Di taman tukang kebun tumbuhlah bunga-bunga, ada bogenvil, africances, mawar dan bakung. Suatu hari keempatnya mengeluarkan kembangnya yang indah-indah. Masing-masing membanggakan keindahannya, maka terjadilah kontes kecantikan bunga-bunga.
Bogenvil mulai bicara: “Dengarlah aku. Bungaku indah, dulu aku hanya berwarna merah, tetapi sekarang ada yang putih, kuning dan ungu. Daunku lebat karena itu di bawahku ada orang yang berteduh melepaskan kepenatan setelah lelah bekerja. Bila aku tua, batangku dijadikan kayu bakar. Pokoknya aku serba guna.”
Sela bunga africances: “Sungguh keliru kau bogenvil. Tidakkah kau tahu bahwa aku adalah bunga yang paling segar, di bawah terik matahari sekalipun, bungaku tetap berwarna kuning emas. Kupu-kupu biasa hinggap dan bertengger di bungaku bila mereka lelah terbang atau berkejaran. Namaku bagus, karena aku berasal dari luar negeri. Tepatnya dari Afrika dan Prancis karena itu aku disebut africances.”
Potong bunga mawar: “Maaf africances, mungkin kamu lupa. Katamu berasal dari Afrika dan Perancis, tetapi baumu menusuk hidung. Karena itu kamu di Indonesia disebut bunga tai ayam. Akulah bunga yang disenangi dan dicintai, namaku mawar. Yang dalam bahasa asing disebut rosa, lebih manisnya orang menyebutku rose. Aku sering dijadikan simbol para kudus. Bahkan Santa Maria disebut mawar yang tak kunjung layu. Selain itu aku harum, sehingga selalu dipetik gadis-gadis untuk menghias rambutnya. Buat kekasihnya sering aku dihadiahkan sebagai ketulusan dari para pria. Cukup setangkai aku dimasukkan dalam vas dan ditempatkan di ruang tamu, selalu kontras dengan tembok yang berwarna putih. Pendeknya aku mempunyai berbagai keistimewaan.”
Semua pembicaraan antara bogenvil, africances dan mawar didengar oleh bunga bakung. Akhirnya hilanglah kesabarannya, maka diapun berbicara: “Jangan kau lupa mawar, kau indah dan disenangi orang tetapi durimu telah melukai banyak orang. Kau bogenvil, bungamu cepat layu. Dan africances, baumu menusuk hidung. Akulah bunga bakung, bungaku molek, tidak sembarang orang menyebut aku, karena tidak semua orang dapat merawat hidupku. Mungkin kalian lupa pada Injil Luk 12:27 ‘Perhatikanlah bunga bakung, yang tidak memintal dan menenun. Namun Salomo dalam segala kemegahannya tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.”
Maka terjadilah pertengkaran yang hebat diantara bunga-bunga itu. Mendengar itu tukang kebun ke luar, ia memandang bunga-bunga itu dan memetiknya seraya merangkai mereka dalam satu vas, ia berkata: “Kalian semua dari asalmu indah, tetapi kalian akan menjadi jauh lebih indah kalau dirangkai dalam satu kesatuan. Sehingga menjadi kesatuan yang harmonis, karena tiap-tiapmu mempunyai keindahan yang memperkaya kesatuan dalam kebersamaan.”
Tuhanlah pemilik kebun, kita adalah bunga-bunga yang berada di taman bunga. Ada rupa-rupa karunia dan pelayanan tetapi hanya ada satu Tuhan. Tiap-tiap karunia ada kebaikan dan keterbatasannya, tetapi satu Roh yang mempersatukan sehingga kita dapat saling menghormati dan menghargai.
Jika kita menyadari hal ini maka akan ada pengampunan dan damai di hati sehingga hidup kita akan terasa indah dan akan saling memperkaya … demi kemuliaan nama-Nya. Dan kita pun layak menjadi saksi-Nya.
Sebelum naik ke sorga, Yesus hanya dikenal di Yerusalem dan sekitarnya, Dia hadir secara badaniah (jasmani). Akan tetapi sejak Pentakosta, Yesus hadir secara spirituil (rohani),
Roh-Nya tidak terikat pada waktu dan ruang. Dengan bentuk inilah Dia dapat melaksanakan karya penyelamatan secara universal di dunia; Dia menyertai dan menguduskan semua orang yang berharap dan merindukan kehadiran-Nya di manapun dan kapanpun orang tersebut berada.
(Sumber: Warta KPI TL No. 86/VI/2011 » Renungan H R Pentakosta tgl 12 Juni 2011, Rm Lucius, SVD).