali berpikir bahwa kita mengerti segalanya yang perlu kita ketahui dari relationship. Namun padahal, banyak orang yang melewati fungsi sesungguhnya dari relationship; maka itu banyak yang memiliki relationship yang tidak berjalan dengan baik dan yang akhirnya berakhir pada kehancuran.

Masalah terbesar di dalam relationship adalah kebanyakan orang mengatakan “I’m in Love,” padahal sebenarnya mereka mengatakan “I’m in Lust.” Jadi apa perbedaan dari Love dengan Lust?

Lust (hawa nafsu) adalah menggunakan seseorang sebagai alat untuk memuaskan hawa nafsu sendiri. Lust adalah berpikir, “Tujuan-mu adalah untuk memuaskan diri-ku.” Ini adalah sebuah pegangan yang salah dalam relationship bukan? Dimana relationship seharusnya memiliki tujuan untuk membangun satu sama lain, dan bukan malah memuaskan nafsu satu sama lain.

Sekarang kita ingin melihat sedikit deskripsi dari Love (kasih) menurut Alkitab:

“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.” (1 Kor 13:4-7)

Love adalah tentang memberi, sedangkan Lust adalah tentang mengambil


Seperti melalui kisah yang kita baca di 2 Sam 13 tadi, Amnon merasa dirinya sangat mengasihi Tamar. Dia tidak dapat berhenti memikirkan Tamar. Maka itu, Amnon meminta Tamar untuk menemuinya. Setelah Tamar datang ke kamarnya, Amnon memaksa Tamar untuk tidur dengannya - dia berpikir bahwa dia menginginkan Tamar karena dia begitu cinta dengan Tamar. 

Namun ternyata, setelah itu, Amnon malah membenci Tamar- ”Kemudian timbullah kebencian yang sangat besar pada Amnon terhadap gadis itu, bahkan lebih besar benci yang dirasanya kepada gadis itu dari pada cinta yang dirasanya sebelumnya. Lalu Amnon berkata kepadanya: “Bangunlah, enyahlah!” (2 Sam 13:15)

Aneh bukan? Amnon yang awalnya seperti sangat mengasihi dan mengingini Tamar, tiba-tiba berubah jadi membenci Tamar. Dan Alkitab bahkan mengatakan bahwa kebenciannya melebihi kasihnya yang sebelumnya. Bukankah ini yang seringkali terjadi di dalam relationship yang dimiliki oleh orang-orang dunia?

Berapa banyak pasangan yang awal masuk relationship kelihatan sangat sweet dan tidak dapat terpisahkan, tetapi setelah beberapa tahun, mereka tiba-tiba berubah menjadi dua orang yang saling membenci satu sama lain. 


Berapa banyak orang-orang yang masuk ke dalam pernikahan dan memutuskan untuk tinggal bersama, tetapi pada akhirnya bercerai dan tidak ingin melihat satu sama lain lagi selamanya. Dari ‘sangat mengasihi’ berubah menjadi ‘sangat benci.’ Mengapa ini bisa terjadi?

Kebenarannya adalah: Mungkin saja ‘kasih’ yang mereka anggap kasih itu, sebenarnya bukanlah kasih, melainkan nafsu. Mungkin saja yang sebenarnya dimiliki oleh mereka bukanlah LOVE yang dideskripsikan oleh Rasul Paulus di 1 Kor 13, melainkan LUST.

Yohanes 3:16 mengatakan, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Yesus mengatakan bahwa karena Tuhan begitu mengasihi kita, Dia MEMBERI. Mengasihi adalah tentang memberi, bukan mengambil.

Jika di dalam relationship-mu, yang kamu inginkan adalah mengambil, mengambil, dan mengambil - saya berani jamin, relationship-mu tidak akan berjalan dengan lancar dan pada akhirnya akan berakhir pada kehancuran. 


Namun, jika di dalam relationship-mu, yang kamu inginkan adalah memberi, memberi, dan memberi - saya yakin relationship-mu akan berjalan lebih baik dan kemungkinan besar akan bertahan.

Jika relationship kita sebenarnya didasari oleh LUST, relationship kita pasti nantinya akan runtuh. Tetapi jika relationship kita sebenarnya didasari oleh LOVE, relationship kita pasti nantinya akan bertahan.

Relationship yang benar bukanlah tentang dua orang yang berharap akan dipuaskan satu dengan yang lain, melainkan relationship yang benar adalah tentang dua orang yang saling memberi yang terbaik kepada satu sama lain.


Yang mampu memuaskan kita di dalam hidup bukanlah pasangan kita! Melainkan hanya Tuhan! Jika kamu masih bersikeras meminta kepuasan dari pasanganmu, maka Goodluck, semoga kamu berhasil. Saya hanya dapat mengingatkan bahwa tidak ada yang dapat memuaskan di dalam hidup kecuali Tuhan. 


Jika dirimu sudah dipenuhi dan dipuaskan oleh Tuhan, barulah kamu juga dapat memberikan kasih yang sesungguhnya kepada pasanganmu. Semakin dekat hubunganmu dengan Tuhan, semakin kamu dapat mengasihi pasanganmu dengan unconditional love, semakin kamu dapat memberi tanpa meminta imbalan, dan semakin kamu dapat menghargai relationship kamu.

Ketika dunia mengatakan LOVE, yang mereka maksudkan adalah LUST. Tetapi ketika Tuhan mengatakan LOVE, yang Tuhan maksudkan adalah unconditional love—mengasihi sebagaimana Dia telah mengasihi kita. Kasih yang memberi, kasih yang tidak meminta imbalan, dan kasih yang bertahan hingga akhir.



Nafsu terasa seperti cinta sampai tiba saatnya untuk berkorban. Keinginan cinta adalah memberi, tetapi keinginan nafsu adalah mengambil.


3 mentalitas untuk memiliki relationship yang benar

Jika kita membaca Alkitab, kita akan menemukan hikmat-hikmat yang sangat luar biasa dan yang sangat mampu mengubah hidup kita. Maka itu sangatlah penting untuk membaca Alkitab setiap hari jika kita ingin memiliki hidup yang lebih baik

Dan sebenarnya, pelajaran-pelajaran dari Alkitab bukan hanya berguna untuk kehidupan personal kita, melainkan juga sangat berguna untuk kehidupan relationship setiap dari kita. 

Setelah membaca Alkitab, saya mendapatkan tiga pelajaran penting yang menurut saya sangatlah berguna untuk kehidupan relationship setiap dari kita. Berikut adalah tiga mentalitas yang harus kita miliki di dalam relationship:

1. Memberi dan bukan mengambil

“Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” (Kisa 20:35)

Permasalahan yang kebanyakan pasangan miliki adalah, mereka berpikir relationship adalah tentang, “Kamu sekarang adalah milikku, sehingga kamu harus memberikanku yang terbaik.” Padahal seharusnya relationship adalah tentang, “Aku sekarang adalah milikmu, sehingga aku akan memberikanmu yang terbaik.”

Ingatlah apa yang Tuhan sering katakan tentang kasih. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan (memberi) Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16). Kasih adalah tentang memberi.

Relationship yang bertahan bukanlah relationship yang berisikan dua orang yang saling meminta, meminta, dan meminta; melainkan, relationship yang bertahan adalah relationship yang berisikan dua orang yang saling memberi, memberi, dan memberi. 

Percaya deh, kalimat “lebih berbahagia memberi daripada menerima” bukanlah sekedar sebuah kalimat cantik yang bisa kita post di Instagram, melainkan merupakan pegangan hidup yang dapat sungguh-sungguh membuat hidup kita menjadi lebih baik.

2. Tuhan dan bukan hawa nafsu

Yang sudah berada di dalam relationship, ayo coba cek - dasar, alasan, dan tujuan relationship kamu apa sih? Apakah Tuhan? Ataukah hawa nafsu?

Ingatlah bahwa Tuhan tidak akan memberkati dan tidak akan menyertai hubungan yang dikuasai oleh hawa nafsu. Jika kita memiliki relationship yang dikuasai oleh hawa nafsu dan bukan Tuhan, tentu pada akhirnya kita hanya akan bertemu dengan kehancuran. 

Banyak relationship yang pada akhirnya hancur karena dasar, alasan, dan tujuannya salah. Jika kamu ingin memiliki relationship yang mampu bertahan hingga akhir, kamu harus membangunnya pada fondasi yang tepat, yaitu fondasi yang dinamakan Tuhan. Lebih dari itu, kamu juga harus berjalan menuju tujuan yang tepat pula, yaitu tujuan yang dinamakan memuliakan Tuhan.

“Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam RELATIONSHIP-MU. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga RELATIONSHIP-MU tidak berbuah, jikalau RELATIONSHIP-MU tidak tinggal di dalam Aku.

Akulah pokok anggur dan RELATIONSHIP-MUlah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku RELATIONSHIP-MUtidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.” (Yohanes 15:4-6) 

3. Kasih karunia dan bukan hukum Taurat

Hukum taurat mengatakan bahwa hukuman akan datang bila kesalahan dilakukan. Tetapi kasih karunia mengatakan bahwa pengampunan tersedia bahkan ketika kesalahan dilakukan. Relationship yang baik adalah relationship yang memegang kasih karunia dan bukan hukum taurat.

Tentu ketika pasangan kita melakukan kesalahan, kita memiliki hak untuk marah. Namun, jangan sampai kita malah menghujat, memukul, dan menghukum. Ketika pasangan kita melakukan kesalahan, lebih baik kita mengoreksi dengan baik-baik (di dalam kasih). Seperti yang saya suka katakan: “Penghakiman tidak pernah dapat mengubah apa-apa, tetapi kasih dapat mengubah segalanya.”

“Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” (Yoh 3:17)

Ingatlah bahwa Tuhan Yesus pun menyelamatkan kita bukan dengan penghakiman, melainkan dengan kasih. Maka itu, selamatkanlah juga relationshipmu bukan dengan penghakiman, melainkan dengan kasih.


Relationship goals pengikut Kristus

Saya yakin setiap dari kita sudah sering mendengar atau mengatakan sebutan relationship goals. Relationship goals biasanya kita tujukan kepada sebuah pasangan yang kelihatannya sweet banget, lengket banget, atau cocok banget. 

Namun, melalui pengalaman saya, saya menemukan banyak sekali pasangan-pasangan yang dulunya pernah disebut-sebut sebagai relationship goals malah akhirnya berakhir tragis. Mereka yang dulunya terlihat sweet, lengket, dan cocok, kini malah terlihat sebagai dua orang yang sudah tidak mengenal satu sama lain. 

Apa yang terjadi? Jadi apakah relationship seperti itukah yang kita ingin sebut sebagai relationship goals kita? Sebuah relationship yang hanya terlihat mengasikkan di awal tetapi berakhir dalam kehancuran?

Pada renungan hari ini, kita ingin belajar akan apa yang dinamakan relationship goals sejati. Bukan relationship goals yang sering dibicarakan oleh dunia, melainkan relationship goals yang sering dibicarakan di Alkitab. Jadi seperti apakah relationship goals yang benar menurut Alkitab? Untuk mengetahuinya, kita harus terlebih dahulu membahas tentang kasih yang benar.

Alkitab mengatakan bahwa hal terpenting yang harus kita miliki adalah kasih. Kasih yang Alkitab bicarakan ini bukanlah kasih yang bersyarat seperti yang dunia miliki, melainkan kasih yang tidak bersyarat seperti yang Tuhan miliki.


“Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian. Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak.

Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.” (Lukas 6:33-35)

Dunia mungkin mengajak kita untuk berbuat baik hanya kepada orang yang berbuat baik kepada kita; namun Tuhan mengajak kita untuk berbuat baik juga kepada orang yang berbuat jahat kepada kita. 

Dunia mungkin mengajak kita untuk hanya mengampuni orang yang mampu menebus kesalahannya; namun Tuhan mengajak kita untuk juga mengampuni orang yang kelihatannya tidak layak sama sekali untuk diampuni. 

Dunia mungkin mengajak kita untuk hanya memberi kepada orang yang mampu membalas pemberian kita; namun Tuhan mengajak kita untuk juga memberi kepada orang yang tidak mampu memberikan apa-apa kepada kita.

Ini lah kasih yang harus kita pegang di dalam relationship kita, kasih yang tidak bersyarat - kasih yang tidak ditentukan oleh performa yang dikasihi, melainkan kasih yang ditentukan oleh komitmen yang mengasihi.

Kebenarannya, sewaktu-waktu pasangan kita pasti akan gagal memenuhi ekspektasi kita, dan sewaktu-waktu kita pun pasti akan gagal memenuhi ekspektasi pasangan kita. Dan ketika hal ini terjadi, kasih bersyarat tidak akan mampu mempertahankan relationship yang ada. Namun, kasih yang tidak bersyarat pasti mampu mempertahankannya.

Ketika kasih yang bersyarat mengatakan, “Aku sudah tidak mengasihimu karena . . . “

Kasih yang tidak bersyarat mengatakan, “Aku tetap mengasihimu meskipun . . . “

Ini lah kasih yang Tuhan selalu bicarakan dan kasih yang Tuhan telah demonstrasikan kepada kita. “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kitaketika kita masih berdosa” (Rm 5:8). Dalam kata lain, Tuhan mengasihi kita, bahkan ketika kita tidak layak mendapatkan kasih-Nya sama sekali.

Dan seperti ini lah kasih yang Tuhan ingin agar kita miliki dan kita berikan kepada pasangan kita. “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh 15:12). Relationship goals yang tepat adalah sebuah relationship yang memiliki kasih yang tidak bersyarat seperti yang diajarkan oleh Tuhan.

Relationship goals yang tepat adalah relationship yang memiliki Tuhan sebagai pusatnya.

Relationship yang tepat adalah relationship antara dua orang yang mengasihi Tuhan, dimana Tuhan adalah kepala relationshipnya. Ini sangatlah penting, karena jika relationship tidak dipimpin oleh Tuhan, berarti ada hal lain yang memimpinnya; dan biasanya hal lain ini adalah hawa nafsu. Dan kita semua tahu bahwa hawa nafsu tidak akan pernah dapat mempertahankan relationship yang sehat, melainkan hanya akan menjadi parasit yang merengut habis kesehatan dari sebuah relationship.

Satu-satunya cara agar sebuah relationship dapat bertahan dengan sehat adalah jika Tuhan yang memimpin relationship tersebut. Alkitab mengatakan berkali-kali bahwa Tuhan adalah kasih. Maka itu, tidak mungkin ada sebuah pasangan yang dapat sungguh-sungguh mengasihi sesama dengan benar jika Yesus bukanlah kepala dari relationship mereka.

Berikut adalah hal-hal yang sebuah pasangan dapat lakukan agar relationshipnya terus berjalan di bawah pimpinan Tuhan:

- Berdoa dan membaca Alkitab bersama sebelum tidur.

- Mendoakan satu sama lain agar dapat lebih dekat dengan Tuhan.

- Mengingatkan satu sama lain untuk terus mengikuti ajaran Tuhan.

Kebenarannya, seseorang yang sudah mengenal Tuhanmengasihi Tuhan, dan menjadikan Tuhan sebagai pusat dari hidupnyapasti akan memiliki pemikiran dan sikap hati yang benar di dalam relationship


Dia tidak akan mencari kepuasan dari pasangannya, melainkan sudah menemukan kepuasan dari Tuhan. Sehingga, dia juga dapat mengasihi pasangannya dengan kasih yang meluap dan sejati yang telah dia miliki dari Tuhan. Maka itu, sangat penting untuk terus melibatkan Tuhan di dalam relationship kalian.

(Sumber: @gracedepth)