Pengusiran Setan merupakan bagian tak terpisahkan dari pewartaan Yesus mengenai Kerajaan Allah, khususnya dalam mujizat penyembuhan, kasih dan perhatian Allah itu ternyatakan (Iman Katolik hal 235). Segala mujizat pembebasan dari kuasa jahat hendaknya membawa orang semakin tergantung dan dekat dengan Allah.
Tradisi Gereja memahami Setan sebagai penyebab timbulnya kejahatan yang menghantar manusia kepada dosa (1 Yoh 5:17).
Setiap manusia lahir dalam keadaan dosa, tidak berdasarkan kesalahan sendiri melainkan karena dosa asal (dosa Adam).
Pada permulaan jaman Gereja Awali setiap orang beriman (yang dipenuhi Roh Kudus) dapat melakukan doa untuk pengusiran setan (Mrk 16:17).
Sejarah exorcisme membentang dari Gereja Perdana sampai Vatikan I. Umat tidak banyak mengenal exorcisme karena Vatikan II menghapus upacara exorcisme yang pernah ada dalam Rituale Romanum (tahun 1614 yang kemudian direvisi tahun 1952).
Jenis-jenis exorcisme:
1. Exorcisme resmi - hanya dapat dilakukan oleh imam-imam tertentu yang ditunjuk uskup – imam yang saleh (setia dan rendah hati), bijaksana tak tercela hidupnya, harus yang sudah berumur dan dihormati karena kualitas moralnya.
2. Exorcisme pribadi (doa pembebasan) – dapat dilakukan oleh setiap orang percaya, melalui sakramen pembaptisan, setiap orang Kristen menerima imamat umum, sehingga dengan imamat umum itu juga dapat melayani.
Jadi exorcisme pribadi ini bukan penemuan dewasa ini, tetapi sejak dulu ada, tetapi seolah-olah untuk beberapa waktu lamanya dilupakan.
Dengan munculnya pembaharuan hidup dalam Roh (pembaharuan karismatik), setan yang sembunyi-sembunyi, sehingga bahkan dianggap tidak ada. Tetapi sekarang oleh kuasa Roh Kudus dipaksa menyatakan dirinya, sehingga ada konfrontasi dengan kuasa Roh Kudus.
Exorcisme pribadi adalah sah bagi semua orang, terutama para imam, dan tidak diperlukan ijin khusus dari uskup untuk hal itu (Marc, Institutiones Morales Alphonsiane, Vol. 1, hal. 622, 1927).
Sama sekali tidak ada larangan bagi umat awam untuk melakukan exorcisme pribadi (Prummer, Theologia Moralis, Vol. 2, hal. 363).
Banyak orang berpikir mengenai artinya penderitaan: Mengapa manusia harus menderita dan mengalami akibat dari pengaruh jahat?
Penderitaan harus dilihat dari dua segi (Kushner):
1. Terkait dengan hukum alam – tidak mengenal kekecualian, juga bagi yang baik.
2. Terkait dengan kebebasan manusia untuk saling mencelakakan (saling menipu, merampok, melukai, merugikan dan sejenisnya).
Tuhan hanya dapat menyaksikan dengan rasa iba dan prihatin akan tingkah laku manusia yang semacam itu.
Hidup di dalam Allah membuat segala hal yang jahat, termasuk Setan, bertekuk lutut di kaki kita dan memungkinkan kita mampu menginjak-injak segala kecenderungan jahat kita serta membawa kita kepada penghayatan martabat sebagai citra dan putra-putri Allah.
Dalam menghadapi Setan, mau tidak mau kita harus mengakui adalah “hamba-hamba yang tidak berguna” ( Luk 17:10, ketaatan iman) yang menyerahkan diri secara total dan sukarela kepada Allah, sumber segala ciptaan. Apa pun alasannya kita mengandalkan kemampuan kita sendiri, kita akan jatuh di dalam dosa dan kebinasaan. Lihat saja dalam hidup kita banyak
“Orang yang berguru” (dengan kekuatan magis) mengalami banyak kesulitan dalam kematiannya. Apapun yang ia andalkan tidak dapat menyelamatkan dirinya di dunia akhirat.
Keyakinan akan Roh Kudus membuat kita hidup dalam penghayatan iman Kristen sejati, sehingga segala guna-guna, ilmu sihir, santet dan sejenisnya tidak mampu menembus ruang batin kita.
Kita menjadi manusia yang bebas dalam iman dan tidak terjerat di dalam segala bentuk niat dan prasangka jahat serta segala aplikasinya dalam peziarahan menuju kehidupan kekal.
Daya Roh Kudus tampak dan terus berkarya dalam komunitas kasih di mana ada persahabatan sejati, damai, kemurahan hati, persatuan, belas kasih, kesabaran, kesetiaan, kelemahlembutan, pengampunan, pengertian dan penguasaan diri. Maka, di sanalah Roh Kudus sedang berkarya dan hadir “sebab dari buahnya pohon itu dikenal” (Mat 12:33).
(Sumber: Warta KPI TL No. 19/XI/2005 » Exorcisme Dalam Gereja, HDR Juli-Agustus 2004)
Bila saat ini kita masih hidup dalam dosa, bertobatlah!
Bukankah Yesus datang untuk pendamai segala dosa seluruh dunia.
(1 Yoh 2:2)