Selasa, 23 Oktober 2018

20.22 -

Luk 12:35-38

Sarapan Pagi
  Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,  
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Selasa, 23 Oktober 2018: Hari Biasa XXIX - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: Ef 2:12-22; Mzm 85:9ab-10, 11-12, 13-14; Luk 12:35-38

Selasa, 22 Oktober 2019: Hari Biasa XXIX - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: Rm 5:12, 15b, 17-19, 20b-21; Mzm 40:7-8a, 8b-9, 10, 17; Luk 12:35-38


Hendaklah (1) pinggangmu tetap berikat dan (3) pelitamu tetap menyala. Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang (4) menanti-nantikan tuannya yang pulang dari (2) perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya. 

(5) Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka. Dan apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka. 


Renungan


1. Menantikan Tuhan dengan setia dan berjaga-jaga

(1) Di zaman itu, cara berpakaian: mengenakan satu jubah luar yang panjang sampai menutup kaki. Ketika seorang hamba dikatakan siap untuk melayani dia harus menggulung jubah luar tersebut dan mengikatkannya di pinggang. Dengan demikian ia akan lebih bebas bergerak untuk melayani tuannya. Di zaman itu belum ada listrik dan lampu sehingga yang menjadi sumber terang pada malam hari adalah pelita. 

(2) Di zaman itu, suatu acara perkawinan dapat berlangsung beberapa hari serta diadakan di satu tempat di mana orang-orang yang diundang perlu melakukan perjalanan yang cukup lama. Maka sangatlah umum jikalau seseorang pergi ke acara perkawinan maka para hamba tidak tahu persis kapan sang tuan akan kembali tiba di rumah. 

Seseorang yang pinggangnya tetap berikat dan pelitanya tetap menyala adalah seorang hamba yang siap untuk melayani tuannya walaupun hari sudah gelap dan orang-orang pada umumnya sudah tidur. Ketika saatnya tiba untuk melayani tuannya, maka tuannya tidak perlu menunggu si hamba mengenakan dan mengikatkan jubahnya serta menyalakan pelitanya. 

Ini adalah contoh sikap yang benar saat menantikan kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali. Tuhan menghendaki agar kita selalu dalam kondisi siap sedia dan berjaga-jaga. Apakah kita adalah orang yang setia di dalam mengerjakan setiap pelayanan yang dipercayakan kepada kita dengan sebaik-baiknya? 


2. Seni menanti

Bertolak dari budaya Yahudi, Yesus menggambarkan tiga sikap yang semestinya dimiliki para hamba. 

(1) siap bekerja (Kel 12:11; 1 Raj 18:46; 2 Raj 4:29).

(3) Menjaga pelita minyak dari tanah liat agar menyala, bukanlah pekerjaan mudah. Seseorang perlu menambah minyak, membersihkan sumbu, serta menjaga pelita dari terpaan angin.

(4) Penuh harapan dan sukacita, artinya percaya bahwa kedatangan tuan adalah saat sukacita, bukan teror yang menakutkan.

(5) Tuhan Yesus memberi jaminan bahwa mereka akan berbahagia, bukan saja berjumpa dengan tuan-nya tetapi karena dilayani tuannya. Jadi, kita perlu mengembangkan "seni menanti" seperti para hamba dalam injil hari ini.

Kepercayaan dan kerinduan akan kedatangan Tuhan membantu kita bertahan dan setia menghadapi tantangan dan kesulitan hidup.

Kalau kita percaya bahwa Tuhan setia dan Dia akan datang membawa sukacita, maka kita perlu membuka pintu hati kita agar Dia masuk dalam hati dan hidup kita. Oleh karena itu, kita perlu belajar dari para saksi iman (Ibr 11) yang senantiasa menanti janji dan berkat Tuhan.