Senin, 22 Oktober 2018

01.06 -

Luk 12:13-21

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Senin, 22 Oktober 2018: Hari Biasa XXIX - Tahun B / II (Hijau)
Bacaan: Ef 2:1-10; Mzm 100:2, 3, 4, 5; Luk 12:13-21

Minggu, 4 Agustus 2019: Hari Minggu Biasa XVIII - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: Pkh 1:2; 2:21-23; Mzm 90:3-4, 5-6, 12-13, 14, 17; Kol 3:1-5, 9-11; Luk 12:13-21

Senin, 21 Oktober 2019: Hari Biasa XXIX - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: Rm 4:20-25; MT Luk 1:69-70, 71-72, 73-75; Luk 12:13-21

Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: "Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku." Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?"

Kata-Nya lagi kepada mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap (4) segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu."

Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: "Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku.

Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; (1) AKU akan merombak lumbung-lumbungku dan AKU akan mendirikan yang lebih besar dan AKU akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangKU. Sesudah itu (2) AKU akan berkata kepada jiwaKU: JiwaKU, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!

Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang (3A) bodoh, (5) pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan (3B) orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia (3C) tidak kaya di hadapan Allah."


Renungan


1. Belum memahami kehendak Allah

Kekayaan membuat orang itu menjadi sangat egois, isi hatinya hanya dipenuhi dengan kata 'AKU' (1). Ia sangat mencintai dirinya sendiri. lebih suka berdialog dengan diri sendiri sepanjang hari. Ia tidak hanya menikmati pembicaraan dengan dirinya di saat itu, akan tetapi juga sudah memutuskan isi pembicaraan di waktu akan datang.

(2) Orang ini masih memikirkan tentang jiwanya. Jadi, ia tidak sepenuhnya buta pada perkara rohani. Namun kesalahannya adalah mengira bahwa jiwanya akan dapat dipuaskan dengan kekayaan jasmani.

(3AB) Ia dikatakan bodoh karena ‘belum memahami apa kehendak Allah’ (Ef 5:17). Ingatlah! Segala sesuatu yang dipercayakan-Nya kepada kita adalah milik-Nya. Kita hanya seorang pengelola kekayaan tersebut.

Jadi, pergunakan barang-barang duniawi seolah-olah sama sekali tidak mempergunakannya. Sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu (1 Kor 7:31).


2. Ketamakan - godaan terbesar dari kepemilikan harta

Harta benda adalah sarana penopang hidup, bukan tujuan hidup. Tujuan hidup kita sebagai orang beriman adalah persatuan dengan Tuhan. Persatuan dengan Tuhan itu hanya bisa kita capai jika kita menghayati hidup solider dengan sesama.

Sejalan dengan tuntutan ini, Ajaran Sosial Gereja Katolik menggariskan bahwa kekayaan memiliki aspek sosial. Kekayaan tidak boleh diakumulasi untuk kemakmuran diri sendiri namun harus digunakan dalam semangat solidaritas untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.

(4) Godaan terbesar dari kepemilikan harta adalah ketamakan. 

Uang dan harta memang memberi kita modal ekonomis untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini. Meskipun demikian, kita harus ingat bahwa kehidupan ini diatur oleh Allah (5). Òleh karena itu, marilah kita berupaya untuk menjadi "kaya di hadapan Allah".


3. Akibat dari ketamakan

(4) Seorang yang tamak bagaikan seekor babi, yang mencari makanannya dalam lumpur, tanpa peduli dari mana makanan itu berasal. Membungkuk ke tanah, ia tak memikirkan yang lain; ia tak lagi memandang ke surga. Seorang yang tamak tak melakukan suatu pun yang baik hingga akhir hayatnya.

Lihatlah, betapa rakus ia mengumpulkan harta kekayaan, betapa dengan penuh hasrat ia menyimpannya. betapa berduka ia bila kehilangan harta kekayaannya. Di tengah-tengah kekayaannya, ia tak menikmatinya; ia, seolah, tercebur ke dalam sungai, namun mati kehausan; berbaring di atas timbunan jagung, namun mati kelaparan; ia memiliki segalanya, namun tak berani menyentuh apapun; emasnya adalah benda yang sakral baginya, ia menjadikannya allahnya, ia memujanya.

(3AC) Akibat dari kebodohannya, ia mengalami kemalangan (Pkh 6:1-2 》dikaruniai Allah kekayaan, harta benda dan kemuliaan, sehingga ia tak kekurangan suatu pun yang diingininya, tetapi orang itu tidak dikaruniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya, melainkan orang lain yang menikmatinya! Inilah kesia-siaan dan penderitaan yang pahit).