Pages

Rabu, 29 Maret 2017

Lakukanlah ini - sekitar Misa kita

Sebagai seorang Kristiani, kita wajib mengerti setiap ritus yang kita jalani agar kita dapat menghidupi Ekaristi dan merasakan keindahan perayaan ini. 

Jadi, menjelang Perayaan Ekaristi, seyogyanya diadakan persiapan dengan menciptakan suasana ibadat yang sesuai, baik di ruang ibadat (oleh umat) maupun di sakristi (oleh imam dan para pelayan). 

Bentuk persiapan itu bisa ditafsirkan beragam, namun yang utama adalah menciptakan suasana hening "agar seluruh umat dapat menyiapkan diri untuk melaksanakan ibadat dengan cara khidmat dan tepat" (PUMR 45).

Persiapan sebelum Misa

Pada saat hendak memasuki gereja, umat Katolik mencelupkan tangan kanan ke dalam air suci dan membuat tanda salib

Ritual ini bertujuan untuk mengingatkan kita akan Sakramen Baptis. Setiap kali kita melakukan ritual ini kita memperbaharui janji baptis kita

Sebelum duduk di bangku gereja, umat Katolik menekuk lutut kanan sampai menyentuh lantai (PUMR 274) untuk menghormati altar dan menghormati Kristus dalam Tabernakel

Gerak berlutut merupakan bentuk perendahan diri karena hadir di hadapan Tuhan (Flp 2:10-11). 

Bagian pertama: Ritus Pembuka

Tujuan Ritus ini untuk mempersatukan umat yang berhimpun. juga untuk mempersiapkan mereka agar dapat mendengarkan sabda Tuhan dan merayakan Ekaristi dengan sebaik-baiknya (PUMR 46).

Tidak pada setiap Misa termuat semua unsur di bawah ini. Untuk Misa biasa dan peringatan tidak dipakai Madah "Kemuliaan". Sedangkan untuk Misa Pesta dan Hari Raya diperlukan Madah "Kemuliaan".

Unsur-unsurnya secara lengkap:

[1] Perarakan Masuk dan Penghormatan Altar

Perarakan (prosesi) meriah: imam selebran dan para petugas liturgi berjalan perlahan memasuki ruang ibadat dari pintu utama gedung gereja. 

Perarakan biasa (misa harian): imam selebran didampingi putra altar/misdinar, tidak ada perarakan, atau malahan imam selebran sendirian langsung ke luar dari sakristi, menuju altar dan mengecup altar.

Ketika imam bergabung dengan jemaat dalam perarakan masuk, komunitas liturgis itu menyatu dan menjadi tampilan kehadiran Allah sendiri. Kristus, Sang Kepala, akan mengantar kita kepada Bapa-Nya dalam Perayaan Ekaristi itu. 

Jadi, dalam perayaan liturgi imam selebran adalah lambang pribadi Kristus (in persona Christi), Sang Kepala dari Tubuh Mistik-Nya (Gereja) yang hadir di tengah umat; sebagai wakil Gereja atau jemaat yang berkumpul (in persona Ecclesiae).

Nyanyian Pembuka untuk mengiringi perjalanan imam selebran menuju altar. 

Tujuannya

1. membuka Perayaan Ekaristi; 
2. membina kesatuan umat yang berhimpun; 
3. mengantar masuk ke dalam misteri yang dirayakan; 
4. mengiringi perarakan masuk (PUMR 47). 

Dalam Misa harian umumnya tidak ada nyanyian ini dengan alasan untuk menghemat waktu.

Bagian terakhir dari Perarakan Masuk adalah ritus Penghormatan Altar. Masing-masing bergantian sesuai dengan urutan prosesinya, membungkukkan badan di depan altar, kemudian mereka menempatkan diri pada tempat-tempat yang sudah dikhususkan bagi mereka. 

Jika ada Sakramen Mahakudus (dalam tabernakel) di belakang altar, penghormatan dapat dilakukan dengan berlutut

Para petugas yang membawa dupa, salib, lilin, Kitab Injil tidak perlu membungkuk, tapi cukup dengan menundukkan kepala saja

Imam selebran kemudian mengelilingi altar sembari mendupainya. Jika ada salib pancang, salib itu didupai terlebih dahulu, baru altarnya setelah itu. Salib besar (kalau ada) yang tergantung di atas altar atau pada dinding di belakang altar tidak perlu didupai. Selanjutnya imam mengecup altar sebagai tanda penghormatan terhadap lambang Kristus sendiri.

Ada tiga macam cara menghormati altar

1. membungkuk badan/menundukkan kepala bagi beberapa petugas di depannya; 

2. mengecup pada bagian tengah altar hanya dilakukan oleh imam dan diakon (setelah ia meletakkan Buku Bacaan Injil di atas altar); 

3. mendupai altar oleh imam selebran, setelah ia mendupai salib pancang (kalau ada). Ketika Imam dan para pelayan memberi penghormatan kepada altar, jemaat pun ikut membungkuk.

Berdasarkan fungsi dupa, ada beberapa makna

1. Aroma yang menyebar menciptakan suasana khusus yang mengantar kita pada yang Ilahi (2 Kor 2:14-15); 

2. Asap yang membumbung ke atas ibaratnya doa-doa yang naik menuju Allah (Mzm 141:2; Kis 10:4); 

3. Aroma sekitar yang menyenangkan merupakan bentuk penghormatan kepada pribadi tertentu; 

4. sebagai persembahan (Kel 30:7; 1 Mak 4:49-50; Luk 1:10-11dsb); 

5. penyembuhan: untuk mengusir roh-roh jahat (Tob 6:8).

[2] Tanda Salib dan Salam

Tanda Salib adalah iman Kristiani yang diringkas di dalam satu gerakan, tiga jari yang disatukan (jempol, telunjuk, jari tengah) melambangkan kesatuan Trinitas, dua jari yang disatukan melambangkan kesatuan dari Kristus yang mempunyai dua kodrat, manusia dan Ilahi

Sesungguhnya, jemaat cukup membuat dua kali Tanda Salib besar selama Misa. "Dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Amin" inilah Tanda Salib pertama yang dibuat jemaat dalam Misa. Yang lainnya pada waktu berkat menjelang pengutusan

Tanda Salib ketika masuk gereja setelah mencelupkan jemari pada air suci tidak termasuk di sini. Dengan mengambil air suci dan membuat Tanda Salib sebelum memulai Misa, kita mengakui iman Trinitas, kita memperbarui janji baptis, mengingatkan kita bahwa kita adalah anak-anak Allah yang harus menjadi saksi untuk mengatakan kebenaran. 

Jadi, di dalam Misa kita bukanlah penonton. Ritus membuat Tanda Salib: Imam dan semua jemaat berdiri. Imamlah yang mengucapkan atau menyanyikan "Dalam/Demi nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus." 

Jemaat hanya menjawab: "Amin"-nya. Bersamaan dengan itu masing-masing membuat Tanda Salib pada dirinya dengan menggerakkan tangan; jemari menyentuh dahi pada waktu menyatakan "Bapa", dada untuk "Putra", pangkal lengan kiri untuk "Roh Kudus", dan pangkal lengan kanan untuk "Amin". 

Tindakan membuat tanda Salib diikuti dengan ucapan Salam dari imam selebran (pemimpin Misa). Salam adalah salah satu bentuk dialog dalam Misa. Imam menyapa umat. Bisa diucapkan atau bahkan dinyanyikan, khususnya dalam perayaan meriah. 

Menyanyi bersama sebenarnya lebih terasa mencerminkan kesatuan jemaat

Akan makin tampaklah bahwa Salam dan jawaban jemaat melukiskan misteri Gereja yang sedang berhimpun.

Rumusan Salam: "Tuhan bersamamu/sertamu" (Rut 2:4). Jemaat menjawab Salam itu dengan "Dan bersama rohmu/sertamu juga" (2 Tim 4:22; Flp 4:23; Flm 25).

[3] Kata Pengantar

Ada yang menyebut dengan Kata Pembukaan, Pendahuluan atau Tema. Ini hanya mau "mengantar" jemaat untuk mengetahui tema atau misteri yang dirayakan saat itu. 

Bagian akhir Kata Pengantar berupa ajakan untuk meneliti batin, menjelang pernyataan tobat. Yang berhak menyampaikan adalah imam selebran sendiri, tapi boleh juga diserahkan kepada imam konselebran, diakon, atau pelayan lain yang dianggap berwibawa.

Imam ... dapat (tidak mutlak) memberikan pengantar singkat .... tentang Misa yang akan dirayakan (PUMR 50).

[4] Ritus Tobat, diikuti "Tuhan, kasihanilah" (Kyrie).

Sudah sewajarnya bila dalam setiap perayaan kristiani jemaat diajak mengakui dan mohon pengampunan atas segala kesalahan dan dosa. 

Makna Ritus Tobat: menyadari ketidak pantasan (Luk 5:8). Dalam Perayaan Ekaristi kesempatan mengakui dan memohon pengampunan dosa ini ditempatkan pada bagian awal, tepatnya dalam Ritus Pembuka, setelah Kata Pengantar. Ritus ini sering juga disebut bagian "Tuhan, kasihanilah," terjemahan dari kalimat Yunani: Kyrie, eleison.

Rincian Ritus Tobat 

a. ajakan meneliti batin, menyadari kesalahan/dosa, biasanya langsung mengikuti Kata Pengantar dan menjadi bagian penutupnya;

b. pernyataan pengakuan atau tobat bersama: "Saya mengaku... (Confiteor).

Tata gerak: meletakkan tangan kanan pada dada dan menundukkan kepala selama doa "Saya mengaku ..." dan menepuk dada tiga kali pada saat kita mengucapkan "saya berdosa, saya berdosa, saya sungguh berdosa" bermakna "sungguh-sungguh menyesali dosa dan bertobat" (Luk 18:13; 23:48). 

Di dalam Misa Kudus, kita mohon pengampunan dan menyerahkan diri pada kemurahan pengadilan sorga karena tidak seorangpun yang bangkit untuk menuduh kita selain diri kita sendiri (1 Yoh 1:8; Rm 2:15; Ams 24:16).

c. absolusi (= pengampunan) umum atau saat pengampunan.

Gereja Katolik Roma tidak menganggap "absolusi umum" ini sebagai pengampunan sakramental seperti dalam Sakramen Tobat (PUMR 51). 

Ketika imam selebran mengucapkan absolusi umum ini ("Semoga Allah yang mahakuasa mengasihani kita, mengampuni dosa kita, dan mengantar kita ke hidup yang kekal), jemaat menganyam jemari tangan di depan dada dan menundukkan kepala sambil mengucapkan "Amin"; jemaat tak perlu membuat Tanda Salib.

Dalam Misa Romawi, selama Ritus Pembuka (termasuk Ritus Tobat ini) jemaat hanya disarankan untuk berdiri. Namun TPE 2005 juga menawarkan kemungkinan untuk berlutut (untuk menunjukkan sikap kerendahan hati dan memohon ampun) pada waktu Ritus Tobat. 

d. Tuhan, kasihanilah (Kyrie)

Kita memohon kemurahan dari ketiga pribadi Ilahi di dalam Trinitas: "Tuhan kasihanilah kami, Kristus kasihanilah kami, Tuhan kasihanilah kami" (Mzm 6:3; 31:10; Mat 15:22; 17:15: 20:30; Yun 4:22). 

Bolehkah ritus ini diubah, diganti, atau dihilangkan? Boleh saja, tentu ada aturannya. Misalnya diganti dengan pemercikan air suci (Ritus Pemberkatan dan Pemercikan Air Suci = Tobat cara 4); sebelum dipercikkan ke seluruh jemaat, air itu diberkati dulu oleh imam selebran. 

Sekalipun terkena percikan air suci, jemaat tidak harus membuat Tanda Salib. Namun, kalau mau membuat Tanda Salib pun tidak apa-apa, dan dapat dimaknai sebagai ungkapan "kesadaran kita sebagai anak-anak Allah dan kesetiaan kita pada janji baptis. 

Dalam buku Misa khusus untuk Perkawinan (Ordo Celebrandui Matrimonium, 1991) Ritus Tobat ditiadakan.

[5] Madah "Kemuliaan" (Gloria = kemuliaan)

Madah ini di-ilhami oleh nyanyian para malaikat pada saat kelahiran Yesus (Luk 2:14) dan kalimat berikutnya adalah gema dari pujian para malaikat akan kekuatan Allah (Why 15:3-4). 

Madah ini mau membantu menciptakan suasana meriah atau agung. Sikap tubuh harus berdiri tegap, tidak menyandarkan tubuh, tidak bersilang kaki, tidak santai. Sikap tubuh ini bisa menggambarkan suasana batin kita yang mau memuji dan memuliakan Allah dengan hormat, tulus, dan gembira.

Dari segi struktur ritus, biasanya dinyanyikan setelah "Tuhan kasihanilah". Namun, boleh saja memindahkannya ke depan, sebagai Nyanyian Pembuka, khususnya untuk Misa Hari Raya Natal. Dari segi tahun liturgi, madah ini dinyanyikan pada hari-hari Minggu, kecuali dalam masa Adven dan Prapaskah. 

[6] Doa Pembuka

Setelah Madah Kemuliaan atau absolusi, imam selebran membawakan Doa Pembuka. Imam membuka doa ini dengan ajakan: "Marilah kita berdoa (Oremus) ... (ada saat hening sejenak - memberi kesempatan untuk menyadari kehadiran Tuhan dan dalam batin mengungkapkan doa pribadi kita masing-masing).

Isi Doa Pembuka kurang lebih meliputi:

a. anaklesis: sebutan untuk Allah.

b. anamnesis: apa yang sedang kita rayakan pada saat/hari itu (misteri/tema perayaan).

c. epiklesis: permohonan yang disampaikan (petisi).

d. doksologi: pujian kepada Allah Bapa dengan perantaraan Putra-Nya, dalam persatuan dengan Roh Kudus (konklusi trinitas) dan persetujuan jemaat (Amin). 

Selain dalam Doa Pembuka, konklusi doksologis trinitas juga digunakan untuk mengakhiri Doa Syukur Agung. 

Dengan berdiri di depan kursi imam dan tangan imam terentang (tata gerak untuk doa-doa presidensial (orante), imam membawakan Doa Pembuka. sebagai akhir doa jemaat menjawab: "Amin."

Arti imam merentangkan tangan

1. orientasi ke atas ibaratnya doa selalu ditujukan kepada Allah yang ada di sorga; 

2. tanda kesengsaraan Kristus di kayu salib, Kristus yang berdoa; 

3. keluasan tangan yang menjangkau seluruh umat yang berhimpun, yang dipimpin oleh imam selebran untuk hadir di hadapan Allah. 

Ketika imam membawakan Doa Pembuka, jemaat berdiri. Hal ini mengingatkan kita pada kebangkitan Kristus, ciri Paskah.

Dalam Perayaan Ekaristi dapat kita jumpai empat macam Doa Presidensial (doa yang hanya dibawakan oleh imam selebran, sang pemimpin (presiden) liturgi):

a. Doa Pembuka (collecta)

b. Doa Persiapan Persembahan (oratio Super Oblata)

c. Doa Syukur Agung (prex Eucharistica)

d. Doa Sesudah Komuni (oratio post Communione).

Jemaat tidak diperkenankan ikut mengucapkan doa-doa semacam ini, selain bagian-bagian yang memang dikhususkan bagi mereka (misalnya: seruan aklamatif "Amin").

Bagian kedua: Liturgi Sabda

Dalam Perayaan Ekaristi, Kristus juga hadir dalam Sabda Allah yang diwartakan

Sabda itu menjadi hidup dan penuh daya berkat kekuatan Roh Kudus. Sabda itu pun menjadi dasar kegiatan liturgis, dan pegangan serta penunjang seluruh kehidupan kita

Gereja atau umat beriman mendapatkan santapan rohani dari meja Sabda. Kita perlu sungguh-sungguh memperhatikan selama pembacaan-pembacaan karena sejak Misa dimulai, kita berada dalam sumpah

Dalam Perjanjian Lama, mendengar hukum Allah, berarti menyetujui untuk hidup sesuai hukum itu (Kel 24:7). Begitu pula di Perjanjian Baru, kita diikat oleh apa yang kita dengar (Why 22:18-19).

Susunan lengkapnya:

1. Bacaan Pertama: diambil dari Kitab-kitab Perjanjian Lama. Karena Gereja mau menyajikan sejarah keselamatan yang sudah dimulai sebelum Kristus. Kristus adalah kepenuhan sejarah keselamatan itu. Namun, ada pengecualian selama Masa Paskah atau Misa-misa khusus, diambil dari Kisah Para Rasul atau Kitab Wahyu.

2. Mazmur Tanggapan merupakan suatu tanggapan atau jawaban jemaat atas Sabda Allah yang telah diwartakan. 

Samakah Mazmur Tanggapan dengan Lagu Antarbacaan? Istilah "antarbacaan" kurang tepat karena sering dimengerti sebagai selingan, atau pengisi antara kedua bacaan sehingga membelokkan makna dan fungsi liturgis yang sebenarnya.

3. Bacaan Kedua: diambil dari Kitab Perjanjian Baru

4. Bait Pengantar Injil adalah semacam sisipan satu bait kutipan Kitab Suci yang dibawakan sebelum pembacaan Injil. Isi bait itu biasanya berkaitan dengan bacaan Injilnya.

5. Bacaan Injil: diambil dari keempat Injil: Matius, Markus, Lukas, Yohanes.

Membacakan Injil dalam Misa adalah tugas orang yang sudah ditahbiskan (klerus), bukan awam. Karena alasan pastoral, dalam Misa Minggu Palma dan Liturgi Jumat Agung bacaan Injilnya - yang berupa Kisah Sengsara Yesus yang panjang itu - sering dibawakan oleh para awam. 

Injil memiliki tempat amat istimewa dalam Liturgi Sabda. Perlakuan istimewa ini sudah sewajarnya mengingat Buku Bacaan Injil merupakan simbol Kristus sendiri dan pewartaan Injil merupakan puncak perayaan Sabda (PUMR 60). 

Pada Bacaan Injil itu seumpama Yesus Kristus yang bersabda. Penghormatan kepada Buku Bacaan Injil sama dengan altar, yakni dengan beberapa sikap tubuh: mengecup, mendupai, membungkuk.

Tema bacaan-bacaan dalam Misa selalu berkaitan dan ada kesatuan. Bahkan dari hari/Minggu yang satu ke hari/Minggu selanjutnya terdapat kesinambungan. Gereja sudah mengaturnya secara cermat sepanjang Tahun Liturgi. Jika selama tiga tahun setiap hari kita menghadiri Misa Kudus, maka hampir sebagian besar isi Kitab Suci pernah kita dengarkan,

Pada saat lektor membacakan bacaan I & II, sikap jemaat (duduk) mendengarkan dengan baik sambil memandang sang pembaca

Pembaca Bacaan itu sedang menghadirkan Allah atau Kristus sendiri yang berbicara lewat mulut pembacaJika Allah sedang berbicara kepada kita, pantaskah jika kita memalingkan muka atau malah menyimak tulisan? 

Jadi, selebaran/buku yang berisi bacaan itu sebaiknya dibaca untuk persiapan sebelum Misa

Pertukaran salam yang mendahului Injil; imam/diakon: "Tuhan bersamamu/sertamu", jemaat (berdiri): "Dan bersama rohmu/sertamu juga". 

Setelah pertukaran salam, pembaca Injil memberitahukan asal bacaannya: Inilah Injil Yesus Kristus menurut ..." 

Jemaat menanggapi pernyataan pembaca Injil dengan aklamasi "Dimuliakanlah Tuhan sambil membuat tiga Tanda Salib kecil pada dahi, bibir, dada (hati). 

Sang pembaca sebelum membuat tiga Tanda Salib pada dirinya, terlebih dahulu memberi Tanda Salib pada Kitab Injil, tepatnya pada teks Bacaan yang akan diwartakannya

Pembaca Injil mendupai Kitab Injil, dengan menggoyangkan wiruknya sebanyak tiga kali (alat terbuat dari kuningan untuk mendupai Sakramen Mahakudus, altar, salib, bahan persembahan, dan umat yang mengikuti upacara liturgi. Alat pedupaan ini secara lengkap terdiri atas tempat dupa, sendok kecil untuk mengambil dupa, tempat pembakaran yang berisi bara arang, dan tiang untuk menggantungkan wiruk), sebagaimana lazimnya tata gerak pendupaan untuk menghormati simbol Kristus. 

Aklamasi penutup: "Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran, dan hidup kami."

Setelah membacanya, pembaca Injil mengangkat dan mengecup Buku Bacaan Injil (simbol menghormati Kristus) sambil mengucapkan dalam hati: "Semoga karena pewartaan Injil ini dileburlah dosa-dosa kami." 

Arti tiga Tanda Salib, kita harus menghayati Injil secara utuh, yakni lewat pikiran, lewat kata, dan dalam tindakan nyata yang berdasarkan dorongan hati atau kita bersedia membuka budi terhadap Sang Sabda, kita mau mengakuinya dengan mulut, dan menyimpannya dalam hati.

[6] Aklamasi sesudah Injil

[7] Homili

Pewartaan "kabar gembira" tidak cukup hanya dengan pembacaan, namun haruslah merupakan penjelasan tentang bacaan dari Alkitab; ajaran injili dari Kristus dan Gereja (PUMR 65). 

Dalam homili itu hendaknya dijelaskan rahasia-rahasia iman dan pedoman-pedoman hidup kristiani, atas dasar kutipan suci sepanjang tahun liturgi (KHK 767:1). Homili mau membantu jemaat untuk lebih dapat memahami pesan atau maksud Sabda Tuhan. 

Membuat Tanda Salib sebelum dan sesudah homili tidak perlu, karena homili bukanlah doa yang harus dibuka dan ditutup dengan Tanda Salib.

Istilah homili dan kotbah sudah dicampuraduk dan dipakai serta diberi makna yang sama. Sebenarnya homili berbeda dengan kotbah.

Homili artinya percakapan yang akrab. Homili yang baik seharusnya merupakan ungkapan kedekatan sang gembala dengan domba-dombanya. 

Homilis (orang yang menyampaikan homili) sebaiknya sungguh mengenal jemaatnya. Para pendengar tahu bahwa yang berhomili adalah "orang yang mereka kenal" juga. Sehingga kedua belah pihak sungguh bergairah dalam "percakapan yang akrab" itu (Luk 24:14). 

Dibawakan dalam suatu perayaan liturgi. Karena konteksnya liturgis, dibawakan oleh pemimpinnya. Awam tidak boleh berhomili dalam Misa (KHK 767:1) 

Memetik inspirasinya dari Alkitab yang diwartakan dalam kegiatan liturgi itu; menjelaskan pesan-pesannya, dan mengaitkannya dengan hidup aktual jemaat. 

Maka, sebenarnya homili merupakan Sabda Allah sendiri, yang diwahyukan kepada komunitas yang berhimpun. Inilah dimensi sakramental dari homili. 

Kotbah sebagai pidato, terutama yang menguraikan ajaran agama. Kotbah pun dapat berciri seperti homili yang ideal itu


Dapat dilakukan dalam kesempatan pertemuan apa pun, dan oleh siapa pun. Berkotbah dalam gereja atau tempat ibadat boleh saja (KHK 765) 

Tidak selalu dari Alkitab, lebih leluasa mendasarkan diri pada sumber-sumber yang dianggap cocok untuk situasi pendengar. 

[8] Syahadat/Pernyataan Iman

Setelah homili, kita mengucapkan syahadat, yang merupakan pernyataan iman yang dirangkum menjadi baris-baris kalimat.

Maksud adanya syahadat:

1. agar jemaat dapat mengiyakan atau meng-amin-i dan menangkap Sabda Allah yang baru saja didengarkan dalam bacaan-bacaan dan homili, dan 

2. agar jemaat dapat mengingat kembali pokok-pokok iman kepercayaannya sebelum mulai merayakan Liturgi Ekaristi (PUMR 67).

Tata geraknya: dengan berdiri (bersikap ikrar) jemaat menyatakan syahadat secara kompak. 

Pada saat mengucapkan "yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria, dan menjadi manusia" jemaat membungkuk. Itu untuk menghormati misteri inkarnasi Yesus yang terungkap dalam kalimat tadi, Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia.

[9] Doa umat/Permohonan

Doa yang menutup Liturgi Sabda ini menampilkan martabat imamat seluruh jemaat, sebab jemaat mendoakan semua orang

Doa Umat (beriman) ini berisi ujud-ujud atau permohonan-permohonan yang dipanjatkan Gereja bagi kepentingan Gereja sendiri, bagi para pejabat pemerintah, bagi orang yang mengalami kesulitan hidup, juga bagi semua orang dan keselamatan dunia.

Ada beberapa hal yang dapat menjadi pegangan jika anda ingin menyusun Doa Umat

1. Doa umat bukanlah doa pribadi, maka perlu diperhatikan aspek-aspek yang membangun terciptanya unsur kebersamaan; 

2. Ada kaitan antara isi doa umat dengan isi/tema bacaan Kitab Suci yang dipakai dalam Misa; 

3. Isi doa umat itu selaras dengan situasi atau kebutuhan Gereja setempat, dan dikaitkan dengan misteri/tema yang sedang dirayakan; 

4. Doa umat jangan bernada kateketis, dogmatis, atau ajaran moral yang menggurui; 

5. Doa Umat disusun dalam gaya bahasa yang padat, tidak menjemukan, kalau bisa memikat; 

6. Intensi/ujud ditujukan kepada Allah Bapa, namun bukan dalam bentuk doa yang menyapa langsung "Ya Bapa ...." 

Lebih baik, misalnya, "Kita berdoa bagi Gereja; semoga Allah senantiasa menuntun Gereja untuk menjadi terang bagi dunia...." 

Meskipun tidak termasuk dalam kategori doa presidensial, doa ini dibuka dengan suatu ajakan oleh imam selebran untuk berdoa memohon kepada Allah. 

Lalu diakon atau lektor membawakan ujud-ujudnya. Secara bersama jemaat menanggapi setiap wujud itu dengan aklamasi-aklamasi yang sudah disiapkan. 

Akhirnya, imam selebran menutupnya dengan suatu doa sambil kedua tangannya terentang.

Dalam beberapa perayaan khusus (misalnya Sakramen Baptis dan Tahbisan) ada kesempatan menyanyikan Litani Orang Kudus

Maka tidak perlu lagi diadaan Doa Umat, karena Litani sendiri berarti permohonan.

Bagian ketiga: Liturgi Ekaristi

Bagian terpenting dalam Perayaan Ekaristi adalah Liturgi Ekaristi. Tiga bagian utama Liturgi ini dibangun berdasarkan Ritus Yesus, tiga tindakan yang dilakukan Yesus terhadap roti dan khususnya pada Perjamuan Malam Terakhir. 

Yesus mengambil (Persiapan Persembahan), mengucap syukur (Doa Syukur Agung), dan memecahkan/membagi (Ritus Komuni).

Susunan Liturgi Ekaristi

A. Persiapan Persembahan

Rangkaian ritual Liturgi Ekaristi diawali dengan ritus Persiapan Persembahan. 

Ada tiga unsur utama Persiapan Persembahan, yaitu 

1. Kolekte - Perarakan persembahan

Ada dua hal yang biasanya kita lihat secara mencolok dalam Persiapan Persembahan, yakni saat kolekte dan perarakan bahan-bahan persembahan. 

Kolekte (collecta) adalah tindakan mengumpulkan. Dahulu, ketika uang belum lazim dikenal sebagai alat tukar ekonomis, jemaat mempersembahkan hasil buminya. 

Ketika masyarakat telah mengenal uang dan terbiasa menggunakannya sebagai alat tukar ekonomis, maka dipakailah uang sebagai pengganti hasil bumi. 

Jadi, uang bisa diartikan sebagai simbol dari karya pribadi yang dipersembahkan kepada Allah demi kesejahteraan manusia.

Bahan utama persembahan: roti (hosti = kurban, persembahan) dan anggur yang murni. 

Gereja Katolik menggunakan roti tidak beragi yang terbuat dari gandum murni dan masih baru supaya tidak ada bahaya membusuk (KHK 924, 926). 

Sarana penunjang utamanya adalah piala (kaliks/piala Ekaristi; tempat minum yang terbuat dari emas atau sekurang-kurangnya bagian dalamnya dilapisi emas. Ke dalam piala inilah anggur dituangkan dan dicampuri air sedikit. 

Anggur tersebut akan menjadi Darah Kristus saat konsekrasi), 
sibori (semacam piala besar, yang punya tutup, untuk menyimpan Sakramen Mahakudus),
ampul (sejenis cangkir kecil berisi air dan anggur), 
korporal (sehelai kain segi empat yang dibentangkan di atas meja altar. Fungsinya sebagai alas untuk piala, sibori dan bahan persembahan yang lain. Pada salah satu ujungnya biasanya ada tanda salib kecil sebagai petunjuk supaya pemasangannya tidak terbalik), 
purifikatorium (lap piala; sehelai kain kecil persegi panjang untuk mengeringkan piala), 
palla (kain linen warna putih yang dikeraskan untuk menutup piala) dan 
patena (sejenis piring kecil pipih yang terbuat dari logam berlapiskan emas, tempat untuk meletakkan hosti besar untuk Ekaristi), dan 
Buku Misa

Bahan-bahan lain yang menyertai bahan utama adalah hasil-hasil bumi (seperti buah-buahan, sayur, atau hasil bumi lainnya), uang, atau benda-benda lain yang dapat dimaknai sebagai simbol persembahan karya jemaat. 

Bahan-bahan dan sarana-sarana itu dibawa ke altar oleh petugas dan diterima oleh imam. Mengapa altar? Karena di altarlah kegiatan Liturgi Ekaristi ini akan berlangsung.

2. Doa pribadi imam

Imam mencampurkan sedikit air ke dalam anggur sambil mengucapkan doa dalam hati: "Sebagaimana dilambangkan oleh percampuran air dan anggur ini, semoga kami boleh mengambil bagian dalam keallahan Kristus, yang telah berkenan menjadi manusia seperti kami." 

Tindakan ini mau mengungkapkan rahasia kebenaran inkarnasi yang terwujud secara nyata dalam Perayaan Ekaristi: Sabda menjadi daging, Allah menjelma menjadi manusia dalam diri Kristus. dan, terutama mau memohon agar kita yang manusiawi (= air) dipersatukan dengan Kristus yang ilahi (= anggur), manusia boleh berpartisipasi dalam hidup ilahi.

Roti dan anggur diangkat sendiri-sendiri dan imam mengucapkan doa untuk masing-masing. Jika dalam Misa dipakai dupa, maka bahan-bahan persembahan itu didupai oleh imam selebran

Sebelumnya imam membungkuk terlebih dahulu sembari mengucapkan doa dalam hati ("Ya Bapa, dengan rendah hati dan tulus ikhlas kami menyesali dosa-dosa kami. Maka terimalah kami dan juga persembahan ini." 

Setelahnya imam juga mendupai altar dengan cara mengelilinginya. Ini merupakan tanda bahwa bahan-bahan itu akan segera dikuduskan bagi Allah dan juga bagi keselamatan umat

Kurban persembahan umat akan dipersatukan dengan kurban diri Kristus sendiri. Disini pendupaan melambangkan persembahan dan doa Gereja yang naik ke hadirat Allah seperti kepulan asap dupa

Setelah itu imam selebran didupai, karena pelayanan kudus yang ia sandang. Jemaat pun didupai, karena martabat luhur yang mereka peroleh lewat Sakramen Baptis (PUMR 75). 

Semula pembasuhan tangan (lavabo) dalam Misa hanya bersifat higienis karena roti-roti yang dipersembahkan umat masih bertepung, seperti berserbuk, dan imam baru saja memegang pedupaan yang kurang bersih juga. Alasan ini telah lama diberi makna spiritual (PUMR 96 - Imam membasuh tangan melambangkan bahwa ia mengingini hati yang bersih), hal ini tampak dalam doa ketika melakukan pembasuhan tangan: "Ya Tuhan, bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan basuhlah aku dari dosaku" (Mzm 51:4). 

3. Doa Persiapan Persembahan

Disebut "Persiapan Persembahan" karena imam selebran bersama jemaat sedang mempersiapkan "persembahan dari jemaat/Gereja" yang akan dijadikan satu dengan kurban Kristus sendiri.

Biasanya Doa Persiapan Persembahan mengandung empat bagian

1. ajakan imam ("Berdoalah, Saudara-saudara supaya ...); 
2. tanggapan jemaat ("Semoga persembahan ini ..."); 
3. doa imam ("Allah ..."); 
4. tanggapan jemaat lagi ("Amin"). 
Pada pokoknya imam memohon kepada Allah agar persembahan yang dibawa jemaat itu dikuduskan dan dipersatukan dengan kurban persembahan diri Kristus. 

B. Doa Syukur Agung (DSA)

DSA adalah pusat dan puncak Perayaan Ekaristi, suatu doa syukur dan pengudusan, mengandung unsur-unsur ritual yang kaya dan sarat makna

Dengan doa ini seluruh umat beriman menggabungkan diri dengan Kristus dalam memuji karya Allah yang agung dan dalam mempersembahkan kurban (PUMR 78). 

DSA adalah doa presidensial terpenting, doa yang dikhususkan bagi imam saja. Dalam perayaan Ekaristi diakon dan awam tidak boleh mengucapkan doa-doa, khususnya DSA (KHK 907). 

Imam mengajak jemaat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan dengan berdoa dan bersyukur (PUMR 78). 

Jemaat memadukan diri dengan imam lewat iman dan doa batin, serta lewat bagian DSA yang ditentukan bagi mereka (PUMR 147). 

Jadi, meskipun jemaat tidak bergerak, tidak berucap, tidak bernyanyi, namun tetap terlibat aktif mengarahkan hati (mendengarkan dengan hening dan hormat) lewat iman dan doa batin. 

Di dalam MR 1970 secara resmi Takhta Suci Vatikan Roma hanya membuat empat DSA, karena tuntutan Gereja-gereja lokal, Roma akhirnya juga merestui dipakainya beberapa DSA di luar keempat yang resmi itu. TPE 2005 memuat sepuluh DSA. Setiap DSA mempunyai tema, bentuk, atau penekanan yang berbeda.

Ada dua bagian utama dalam DSA, strukturnya sbb:

1. Doa Pujian - umat hendaknya berdiri ... (PUMR 43).

Dialog Pembuka - I: Tuhan bersamamu/sertamu; U: Dan bersama rohmu/sertamu juga

Prefasi (doa ucapan syukur) adalah pujian dan ucapan syukur dari jemaat kepada Allah Bapa atas seluruh karya keselamatan yang diselenggarakanNya.

Aklamasi "Kudus" - inilah aklamasi terpenting dalam Perayaan Ekaristi (Yes 6:2-3).

2. Doa Syukur - umat berlutut pada saat konsekrasi, kecuali kalau ada masalah kesehatan atau tempatnya tidak mengizinkan, entah karena banyaknya pengunjung, entah karena sebab-sebab lain (PUMR 43).

Doa epiklesis - Secara harafiah berarti doa permohonan (= klesis) atas persembahan (= epi). 

Secara liturgis diartikan sebagai 

1. doa supaya Roh Kudus turun untuk mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus; 

2. Roh Kudus juga dimohon agar turun untuk mempersatukan seluruh jemaat; 

3. merupakan suatu madah pujian bagi Allah Tritunggal.

Ada dua macam epiklesis 

1. epiklesis konsekrasi (atas roti dan anggur): "Maka kami mohon: kuduskanlah persembahan ini dengan pencurahan Roh-Mu (imam selebran menumpangkah ke dua tangannya di atas roti dan anggur), agar bagi kami menjadi Tubuh dan Darah Putra-Mu terkasih, Tuhan kami, Yesus Kristus (imam selebran membuat tanda salib (memberkati) atas roti dan anggur itu)." (DSA II); 

2. epiklesis komunio (atas jemaat): "Kami mohon agar kami, yang menerima Tubuh dan Darah Kristus, dihimpun menjadi satu umat oleh Roh Kudus." 

Kisah institusi/doa konsekrasi

Kisah institusi adalah pusat DSA. Putra altar membunyikan lonceng/gong sebelum Dialog Pembuka DSA sebagai tanda dimulainya DSA dan pada bagian sebelum Kisah Institusi/konsekrasi (PUMR 150) 

Misalnya DSA I: "Pada hari sebelum menderita, Ia mengambil roti ... sambil menengadah kepada-Mu, Allah Bapa-Nya yang Mahakudus, Ia mengucap syukur dan memuji Dikau, memecah-mecahkan roti itu, dan memberikannya kepada murid-murid-Nya seraya berkata: Terimalah dan makanlah: Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagimu 

(Ketika Imam memperlihatkan Hosti Suci dengan mengangkat-Nya, Umat memandang-Nya. Ketika Imam meletakkan Hosti Suci dan berlutut, Umat menundukkan kepala dengan hormat dan khitmad). 

Ia mengambil Piala ... lalu memberikan piala itu kepada murid-muridNya seraya berkata: Terimalah dan minumlah: Inilah Piala Darah-Ku, Darah perjanjian baru dan kekal, yang ditumpahkan bagimu dan bagi semua orang demi pengampunan dosa. Lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku (Mat 26:26-28; Mrk 14:22-24; 1 Kor 11:23-25)

(Ketika Imam memperlihatkan Piala dengan mengangkat-Nya, Umat memandang-Nya. Ketika Imam meletakkan Piala dan berlutut, Umat menundukkan kepala dengan hormat dan khitmad).

Aklamasi anamnesis

Aklamasi bukanlah doa permohonan, melainkan seruan pujian. Misalnya anamnesis 1 - I:"Marilah menyatakan misteri iman kita." U: "Wafat Kristus kita maklumkan, kebangkitan-Nya kita muliakan, kedatanganNya kita rindukan."

Doa kurban/persembahan

Sambil mengenangkan wafat dan kebangkitan Kristus, kami mempersembahkan kepada-Mu ... (DSA II) (kedua tangan imam terentang sambil membacakan atau menyanyikan doanya).

Doa permohonan

Pada umumnya adalah doa-doa bagi Gereja, para gembala, dan para arwah. Doa Umat (Oratio universalis) pada akhir Liturgi Sabda juga disebut Doa Permohonan. Bedanya, pada akhir Liturgi Sabda itu dipanjatkan oleh seluruh umat dengan dipimpin oleh imam sebagai wakil Gereja

Sedangkan Doa permohonan dalam DSA ini dipanjatkan hanya oleh imam

Doksologi - Amin meriah

I: "Dengan pengantaraan Kristus, bersama Dia dan dalam Dia, Allah Bapa yang mahakuasa, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, segala hormat dan kemuliaan sepanjang segala masa." 

Bagian akhir Doa Syukur ini adalah suatu pujian (doksa = kemuliaan) yang bersifat trinitaris (menyebut peran Allah Tritunggal), namun tetap menonjolkan peran pengantara (mediator) Kristus.

U: "Amin."

C. Ritus Komuni

Ritus ini memberi waktu bagi jemaat untuk bersama-sama saling mengungkapkan cinta kasih persaudaraan, kebersatuan, pengampunan dan perdamaian

Ritus ini sesuai dengan kehendak Kristus sendiri, bahwa kita hendaknya makan dan minum dari perjamuan yang Ia sediakan.

Susunan Ritus Komuni

a. Doa Tuhan

I: "Atas petunjuk Penyelamat kita dan menurut ajaran ilahi, maka beranilah kita berdoa." I & U: "Bapa kami yang ada di sorga ..." 

(imam selebran berdiri dengan tangan terentang; jemaat berdiri dan merentangkan tangan/mengatupkan tangan selama doa Bapa Kami.

Liturgi resmi Gereja selalu memberi ruang untuk ekspresi pribadi sejauh tidak mengganggu kebersamaan. Yang penting orang tahu maknanya:

(*) Merentangkan tangan/menengadah/mengangkat tangan ke atas itu seperti dalam perang, tanda orang menyerah kalah. Kita menyerahkan diri di hadapan Allah sambil berdoa Bapa Kami. 

(*) Membuka tangan mengarah ke atas (bukan mengepal/menggenggam) itu tanda pengharapan, kita memanjatkan doa Bapa Kami penuh harapan memohon segala kebutuhan dan keluhan kita sambil membuka diri dan kesadaran yang dirangkum dalam doa yang amat agung ini.) 

Doa Embolisme I: "Ya Bapa, bebaskanlah kami dari segala yang jahat ..." (PUMR 81). 

Doksologi aklamatif U: "Sebab Engkaulah Raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya."

b. Ritus Damai

Doa Damai ("Tuhan Yesus Kristus .... jangan memperhitungkan dosa kami... jemaat cukup mengamini saja). 

Salam Damai I: "Damai Tuhan bersamamu." (bdk. Yoh 20:19, 21). U: "Dan bersama rohmu." 

Kemudian dilanjutkan ajakan diakon atau imam selebran yang mengundang jemaat untuk saling memberi salam.

Pemecahan Roti

Ritus Pemecahan Roti itu sendiri terdiri dari beberapa tindakan:

1. imam memecahkan hosti besar atau membaginya menjadi dua bagian besar dan mencuil salah satu bagian itu (= tiga bagian)

2. imam memasukkan cuilan dari salah satu bagian itu ke dalam piala, mencampurkannya dengan Darah Kristus (melambangkan persatuan Tubuh dengan Darah Kristus). 

Dua tindakan ini diiringi lagu pengiring "Anak Domba Allah". 

3. imam berdoa dalam hati ("Semoga percampuran Tubuh dan Darah Tuhan Yesus Kristus memberi kehidupan abadi kepada kami yang akan menyambut-Nya") lalu berlutut

4. imam menunjukkan hosti yang sudah terpecah dan seolah disatukan kembali kepada jemaat sambil berkata: "Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia. Berbahagialah kita yang diundang ke perjamuan-Nya." (Why 19:9) 

Jemaat menjawab: "Ya Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang pada saya, tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh." (Mat 8:8).

Komuni: Pembagian Tubuh (dan Darah) Kristus

Setelah imam selebran menyantap Tubuh dan Darah Kristus, kemudian giliran umat beriman berarak menyambut Tubuh Kristus. 

Perarakan ini melambangkan kegembiraan spiritual, ungkapan syukur dan persaudaraan antar jemaat; mereka secara bersama-sama menjadi bagian Tubuh Mistik Kristus, menjadi Gereja yang satu. 

Petugas komuni menunjukkan hostinya kepada penerima sebelum memberikan, ia mengucapkan: "Tubuh Kristus." 

Telapak tangan kiri penerima di atas telapak tangan kanan, supaya tangan kanan dapat mengambil Tubuh Kristus. Penerima melihat hosti itu, menundukkan kepala sambil berkata "Amin." 

Kemudian kita mengambil satu langkah ke samping, masih menghadap altar, memungut Hosti dengan jemari tangan kanan dan langsung menyantap-Nya di hadapan petugasLalu, dengan kedua tangan dikatupkan di depan dada kita kembali ke bangku

Setelah menyambut komuni, doa yang patut dilambungkan adalah ucapan syukur. Bersyukur atas segala rahmat, khususnya atas persatuan dalam Kristus dan Gereja.

Yang boleh menyambut komuni adalah setiap orang yang menghadiri Misa, sudah dibaptis, dan sudah menerima komuni pertama. Mereka yang sedang terkena ekskomunikasi, interdik atau dalam keadaan dosa berat, tidak diperkenankan menyambut komuni (KHK 915).

c. Doa Sesudah Komuni

Doa ini menutup rangkaian Ritus Komuni, juga seluruh Liturgi Ekaristi. Tema doa ini adalah ungkapan syukur atas rahmat yang diterima dalam Perayaan Ekaristi dan permohonan agar itu semua berbuah dalam hidup jemat. Itulah ungkapan syukur presidensial, yang hanya dibawakan oleh imam selebran.

Bagian keempat: Ritus Penutup

Susunan Ritus Penutup 

1. Pengumuman; 
2. Amanat Singkat; 
3. Salam dan Berkat - Ritus ini diawali dengan salam oleh imam selebran: "Tuhan bersamamu/sertamu." U: "Dan bersama rohmu/sertamu juga." 

Lalu imam memberi berkat kepada jemaat dengan menggerakkan tangan dalam bentuk tanda salib. Jemaat pun membuat Tanda Salib besar pada dirinya dan menjawab: "Amin." ; 

4. Pengutusan; 

5. Penghormatan Altar dan perarakan keluar.

(Sumber: Warta KPI TL No. 99/VII/2012 » Lakukanlah ini sekitar Misa kita, C.H. Suryanugraha).





Sarapan Pagi Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Minggu, 3 Januari 2016

Hari Raya Penampakan Tuhan
Tahun C/II (Putih)

Bacaan:
Yes 60:1-6
Mzm 72:1-2, 7-8, 10-11, 12-13
Ef 3:2-3a, 5-6
Mat 2:1-12



Firman yang tertanam di dalam hatimu
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu (Yak 1:21)


Ternyata ... ingin bertobat juga

Ada seorang wanita yang kerasukan. Roh wanita itu mengaku bahwa dulu semasa hidupnya di dunia sebagai seorang pelacur, mengatakan bahwa ia merasa terganggu oleh anak-anak asrama yang berbicara jorok, kasar dan tidak sopan santun

Ia memberi pesan agar rumah asrama dibersihkan dan menyebutkan nama-nama anak yang suka berbicara jorok. Setelah ditanya mengapa ia kok juga berbicara kasar; ia menjawab, “Aku ketularan anak-anak itu!” 

Setelah permintaannya dipenuhi, ia meninggalkan korbannya.

Biasanya roh orang yang meninggal tidak wajar karena pembunuhan, korban kerusuhan, korban kecelakaan, bayi-bayi yang diaborsi dll., mengganggu orang yang masih hidup, dengan maksud mencari perhatian “minta didoakan” - hanya dapat merasuki jiwa yang “kosong”. 

(Sumber: Warta KPI TL No. 19/XI/2005 » Dari pengalaman Fr. Fransiskus Suradi yang berorientasi pastoral di Paroki Allah Mahamurah Padang Surut, Sumatera Selatan, bersama Pastor Pius Pujowiyanto dan Robertus Sutopo SCJ).

Mata jahat atau mata baik

Hidup ini dibangun sebagian besar dari apa yang dilihat. Mata yang baik atau jahat itu tergantung dari apa yang boleh masuk, atau lebih tepat tergantung dari apa yang kita izinkan masuk dalam mata kita!


Mata yang baik ada kelepnya, sehingga yang jahat tidak bisa masuk! Mungkin satu kali dengan tidak sengaja masuk, bisa timbul keinginan dalam hati akan perkara-perkara yang dilihat satu kali itu! 

Tetapi orang yang tulus dan mau langsung membuang segala keinginan-keinginan yang salah itu, lalu menutup matanya dari hal-hal yang jahat itu supaya tidak melihat kedua kalinya

Iblis sering menipu dan menyesatkan, katanya: hanya melihat-lihat saja, tidak berbuat, tidak apa-apa (... tidak mau berhenti). Iblis masuk dan ia menjadi tawanan tanpa orang lain tahu. Hidup jadi gelap, Tuhan jadi hilang dari dirinya.

Daud selalu memandang Tuhan, bahkan ia rindu matanya dicelikkan supaya bisa melihat lebih banyak Taurat dan kemuliaan Tuhan (Mzm 119:18). 

Tetapi karena keinginan-keinginan yang timbul itu tidak dibuang, maka terdorong untuk berbuat pekara-pekara yang keji: mengambil istri anak buahnya sendiri yang setia dan loyal - Batsyeba; membunuh Uria - suami dari istri yang diambil ( 2 Sam 11).

Bagaimana mata kita? Baik atau jahat?


(Sumber: Warta KPI TL No. 18/X/2005 » Mata jahat atau mata baik, Tulang Elisa No. 59)