Awal tahun liturgi
Kalender yang kita gunakan disebut kalender Masehi. Peletakan awal tahun liturgi Gereja pada masa Adven mengikuti sebuah teologi yang bertujuan mengajak seluruh anggota Gereja untuk menghidupi kembali masa penantian akan kedatangan penebus, seperti yang dialami oleh umat Israel.
Masa penantian ini dijiwai dengan semangat pertobatan untuk menyambut kedatangan Penebus. Dengan demikian, tahun liturgi mengikuti proses penebusan, yang mulai dengan Inkarnasi sampai kemudian berpuncak pada misteri Paskah kebangkitan.
Pusat iman kita adalah kebangkitan. Tetapi tidak perlu tahun liturgi dimulai dengan kebangkitan, karena pengaturan yang sekarang ini lebih tepat, yaitu kebangkitan dijadikan sebagai titik puncak (klimaks) perjalanan liturgis sepanjang tahun. Kebangkitan inikah yang kemudian mewarnai seluruh perayaan liturgi sepanjang tahun.
Jika tahun diturgi dimulai dengan kebangkitan, maka masa penantian menjadi seperti anti-klimaks.
Kata "Adven" berarti kedatangan. Kata ini merujuk pada tiga peristiwa, yaitu (1) pada masa lalu, (2) masa yang akan datang dan (3) masa kini.
(1) Peristiwa di masa lalu, yaitu kedatangan Sang Sabda menjadi manusia lemah yang bernama Yesus dari Nazaret.
(2) Kata "adven" merujuk pada kedatangan kedua Yesus Kristus pada akhir zaman, yaitu sebagai hakim akhir zaman. Hal inilah yang mengkaitkan masa Adven dengan akhir zaman (KGK 524; Prefasi Adven I).
(3) Kata adven merujuk pada kedatangan Yesus Kristus dalam peristiwa-peristiwa hidup kita pada masa saat kini.
Jadi, masa Adven secara liturgis mempersiapkan kita untuk merayakan kedatangan Yesus Kristus yang pertama, yaitu peristiwa Natal di Betlehem.
Persiapan ini juga mengarahkan pandangan kita untuk menyambut kedatangan Yesus Kristus yang kedua kelak, pada akhir zaman atau akhir hidup kita masing-masing.
Kedua butir ini membuat kita lebih peka menanggapi kedatangan atau sapaan Tuhan Yesus dalam hidup kita saat ini.
Masa Adven adalah masa persiapan untuk merayakan kedatangan Putra Allah yang menjelma menjadi manusia, yang tak lain adalah pemberian diri Allah kepada manusia.
Dengan memandang pemberian diri ini, masa Adven dan juga perayaan Natal tidak menjadi masa introvert rohani, tetapi justru menjadi masa yang sangat subur untuk memberikan diri kepada sesama yang membutuhkan, seperti juga teladan ketiga sarjana. Perhatian untuk orang miskin dan kecil ini diungkapkan dengan Aksi Natal.
Sejak abad-abad pertama sejarah Gereja selalu ada masa persiapan untuk menyongsong perayaan kelahiran Yesus di Betlehem.
Persiapan itu dilakukan baik dalam perayaan-perayaan liturgis maupun dalam hidup rohani pribadi. Persiapan itu diarahkan kepada dua tujuan yang menunjukkan dua arti Adven, yaitu:
1. Persiapan untuk menyongsong pesta Natal tanggal 25 Desember.
2. Perwujudan masa penantian kedatangan Yesus Kristus yang kedua sebagai hakim akhir zaman.
Dua arti masa Adven ini diketahui dari catatan-catatan historis abad IV. Dua arti inilah yang juga dipertahankan oleh Konsili Vatikan II dalam pembaharuan liturgi.
Masa Adven terdiri dari empat minggu dengan tema utama "penantian". Dua arti Adven di atas itulah yang melatarbelakangi perbedaan perayaan liturgis.
Liturgi dari minggu pertama sampai dengan tanggal 16 Desember diarahkan kepada penantian eskatologis, yaitu kedatangan Yesus Kristus yang kedua, yaitu sebagai hakim akhir zaman. Bacaan-bacaan liturgis diarahkan kepada tema ini.
Sedangkan dalam liturgi dari tanggal 17 Desember sampai dengan 24 Desember, baik dalam perayaan Ekaristi maupun dalam Ibadat Harian, semua rumusan diarahkan secara lebih jelas kepada persiapan menyambut perayaan kelahiran Yesus di Betlehem. Bisa dikatakan bahwa bagian kedua ini adalah persiapan intensif jangka pendek untuk merayakan pesta kelahiran Tuhan.
Dua arti Adven di atas menunjukkan bahwa masa Adven merangkum keseluruhan kekayaan teologis misteri kedatangan Tuhan di dalam sejarah sampai kepada pemenuhannya.
Kita bisa membedakan dua dimensi kehidupan para pengikut Kristus, yaitu dimensi eskatologis dan dimensi historis-sakramental.
Dimensi eskatologis masa Adven menunjukkan bahwa keselamatan yang telah kita terima dari Allah akan dibawa ke kesempurnaan pada akhir zaman (1 Ptr 1:5). Seluruh hidup manusia adalah wadah pelaksanaan janji-janji Allah yang akan terpenuhi pada "hari Tuhan" (1 Kor 1:8; 5:5).
Dimensi eskatologis ini mengingatkan kita akan tugas misioner Gereja untuk mewujudkan keselamatan itu sepenuhnya sampai kedatangan Kristus sekali lagi sebagai hakim dan penyelamat.
Dimensi historis-sakramental masa Adven merujuk pada Yesus sebagai perwujudan konkret keselamatan yang dinantikan. Tuhan yang dinantikan adalah Tuhan yang telah datang sepenuhnya dalam diri Yesus dari Nazaret. Hal ini menunjukkan betapa konkritnya penyelamatan manusia.
Penyelamatan ini menyangkut manusia dalam keseluruhan diri-Nya dan juga seluruh umat manusia. Kristus sungguh datang dalam daging kita dan Kristus inilah yang akan menampakkan diri-Nya pada akhir zaman (Kis 1:11).
Tokoh Adven: Yesaya dan Yohanes Pembaptis
Bacaan-bacaan dari kitab Nabi Yesaya dipilih Gereja karena Yesaya-lah yang paling banyak menampilkan semangat pengharapan, sikap takwa dalam iman dan penghiburan di tengah tantangan dunia.
Semangat pengharapan ini menghadirkan bukan hanya pengharapan bangsa Israel, tetapi mewakili pengharapan manusia dari segala zaman akan kedatangan penebus.
Karena itu, bacaan-bacaan dari nabi Yesaya menyerukan kerinduan setiap manusia akan penebus yang membawa keselarasan antara manusia dan Allah, dengan sesama, dengan diri sendiri dan dengan alam semesta.
Kitab nabi Yesaya sungguh meneguhkan hati dan memberikan penghiburan bagi bangsa terpilih selama berabad-abad ketika mereka berjuang untuk tetap setia menantikan janji Allah.
Selama dua minggu pada awal masa Adven ini, bacaan pertama dari Yesaya menentukan tema Injil yang diambil. Ini adalah kebalikan dari praktek biasanya, yaitu bahwa bacaan Injil-lah yang dijadikan rujukan untuk menentukan bacaan pertama.
Dengan mengambil bacaan dari kitab nabi Yesaya, Gereja membentuk kesatuan warta pengharapan abadi bagi manusia dari segala zaman.
Yohanes Pembaptis adalah nabi terakhir. Seluruh pribadi dan pelayanannya mencerminkan penantian bangsa Israel atau penantian seluruh umat manusia.
Dengan laku-tapanya, Yohanes Pembaptis sungguh-sungguh menghayati semangat penantian. Dialah sang pendahulu yang bertugas mempersiapkan lorong-lorong bagi Tuhan (Yes 40:3). Dia menjadi tanda kehadiran Allah yang mempersiapkan penyelamatan umat-Nya.
Yohanes Pembaptis-lah yang menunjukkan bahwa Yesus itu adalah Anak Domba yang dinantikan dan yang telah hadir di tengah umat-Nya (Yoh 1:29-34).
(Sumber: Dari Adven sampai Natal, Dr. Petrus Maruia Handoko, CM)