Pages

Jumat, 18 November 2016

Api Penyucian, kehidupan sesudah kematian (2016)




Dosa adalah lebih menyukai diri sendiri daripada Allah. Sikap hati ini adalah suatu kejahatan dan suatu kesalahan

Konsekuensinya adalah manusia kehilangan suatu kebaikan yang tak terbatas (Allah), kehilangan yang Maha baik ini mendatangkan suatu penderitaan/suatu hukuman karena manusia kehilangan Allah. 

Dosa adalah juga menyukai lebih beberapa ciptaan daripada Allah. Manusia melekatkan diri secara tidak teratur kepada ciptaan dan menjauhkan diri dari Allah dan dari aturan yang ditentukan Allah tentang penggunaan ciptaan itu.



Dosa mendatangkan hukuman yang berasal dari kesucian dan keadilan Allah; juga hukuman itu harus ditanggung selama mengembara di dunia ini dengan menanggung penderitaan, kemiskinan, malapetaka kehidupan dan terutama dengan kematian (Kej 3:16-19; Luk 19:41-44; Rm 2:9; 1 Kor 11:30).



Di dunia lain juga ada penderitaan bagi pendosa yang mati tanpa menyesali dosa (Mat 25:41-42; Luk 9:42-430 dan ada penderitaan di dunia lain yang memurnikan bagi mereka yang menyesali dosa namun belum membereskan hukuman.



Allah terus menerus mendorong seorang pendosa kepada pertobatan untuk membenarkannya, yakni untuk mengantarnya dari kegelapan kepada cahaya Ilahi. “Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.” (1 Ptr 2:9; Luk 15:17).



Disinari oleh cahaya Ilahi, si pendosa menjadi sadar terhadap kejahatan yang dilakukannya dengan meninggalkan Allah Yang Maha baik, dan merasa remuk redam hatinya.



Karena itu manusia bertobat, minta ampun dan kembali kepada Allah. Dari pihak-Nya, Allah mengampuni kesalahan manusia dan menghapus kesalahan yang terdapat di dalam hatinya, dan mencurahkan kembali Roh Kudus ke dalam hati si pendosa yang telah bertobat, semua ini karena kasih-Nya (Bdk. Rm 5:5).

Ada orang yang berpikir bahwa “Allah telah mengampuni segala dosa-dosanya, maka tidak akan ada lagi konsekuensinya”. Hampir seluruh bagian Kitab Suci menceritakan sebaliknya, selalu ada konsekuensi yang harus ditanggung manusia, jika ia berdosa terhadap Allah, meskipun Allah telah memberikan pengampunan.

Contoh: Adam dan Hawa – dosanya diampuni tetapi mereka diusir dari Taman Eden (Kej 3:23-24). Daud berzinah dengan Batsyeba, membunuh Uria, suami Batsyeba – diampuni tetapi anaknya mati (2 Sam 12:18).

Setiap dosa harus ditebus, baik selama kita hidup di dunia ini maupun sesudah kita mati. Semakin berat dan semakin sering dosa-dosa itu dilakukan, maka semakin lama pembersihan yang perlu dilakukan dan semakin berat kadar siksaannya. 

Karena tidak boleh ada satupun dosa atau bayangan dosa sekecil apapun yang dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah yang Maha Suci itu. 

Tuhan memberikan kepada setiap orang selama hidupnya di dunia ini dan pada saat kematiannya rahmat yang cukup untuk bisa bertobat, meskipun dia telah menghabiskan seluruh hidupnya didalam kegelapan. Jika ada orang yang meminta pengampunan dengan tulus, tentu saja dia bisa diselamatkan.

Jadi. sebelum jiwa memasuki keabadian, Allah memberikan beberapa menit kepada setiap orang agar menyesali dosa-dosanya dan memutuskan: menerima atau tidak menerima untuk melihat Allah.

Masing-masing orang diberi pengetahuan akan kehidupannya serta penderitaan yang akan datang, namun hal itu untuk masing-masing orang tidak sama intensitas pengungkapan Allah ini tergantung kepada kehidupan masing-masing orang (Bdk. Kis 9:15-16).

Pada saat mati, jiwa masuk ke dalam alam roh; di sana dia membawa semua perbuatannya, semua perbuatan dosanya transparant (kelihatan semua, dirinya juga bisa melihat). 

Tetapi kalau orang itu menjalani hidup di dalam kekudusan/kebenaran (bersalah – sadar – bertobat – minta ampun) maka dosanya dihapus, dia benar-benar dalam keadaan bersih.

Pada saat kematian, jiwa secara samar-samar melihat Allah dalam suatu tingkatan kecerahan tertentu dimana hal ini sudah cukup untuk menimbulkan kerinduan yang besar dalam dirinya. 

Jiwa-jiwa begitu ditarik oleh cahaya ini sehingga merupakan penderitaan baginya jika harus kembali ke dunia dengan tubuhnya setelah mendapat pengalaman ini.

Andai kata suatu saat ada sebuh pintu terbuka dan tampak suatu makhluk indah sekali, amat sangat indah, dengan sebuah kecantikan yang belum pernah ada di dunia ini, maka kita akan tertegun, dikuasai oleh makhluk cahaya itu serta keindahan itu. 

Kemudian makhluk itu mengatakan bahwa dia sangat mengasihi kita ... kita tak pernah bermimpi untuk dikasihi seperti itu hingga begitu besarnya. 

Kita juga merasakan bahwa dia sangat ingin menarik kita kepadanya untuk bersatu dengan kita. Api kasih yang berkobar dalam hati kita akan mendorong kita untuk merebahkan diri kita ke dalam pelukan tangan makhluk itu.

Tetapi kita menyadari bahwa saat itu kita masih belum mandi selama berbulan-bulan, sehingga bau badan kita busuk, rambut kita kusam dan kusut, dan nampak debu kotoran menempel di pakaian kita dsb.

Maka kita akan berkata dalam diri kita sendiri: “Tidak, aku tak bisa menghadirkan diriku dalam keadaan seperti ini. pertama-tama aku harus pergi dan mandi dulu, mandi dengan bersih, kemudian langsung aku kembali.”

Setiap jiwa memiliki sebuah suara hati untuk mengenali kebaikan dan kejahatan, sebuah karunia yang diberikan oleh Allah sebuah pengetahuan batin.

Jadi, Allah tidak mengirimkan suatu jiwa ke neraka atau ke Api Penyucian, tetapi jiwa itu sendiri yang menginginkan untuk pergi ke neraka atau ke Api Penyucian (agar dirinya menjadi murni sebelum dia pergi ke sorga).

Di Flores ada seorang raja yang lalim dimakamkan di sebelah Gereja. Setelah wafat dia didoakan setiap malam. Pada hari ketiga, dia mendatangi seorang suster yang sedang berdoa, katanya: “Suster, saya sudah tidak perlu lagi didoakan karena saya sudah masuk neraka.”

Dia juga menampakkan diri pada seorang bapak yang hendak naik tangga gereja, dia tidak berkata apa-apa namun bapak itu melihat bahwa kakinya sudah diikat dengan rantai. Demikian pula pada waktu diadakan doa di rumahnya, dia menampakkan diri dengan wajah yang sangat menakutkan dan kepalanya bertanduk.
*
Ada seorang penjahat membunuh seorang pengkotbah. Pembunuh ini marah karena pengkotbah itu mengajak dia untuk menerima Yesus, untuk menerima keselamatan.

Beberapa tahun kemudian pembunuh itu mati. Ketika masuk alam roh, dia terkejut sekali melihat segala dosanya, sedangkan orang-orang yang disekitarnya memancarkan kekudusan. 

Pada saat itu dia melihat ada orang yang berlari-lari mendekatinya dan berkata: “Aku sudah mengampunimu. Terimalah Yesus untuk keselamatanmu.” Dia terkejut dan memperhatikan orang itu, ternyata orang itu orang yang dibunuhnya beberapa tahun yang lalu. 

Terjadilah percakapan antara mereka. Pembunuh itu mulai menyesali perbuatannya dan dengan gemetar dia berlutut di depan orang yang dia bunuh itu. 

Pada saat itu roh-roh jahat protes (roh-roh jahat yang bekerja sama pada saat dia masih hidup di dunia). Tetapi roh-roh jahat itu disuruh diam oleh malaikat. 

Maka terjadilah percakapan selanjutnya dan orang itu berkata: “Sekarang sudah terlambat. Seandainya pada waktu itu kamu mempercayai perkataanku, mungkin akhir hidupmu akan berbeda.”

Kemudian pembunuh ini bangkit berdiri. Karena merasa dirinya kotor, dia mencari tempat yang gelap untuk sembunyi. Begitu bergerak, dia diseret roh jahat masuk ke lubang dan menerima penyiksaan sampai akhir zaman – kematian kekal, bukan mati hilang tetapi terpisah dengan Allah dengan penderitaan yang tanpa terbatas waktu.

Api Penyucian adalah sebuah kondisi yang dialami oleh orang-orang yang mati dalam rahmat dan dalam persahabatan dengan Allah, namun belum disucikan sepenuhnya, memang sudah pasti akan keselamatan abadinya, tetapi ia masih harus menjalankan satu penyucian untuk memperoleh kekudusan yang perlu, supaya dapat masuk ke dalam kegembiraan sorga.

Api Penyucian adalah sebuah penundaan yang ditimbulkan oleh ketidak murnian kita, sebuah penundaan dari pelukan Allah, sebuah luka kasih yang menimbulkan penderitaan yang amat sangat, sebuah penantian; tempat kerinduan setengah mati terhadap Allah, kerinduan akan Allah yang telah kita kenal, karena kita telah melihat Dia namun belum bisa kita menyatu dengan-Nya.

Gereja telah merumuskan ajaran-ajaran iman yang berhubungan dengan Api Penyucian terutama dalam Konsili Firence (Bdk. DS 1304) dan Trente (Bdk. DS 1820, 1580). 

Tradisi Gereja berbicara tentang Api Penyucian dengan berpedoman pada teks-teks tertentu dari Kitab Suci (Why 21:27; Mat 5:48; 1 Ptr 1:15-16; Ibr 12:14; Bdk. 1 Kor 3:15; 1 Ptr 1:7).

Keberadaan Api Penyucian diucapkan oleh Yesus secara tidak langsung (Mrk 12:32 – Jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak). 

Ajaran ini juga berdasarkan praktik doa untuk orang yang sudah meninggal, tentangnya Kitab Suci sudah mengatakan, “Karena itu (Yudas Makabe) mengadakan korban penyilihan untuk orang-orang mati, supaya mereka dibebaskan dari dosa-dosanya” (2 Mak 12:45) (KGK 1030-1032).

Gereja Katolik mengajarkan bahwa dosa adalah pelanggaran hukum Allah (1 Yoh 3:4). Karena kasih karunia kita diselamatkan oleh iman, iman tanpa perbuatan adalah mati (Tit 2:11; 3:7; Ef 2:8; Yak 2:26).

Contoh kisah dibawah ini adalah hasil wawancara dengan Maria Simma oleh Suster Emmanuel dari Medjogorje. 

Maria Simma adalah seorang wanita sederhana yang sejak masa kecilnya telah berdoa bagi banyak jiwa-jiwa yang berada di Api Penyucian, baik yang dikenal maupun tidak.

Ketika berusia 25 tahun dia dianugerahi sebuah karisma, yaitu dikunjungi oleh jiwa-jiwa di Api Penyucian. Dia tidak memanggil jiwa-jiwa itu, jiwa-jiwa itu muncul dihadapannya. Dengan berbagai cara dan dengan kasihnya yang begitu besar dia telah menolong mengangkat mereka dari Api Penyucian sehingga mereka dapat menikmati kebahagiaan abadi di sorga.

Tuhan mengijinkan hal itu terjadi guna menyembuhkan jiwa-jiwa dan untuk menimbulkan rasa belas kasihan kita kepada mereka, dan untuk menyadarkan kita betapa mengerikan dan kerasnya Pengadilan Tuhan terhadap mereka yang bersalah, yang semula kita anggap sebagai kesalahan kecil saja.

Jiwa-jiwa yang minta diadakan Misa Kudus, minta didoakan melalui ibadat Jalan Salib atau minta didoakan Rosario, mereka hadir pada saat kegiatan itu dilaksanakan. 

Aku mengenal seorang pria yang percaya kepada ajaran-ajaran Gereja, tetapi dia tidak berada di dalam hidup yang benar. Suatu hari dia jatuh sakit keras, sehingga dia menjadi coma. Dia melihat dirinya dalam sebuah kamar dengan sebuah papan tulis dimana seluruh perbuatan-perbuatannya tertulis disitu, yang baik maupun yang buruk.

Lalu papan tulis itu menghilang beserta dinding-dinding ruangan itu dan yang tersisa adalah suatu pemandangan yang indah sekali. Lalu dia terbangun dari keadaan coma dan sembuh dan dia bertekad untuk merubah hidupnya.

Dosa-dosa yang paling banyak menyebabkan orang masuk ke Api Penyucian. Dosa-dosa melawan kemurahan hati, melawan kasih kepada tetangga, hati yang keras, kekejaman, memfitnah dan mengumpat, berkata hal-hal yang jelek serta memfitnah (Kol 3:5) adalah yang paling jelek dari tindakan ternoda yang membutuhkan pemurmiaan yang panjang.

Suatu saat Maria Simma dimintai tolong mencarikan seorang wanita dan seorang pria yang berada di Api Penyucian. Dan sangat mengejutkan mereka yang bertanya, ternyata wanita itu telah berada di Sorga sedangkan si pria itu berada di Api Penyucian. 

Padahal kenyataannya wanita ini telah mati ketika dia melakukan tindakan aborsi sementara si pria sering pergi ke Gereja serta menjalani kehidupan yang baik dan berdevosi.

Maria Simma mencari informasi lebih jauh lagi dan mengira bahwa yang dilihatnya itu salah, ternyata tidak, dia memang benar. Kedua orang itu mati pada saat yang sama, namun wanita itu mengalami pertobatan yang benar-benar dan dia sangat rendah hati, sementara si pria sering mengkritik orang lain. Dia selalu mengeluh dan berbicara hal-hal yang jelek tentang orang lain. Inilah sebabnya Api Penyucian bagi dia begitu lama. 

Maria Simma menyimpulkan: "Kita tak boleh menghakimi penampilan seseorang."

Dosa lain yang melawan kemurahan hati adalah penolakan kita terhadap beberapa orang tertentu yang tidak kita sukai, penolakan kita untuk berdamai, penolakan kita untuk mengampuni serta segala sikap kebencian dalam diri kita (dendam yang dipertahankan).

Ada seorang wanita yang dikenal baik oleh Maria Simma. Wanita ini meninggal dan masuk ke Api Penyucian, di tempat yang paling mengerikan dari Api Penyucian, dengan penderitaan yang paling mengerikan pula di situ.

Ketika dia datang kepada Maria Simma, dia menjelaskannya. Dia memiliki seorang teman sesama wanita dan diantara keduanya terjadi permusuhan yang besar, yang sebenarnya dimulai oleh dia sendiri.

Dia mempertahankan permusuhan itu selama bertahun-tahun, meskipun sahabatnya telah berkali-kali minta berdamai dengannya, minta rekonsiliasi. Namun setiap kali dia menolaknya.

Ketika dia menderita sakit yang berat, dia tetap saja menutup pintu hatinya, menolak untuk berdamai yang ditawarkan oleh sahabatnya itu, hingga saat kematiannya tiba.

Yang berpeluang besar memasuki Sorga, yaitu mereka yang memiliki hati yang baik kepada setiap orang. Kasih mengatasi banyak dosa.

Setelah kita berbuat dosa, Allah, oleh kerahiman-Nya yang tak terbatas, menawarkan berbagai sarana yang mudah dan efektif kepada kita untuk menghindari masuk Api Penyucian, mengurangi masa hukuman dan tingkat siksaannya, bahkan untuk menghapusnya sama sekali

1. Menghilangkan penyebab dosa

Dosa-dosa yang mematikan - Mungkin tidak gampang untuk menghindar dari semua dosa, bahkan dosa-dosa kecil sekalipun, akan tetapi setiap orang Katolik, melalui penerimaan Sakramen-sakramen dengan benar dan pantas sesering mungkin, dapat dengan mudah terhindar dari dosa yang mematikan itu.

Dosa yang disengaja tetapi dapat diampuni – Menghina Tuhan yang maha baik dengan sengaja adalah perbuatan yang sangat tidak pantas. Unsur kesengajaan sangat memperberat kadar suatu dosa dan ini merupakan penghinaan yang jauh lebih besar dibanding kesalahan-kesalahan akibat kelemahan kita atau dosa-dosa yang kita perbuat disaat kita lengah. 

Kebiasaan yang menghasilkan dosa - Kita harus berupaya maksimal untuk menghentikan kebiasaan-kebiasaan kita yang buruk. Kebiasaan, seperti halnya kesengajaan, secara serius menambah berat kadar suatu dosa. Suatu kesalahan yang disengaja, jauh lebih buruk dibandingkan kebohongan spontan, dan kebohongan akibat kebiasaan yang sudah mendarah daging adalah jauh lebih buruk dibandingkan kebohongan yang insidentil.

Doa Jalan Salib, dengan merenungkan penderitaan-penderitaan Tuhan Yesus, maka sedikit demi sedikit kita akan menjadi benci terhadap dosa, akan segera menyesal bila berbuat dosa dan merindukan penyelamatan bagi semua orang. Dan kecenderungan ini membawa kesembuhan yang besar bagi jiwa-jiwa di Api Penyucian.

Suatu ketika seorang wanita memberitahu kami bawa di masa mudanya dia mempunyai kebiasaan untuk menjelek-jelekkan tetangganya. Setelah mendengar sebuah kotbah tentang masalah itu, dia berjanji untuk tidak mengulang kebiasaan itu lagi.

Janji yang sederhana itu mengubah pola hidupnya serta membebaskannya dari ribuan dosa, dan tentunya meloloskan dia dari Api Penyucian yang lama dan berat.

2. Silih

Banyak orang menganggap bahwa silih adalah sesuatu yang mengerikan. Mungkin mereka membayangkan tindakan silih yang berat yang dialami oleh para kudus sehingga mereka takut untuk mencobanya. 

Perlu diingat bahwa Allah tidak meminta kita sesuatu yang luar biasa. Tetapi bila Allah menghendakinya, Ia akan memberi kita kekuatan yang diperlukan, sebagaimana yang terjadi pada orang kudus.

Perbuatan yang ditekankan Injil untuk silih adalah 

Sedekah (Mat 6:1-4; Luk 11:41; 12:33). Sedekah berguna untuk menyilih dosa serakah atau kelekatan hati akan harta duniawi.

Doa (Mat 6:5-15). Doa berguna untuk menyilih atau untuk mengimbangi kelekatan yang tidak teratur pada cinta diri.

Suatu hari aku berada di sebuah kereta api, dan di dalam gerbongku ada seorang pria yang tidak henti-hentinya menjelek-jelekkan gereja, imam-iman bahkan Tuhan. Aku berkata kepadanya: "Dengar! Anda tidak boleh berbicara seperti itu. Itu tidak baik." Namun dia marah kepadaku. 

Setelah sampai di stasiun tujuanku aku turun dari kereta api itu sambil aku berdoa kepada Tuhan: "Tuhan, jangan biarkan jiwa itu sampai musnah."

Beberapa tahun kemudian jiwa itu datang menemui aku. Dia mengatakan bahwa dirinya telah sampai di tempat yang sangat dekat sekali dengan neraka, tetapi dia telah diselamatkan hanya atas jasa doa singkat yang aku ucapkan pada saat itu!

Doa-doa kita bisa memunculkan sebuah tindakan ketulusan hati pada orang yang akan meninggal. Sebuah ketulusan hati sesaat, betapapun kecilnya hal itu ternyata bisa menolong mereka untuk menghindari neraka.

Puasa (Mat 6:16-18). Puasa berguna untuk menyilih kelekatan hati yang tidak teratur pada hal-hal yang baik dari tubuh kita. puasa membimbing kita untuk tahu diri, tahu batas.

Hari dan waktu tobat dalam seluruh Gereja ialah setiap hari Jumat sepanjang tahun, dan juga masa prapaskah. Pantang dan puasa hendaknya dilakukan pada hari Rabu Abu dan pada hari Jumat Agung, memperingati Sengsara dan Wafat Tuhan kita Yesus Kristus (KHK 1249-1253).

Dengan menjauhkan diri dari makanan-makanan lezat yang merugikan kesehatan dengan memilih jenis makanan biasa yang menyehatkan. Makan secara berlebihan merupakan penyebab dari sebagian penyakit serta kematian dini. 

Ketiga perbuatan amal tersebut memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh keinginan yang tidak teratur yang ada di dalam hati kita. 

Semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia (1 Yoh 2:16).

Jadi, kita harus mau mengikuti Yesus, harus menyangkal diri, memikul salib setiap hari (Luk 9:23); melakukan segala sesuatu untuk kemuliaan Tuhan (1 Kor 10:31). Bagi Santa Theresia Lisieux, jalan pintas ke sorga adalah melakukan banyak hal-hal kecil dengan hati yang penuh cinta. 

Maria Simma kenal dengan seorang pria muda sekitar dua puluh tahun dari desa sebelah. Desa orang muda ini dilanda runtuhan salju yang amat hebat yang membunuh sejumlah besar orang.

Suatu malam, pria muda ini berada di rumah orang tuanya ketika dia mendengar runtuhan salju di samping rumahnya. Dia mendengar jeritan-jeritan yang keras, jeritan yang menyayat hati: "Tolonglah kami ini! Kasihanilah, tolonglah kami! Kami sedang terjebak di bawah timbunan salju."

Dengan segera dia melompat dari tempat tidurnya dan berlari menuruni anak tangga untuk menolong orang-orang itu. Tetapi ibunya yang juga mendengar jeritan minta tolong itu mencegah dia, dan ibunya menghalangi di depan pintu sambil berkata: "Tidak! Biarlah orang lain saja yang pergi dan menolong mereka. Jangan, kita! Terlalu berbahaya di luar sana, aku tidak ingin ada yang mati lagi!"

Karena pria itu sangat tersentuh oleh jeritan tadi, maka dia mendorong ibunya ke samping dan berkata: "Ibu, aku pergi! Aku tidak bisa membiarkan mereka mati seperti itu!" Dia lalu pergi ke luar dan di tengah jalan dia mati terkena runtuhan salju itu.

Tiga hari setelah kematiannya, pria itu datang menemui aku pada malam hari dan berkata: "Lakukanlah tiga kali Misa Kudus bagiku. Dengan ini aku akan dilepaskan dari Api Penyucian."

Maria Simma lalu pergi memberitahu keluarganya dan sahabat-sahabatnya, dan mereka heran demi mengetahui bahwa hanya dengan tiga kali Misa Kudus dia bisa dibawa keluar dari Api Penyucian.

Sahabat-sahabatnya berkata kepadaku: "Oh aku tidak akan mau menjadi seperti dia pada saat kematian itu, jika saja kamu mengetahui segala perbuatan-perbuatannya!"

Tetapi orang muda ini berkata kepadaku: "Kamu tahu, aku telah melakukan sebuah tindakan kasih yang tulus dengan merelakan nyawaku bagi orang-orang itu. Terima Kasih karena Allah telah menyambutku begitu cepatnya ke dalam Sorga."

Ya, kemurahan hati mengatasi banyak dosa. Kisah ini menunjukkan kepada kita bahwa kemurahan hati, sebuah tindakan kasih sekali yang diberikan secara cuma-cuma telah cukup untuk memurnikan anak muda ini dari sebuah kehidupan yang jelek. Allah telah memberikan sebuah kesempatan untuk berbuat kasih yang istimewa ini.

Allah didalam kerahiman-Nya, membawa dia kepada saat tertentu dimana dia hadir di hadapan Allah dalam keadaannya yang paling indah, paling murni, karena karya kasih ini.

3. Penderitaan

Ada perbedaan besar dari tingkatan-tingkatan penderitaan rohani. Masing-masing jiwa memiliki jenis penderitaan sendiri-sendiri dan masing-masing jenis penderita memiliki derajat yang berbeda.

Jika kita menderita di dunia, kita memiliki segala rahmat, bisa bertumbuh di dalam kasih dan bisa memperoleh jasa-jasa. Sedangkan penderitaan di Api Penyucian hanya berfungsi untuk memurnikan kita dari dosa. Jadi, penderitaan di dunia ini tak mempunyai nilai yang sama dengan penderitaan di Api Penyucian. 

Penderitaan di dalam Api Penyucian lebih menyakitkan dari pada sebagian besar penderitaan di atas dunia, lebih melukai jiwa seseorang. Namun kebahagiaannya lebih besar daripada rasa sakitnya, ada kepastian untuk hidup selamanya bersama Allah sehingga tak ada di dunia ini yang bisa membuat mereka ingin kembali tinggal di dunia.

Jadi, jiwa-jiwa di Api Penyucian tidak memberontak jika dihadapkan kepada penderitaan mereka karena mereka ingin memurnikan dirinya, mereka sadar bahwa hal itu diperlukan.

Penderitaan yang dipikul secara sukarela akan terasa mudah dan ringan. Penderitaan jika diterima dengan tenang dan demi kemuliaan Tuhan, tidak akan terasa sakitnya. 

Namun bagaimana kita bisa menerima penderitaan itu sebagai sebuah karunia dan bukan sebagai hukuman? 

Janganlah kita selalu menganggap bahwa penderitaan adalah sebuah hukuman. Ia bisa juga diterima sebagai silih, bukan hanya bagi kita sendiri, tetapi juga bagi orang lain. Kristus sendiri tidak berdosa dan Dia amat menderita sebagai silih atas dosa-dosa kita.

Hal terbaik yang harus kita lakukan adalah menyatukan penderitaan kita dengan penderitaan Yesus.

Penderitaan adalah bukti terbesar dari kasih Allah dan jika kita mempersembahkan hal itu dengan baik, dipikul dengan semangat cinta kasih akan mengurangi secara dratis masa hukuman kita dalam Api Penyucian dan sangat mungkin membatalkannya secara keseluruhan, bahkan hal itu bisa juga memenangkan banyak jiwa-jiwa.

Jika kita menjalaninya dengan sabar, jika kita menerimanya dengan tulus, maka penderitaan-penderitaan itu memiliki kuasa yang tak kelihatan untuk menolong jiwa-jiwa.

Jika diterima secara tidak baik dengan semangat pemberontakan dan kebencian (tidak mau menyerah kepada kehendak Allah) maka sakitnya akan meningkat seratus kali lipat dan menjadi tak tertahankan.

Ada seorang imam dan seorang wanita muda yang keduanya sakit TBC di rumah sakit. Wanita itu berkata kepada imam itu: "Marilah kita memohon kepada Allah agar kita bisa menderita di dunia ini sebanyak yang dibutuhkan agar kita bisa langsung masuk sorga."

Tetapi imam itu menjawab bahwa dia sendiri tidak berani untuk meminta hal itu. Di dekatnya ada suster biarawati yang mendengarkan pembicaraan mereka. Lalu wanita muda itu mati lebih dahulu, yang kemudian disusul oleh imam itu.

Kemudian imam itu datang kepada suster itu dan berkata: "Jika saja aku memiliki kepercayaan yang sama seperti wanita itu, maka akupun akan bisa langsung masuk ke sorga."

Suatu jiwa memintaku untuk menderita dalam tubuhku selama tiga jam bagi wanita itu. Lalu sesudah itu aku bisa bekerja lagi seperti biasa. Aku berkata pada diriku: "Jika hal itu hanya untuk tiga jam saja, aku mau melakukannya."

Selama tiga jam itu aku merasakan seolah hal itu berlangsung selama tiga hari, dimana hal itu sangat menyakitkan sekali. Namun pada akhirnya, aku melihat pada jamku, aku sadar bahwa hal itu hanya berlangsung selama tiga jam saja.

Jiwa itu berkata kepadaku bahwa dengan menerima penderitaan itu dengan rasa kasih seIama tiga jam, aku telah menyelamatkan dia dua puluh tahun masa tinggalnya di Api Penyucian.

4. Pengakuan dosa, Komuni, Misa Kudus 

Pengakuan dosa memoleskan Darah Kristus yang tak ternilai ke dalam jiwa kita, menghapus dosa-dosa kita, menerangi mata kita untuk melihat kejahatan yang diakibatkan oleh dosa, memenuhi hati kita dengan rasa takut akan dosa, dan di atas segalanya, memberikan kita kekuatan untuk menghindarinya.

Dalam Komuni Kudus kita menerima Tuhan yang penuh dengan belas kasih dan cinta, Tuhan dari para kudus, yang datang untuk mengampuni dosa kita dan membantu kita agar tidak berbuat dosa lagi. Tuhan datang ke dalam hati kita dalam Komuni Kudus. Dia bisa mengunjungi kita setiap hari jika kita mengijinkan-Nya.

Herman Cohen seorang anti Yahudi yang masuk ke dalam agama Katolik pada tahun 1864 dan dia sangat menghormati Ekaristi Kudus. Dia meninggalkan kesibukan dunia ini dan memasuki ordo religius yang amat keras. 

Disitu dia menyembah Sakramen Terberkati yang sangat dia hormati. Selama penyembahannya, dia memohon kepada Allah agar mempertobatkan ibunya yang sangat dia kasihi.

Lalu ibunya meninggal sebelum sempat bertobat dan memeluk agama Katolik. Lalu Herman, yang sangat sedih itu, bersujud dihadapan Sakramen Terberkati. 

Dengan kesedihan dia berkata: "Tuhan, aku berhutang segala-galanya kepada-Mu" "Namun, apakah aku ini telah menolak Engkau?

Masa mudaku, angan-anganku di dunia, kesejahteraanku, kebahagiaan sebuah keluarga, sebuah tempat beristirahat yang cukup lumayan semuanya kukorbankan ketika Engkau memanggilku. 

Dan Engkau Tuhan, kebaikan abadi, yang berjanji untuk mengembalikan 100 kali lipat, Engkau telah menolak aku yang berkenan dengan jiwa ibuku. Tuhanku, aku pasrah kepada kemartiran ini. Aku akan menghentikan keluhan-keluhanku."

Dia lalu menangis atas kemalangannya itu. Tiba-tiba suatu suara ajaib masuk ke telinganya "Orang yang kecil imannya! Ibumu diselamatkan. Ketahuilah bahwa doa adalah amat kuat didalam kehadiran-Ku. Aku mengumpulkan semua orang yang telah kau doakan selama ini, demi kepentingan ibumu dan ke Mahakuasaan-Ku telah memperhitungkan dia pada saat-saat akhirnya. 

Pada saat dia menghembuskan nafas terakhirnya, Aku datang kepadanya. Dia melihat Aku dan berseru: "Tuhanku, Allahku!" 

Maka bangkitlah kamu, ibumu telah terhindar dari hukuman dimana permohonan-permohonan yang tekun segera membebaskan dari ikatan Api Penyucian. Sesudah itu Pastor Herman Colen menyadari, melalui penampakan berikutnya, bahwa ibunya telah naik ke sorga.

Misa Kudus adalah sama dengan pengorbanan di Kalvari. Pengorbanan di Kalvari cukup untuk menyelamatkan seluruh dunia. Dengan Misa Kudus kita dapat memoleskan limpahan karunia itu ke dalam jiwa kita semua, dan bukan hanya sekali saja, tetapi setiap hari. Nilai dari Misa Kudus tidaklah terukur besarnya, jika kita menyadarinya!

Cara yang paling efektif untuk melepaskan jiwa-jiwa dari Api Penyucian adalah Misa Kudus. Karena di sini Kristus sendirilah yang menyerahkan diri-Nya demi kasih bagi kita. Persembahan Kristus kepada Allah itulah yang merupakan persembahan yang indah.

Cure of Arts berkata kepada umatnya: ''Anak-anakku, ada seorang imam yang baik dan merasa tidak senang kehilangan seorang sahabat yang dia cintai, maka dia berdoa banyak sebagai silih bagi jiwa itu."

Suatu hari Allah memberitahu kepadanya bahwa sahabatnya itu berada di Api Penyucian dan sangat menderita. Imam yang baik itu percaya bahwa dirinya bisa berbuat lebih besar lagi daripada sekedar mempersembahkan Korban Kudus di dalam Misa Kudus bagi sahabatnya yang terkasih yang telah mati itu.

Pada saat konsekrasi dia memegang Hosti diantara jari-jarinya sambil berkata: "Bapa Abadi yang Suci, marilah kita saling bertukar milik, Engkau memegang sahabatku yang ada di Api Penyucian, dan aku memegang Tubuh Putera-Mu di tanganku. 

Ya Bapa yang baik dan maharahim, entaskanlah sahabatku itu dan aku mempersembahkan Putera-Mu kepada-Mu beserta segala jasa-jasa kematian-Nya dan penderitaan-Nya."

Pada saat dia mengangkat Hosti, dia melihat jiwa sahabatnya bercahaya dengan mulia naik ke sorga. Tuhan telah menerima tawar menawar itu.

5. Minta kepada Tuhan 

Doa memiliki dua syarat agar menjadi ampuh, yakni ketekunan dan iman. Beberapa umat Katolik yang bijak, setiap hari seumur hidupnya memohon kepada Tuhan untuk mendapatkan rahmat di dalam setiap doa yang mereka daraskan, di dalam setiap Misa Kudus yang mereka ikuti, di dalam setiap tindakan yang mereka lakukan, pertama-tama mereka selalu memohon kepada Allah dengan segenap hati agar dibebaskan dari Api Penyucian.

Doa rosario, dengan mendaraskan doa Salam Maria dengan sepenuh hati “Doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati. Amin.

Bunda Maria sering datang ke Api Penyucian untuk menghibur mereka, dia menyemangati mereka untuk melakukan kebaikan.

Rasul Paulus mendoakan Onesiforus, sahabatnya yang hadir mengunjunginya di penjara agar Tuhan menunjukkan belas kasihannya pada hari penghakiman (2 Tim 1:16-18).

6. Penyerahan kepada kematian

Kematian adalah hukuman yang mengerikan atas dosa, dan bila kita menerimanya sebagaimana mestinya dengan kepasrahan dan penyerahan, maka tindakan kita ini akan membuat Tuhan begitu senangnya sehingga semua dosa kita diampuni-Nya.

Setiap kali kita mengulangi doa Bapa Kami, mari kita ucapkan dengan kesungguhan hati kata-kata: “Jadilah kehendak-Mu.” Dalam segala masalah yang dihadapi, besar maupun kecil, marilah kita melakukan hal yang sama. Dengan demikian segala sesuatu memberikan nilai tambah kepada kita.

Dengan tindakan yang sederhana ini, kita mengubah kesedihan menjadi sukacita, kekuatiran di dunia ini menjadi emas di sorga. 

Kepercayaan yang besar kepada Allah, wanita ini langsung menuju Sorga.

Ada seorang wanita berkata kepada Allah: "Aku mau menerima kematian, sepanjang hal itu sudah menjadi kehendak-Mu dan aku menaruh hidupku di tangan-Mu. Aku mempercayakan anak-anakku kepada-Mu dan aku tahu bahwa Engkau akan memelihara mereka."

Sebuah ketulusan hati sekali saja, sebuah pertobatan pada saat kematian, bisa menyelamatkan kita

Maria Simma diminta untuk mencari tahu tentang seorang wanita yang diduga telah musnah jiwanya, karena kehidupannya jelek. Dia mendapat kecelakaan, jatuh dari kereta api dan mati. 

Suatu jiwa berkata kepada Maria Simma bahwa wanita itu telah diselamatkan, selamat dari neraka, karena pada saat kematiannya dia berkata kepada Allah: "Engkau berhak untuk mengambil hidupku, karena dengan demikian aku tidak bisa lagi menentang Engkau."

7. Pengampunan terakhir

Tuhan sendiri yang memberikan kita sakramen, yang pada akhirnya akan menghantar kita langsung ke sorga. Sakramen ini adalah Pengampunan Terakhir, yang menurut St. Thomas dan St. Albert diadakan secara khusus oleh Tuhan untuk mengaruniakan kepada kita kematian yang kudus dan menyenangkan dan untuk mempersiapkan kita memasuki sorga dengan segera.

Maka, alangkah bodohnya bila kita menunda penerimaan ini hingga menjadi terlambat pada saat orang sekarat itu sudah terlalu lemah untuk dapat menerimanya dengan penuh kesadaran atas apa yang dilakukannya. 

Saat kematian adalah saat genting dalam hidup kita. itu merupakan saat yang menentukan nasib kita untuk keabdian.

Berkat kehendak Allah, diantara umat manusia terjalin suatu hubungan rohani yang adikodrati, suatu solidaritas kebaikan seseorang menguntungkan orang lain, tetapi juga dosa seseorang merugikan orang lain.

Suatu bukti dari solidaritas ini kita temukan di dalam diri manusia pertama: dosa dari Adam beralih kepada keturunannya sampai ke kita. namun bukti yang lebih luhur dari solidaritas adikodrati ini kita temukan di dalam diri Yesus Kristus. Allah Bapa memanggil kita dalam kesatuan dengan Putera-Nya (Yoh 15:5; 1 Kor 12:27).

Yesus Kristus telah mempersembahkan diri-Nya di kayu salib sebagai suatu korban silih yang berlimpah-limpah untuk menghapus kesalahan dan hukuman setiap insan (Yoh 1:16; Bdk. 1 Ptr 2:21-25; Yes 53:4-6). Kristus tidak perlu menyilih dosa-Nya, karena Dia tidak berdosa, maka silihnya untuk seluruh umat manusia. 

Dengan mengikuti jejak Kristus, kita bersama seluruh kaum beriman di sepanjang zaman berusaha saling menolong supaya berhasil berjalan ke arah Allah Bapa. Bantuan ini kita tukarkan melalui doa, pertukaran karunia-karunia rohani, pemulihan melalui matiraga. Semakin kita berkembang dalam cinta kasih, semakin kita mampu meniru Yesus Tersalib, dengan memikul salib kita sendiri demi pemulihan dosa kita dan dosa orang lain.

Gereja adalah Tubuh Kristus, yang terdiri dari banyak anggota dengan Kristus sebagai Kepala.

Tiga macam Gereja ini (1. Gereja Militan 2. Gereja Yang Jaya 3. Gereja Yang Menderita) membentuk tubuh mistik Kristus, memiliki relasi yang tiada putusnya satu sama lain, sebuah komunikasi yang berkelanjutan yang kita sebut sebagai Persekutuan Para Kudus. Relasi-relasi ini tak mempunyai tujuan yang lain kecuali mengarahkan jiwa-jiwa kepada kemuliaan kekal, tempat akhir di mana semua orang pilihan menuju.

Gereja Militan » Selama kita masih hidup di dunia, kita masih bisa memperbaiki kejahatan yang telah kita lakukan. Kita yang masih berada di gereja ini memiliki tugas yang suci untuk berdoa dan berkorban bagi jiwa-jiwa yang malang di dalam Api Penyucian

Gereja Yang Jaya » Para kudus yang sudah berada di Sorga, meskipun mereka bisa menolong jiwa-jiwa malang itu di dalam penderitaan mereka, tetapi mereka tidak bisa mendapatkan indulgensi bagi jiwa-jiwa malang itu seperti yang bisa kita lakukan di dunia ini.

Gereja Yang Menderita » Jiwa-jiwa di Api Penyucian tak bisa berbuat apa-apa bagi dirinya sendiri, karena saat untuk mendapatkan jasa baik telah selesai, mereka benar-benar tanpa daya. 

Jadi, kita harus berbuat banyak bagi jiwa-jiwa di Api Penyucian. Jiwa-jiwa yang telah diselamatkan oleh jasa doa-doa kita sangatlah berterima kasih sehingga mereka akan menolong hidup kita.

Pastor Berlioux (yang menulis buku tentang jiwa-jiwa di Api Penyucian) bercerita tentang seorang yang secara khusus berbakti bagi jiwa-jiwa malang di Api Penyucian dan dia persembahkan hidupnya untuk menolong mereka.

Pada saat kematiannya, dia diserang dengan ganas sekali oleh setan yang melihat dia akan lolos dari cengkeramannya. Nampaknya bahwa seluruh penghuni lembah Api Penyucian bersatu untuk melawan dia, melindunginya dari serangan-serangan yang mematikan.

Wanita yang sedang sekarat itu berjuang dengan penuh sengsara untuk beberapa saat, ketika tiba-tiba dia melihat ada kerumunan orang-orang tak dikenal memasuki apartemennya dimana orang-orang tadi dalam keadaan keindahan yang berkilau-kilauan, yang membuat setan berlarian menjauh dan orang-orang itu mendekati tempat tidurnya, berbicara kepadanya untuk memberinya penghiburan dan dorongan semangat yang sangat menyenangkan.

Dengan napas terakhir dan sukacita yang besar dia berteriak: "Siapakah engkau yang telah berbuat baik terhadapku?"

Tamu-tamu yang bijaksana itu menjawab: "Kami adalah para penghuni Sorga dimana pertolonganmu telah membawa kami kepada kesucian. Dan kami pada gilirannya datang dan berterima kasih untuk menolongmu melewati batas keabadian dan menyelamatkan kamu dari tempat yang menyedihkan ini untuk membawamu kepada kebahagiaan dari Kota Suci."

Dengan kalimat ini nampak sebuah senyuman menyungging di wajah wanita yang sekarat itu matanya tertutup dan dia tertidur di dalam damai Allah. Jiwanya dalam keadaan murni bagaikan merpati, dihadirkan dihadapan Allah dari segala allah, menjumpai banyak para pembela dan pendukungnya sebanyak jiwa-jiwa yang telah ditolongnya. Dia dianggap layak menerima kemuliaan, memasuki kemenangan dengan diiringi sambutan riuh serta berkat dari mereka yang telah diselamatkan dari Api Penyucian.

Maksud utama yang dimiliki Gereja dalam memberi indulgensi ialah menghidupkan di dalam diri orang beriman, kerinduan untuk semakin bertobat dan berkembang dalam cinta kasih adikodrati.

Undang-undang Gereja (KHK 992) menjelaskan bahwa, "Indulgensi adalah penghapusan di hadapan Allah hukuman-hukuman sementara untuk dosa-dosa yang kesalahannya sudah dilebur, yang diperoleh orang beriman Kristiani yang berdisposisi baik serta memenuhi syarat-syarat tertentu, diperoleh dengan pertolongan Gereja yang sebagai pelayanan keselamatan, secara berkuasa membebaskan dan menerapkan harta pemulihan Kristus dan para Kudus."

Ajaran dan penggunaan Indulgensi, yang berabad-abad berlaku dalam Gereja Katolik, memiliki suatu dasar yang kuat dalam Wahyu Ilahi yang kita terima dari para Rasul, berkembang dalam Gereja berkat bantuan Roh Kudus selama peredaran zaman." (Paus Paulus VI - UUDI No. 1; Bdk. DV 8).

Indulgensi adalah penuh atau sebagian jika melepaskan manusia secara total atau sebagian dari hukuman sementara karena dosa-dosanya.

Syarat utama untuk memperoleh indulgensi penuh

Melakukan perbuatan atau mendaraskan doa yang dapat mendatangkan indulgensi.
Menerima Sakramen Tobat dengan penyesalan penuh.
Menerima Komuni Kudus.
Berdoa bagi intensi Bapa Suci (Bapa Kami, Salam Maria, Kemuliaan).

Kita dapat memohon indulgensi bagi jiwa orang lain yang meninggal. Namun bagi orang yang masih hidup di dunia, mereka harus memohon indulgensi bagi dirinya sendiri.

(Sumber: Warta KPI TL No.139/X/2016 » Renungan KPI TL Tgl 27 Oktober dan 3 November 2016, Dra Yovita Baskoro, MM).