Orang Kudus dari kaum papa miskin, pendiri Konggregasi Misionaris Cinta Kasih. Masa kecil kehidupannya biasa saja dan aktif dalam kehidupan menggereja.
Romo parokinya sering menunjukkan majalah misi “The Chatolic Mission”. Dalam majalah itu sering ditulis mengenai India. Hal inilah yang menarik perhatian dan menghantarnya untuk memilih hidup sebagai seorang suster.
Semula Kalkuta adalah kota industri yang kaya sehingga banyak orang yang datang dan menetap di sana. Namun akibat peperangan dan konflik yang berkepanjangan antara Hindu dan Islam menjadikan Kalkuta semakin miskin.
Setiap kali membuka jendela biaranya dia langsung melihat perkampungan kumuh yang sangat kotor, orang yang kelaparan, sakit parah tanpa mampu berobat, orang yang mati di sembarang tempat karena kelaparan dan penyakit. Melihat semua itu batinnya bergolak. Pergulatannya dibawa dalam doa.
Dalam perjalanannya naik kereta api ke Darjeeling pada tanggal 10 September 1946, Ibu Teresa mendapat “panggilan” untuk melayani orang-orang miskin.
Namun niat itu ditentang oleh suster Karya Kesehatan, sebab bila dia makan hanya nasi dan garam maka dia akan mudah jatuh sakit sehingga tidak mampu melayani orang miskin.
Selama dua tahun dia semakin aktif melayani kaum miskin dan memohon pada Paus Pius XII untuk mengijinkan tinggal di luar biara.
Pada tanggal 12 April 1948 keluarlah suatu dekrit yang menjelaskan bahwa Ibu Teresa dibebaskan dari tembok biara, tetapi ia masih tetap biarawati dan harus mentaati kaulnya untuk menjalani kehidupan suci, miskin dan patuh.
Tanggal 21 Desember Ibu Teresa memulai kehidupan barunya hanya berbekal sandal pemberian suster-suster di Patna, sebuah salib kecil yang disematkannya dengan peniti ke bagian bahu sebelah kiri dari kain sarinya, dan uang lima rupee yang merupakan pemberian Uskup Agung Kalkuta.
Ia memulai tugas di kawasan kumuh (bustee) Motijhil. Ia mengumpulkan anak-anak miskin, mengajar membaca, menulis, bermain, di sebuah tempat terbuka yang sempit. Hanya tanah dan ranting pohon menjadi papan tulis dan kapur.
Misionaries of Charity memperoleh pengesahan Gereja Katolik melalui Paus Pius XII pada tanggal 7 Oktober 1950. Dalam kaulnya, setelah kaul kemurnian, kemiskinan dan ketaatan, Ibu Teresa menambahkan kaul “untuk memberikan bantuan dengan tulus ikhlas dan cuma-cuma kepada orang-orang yang paling miskin, mencari orang-orang yang paling melarat, yang ditinggalkan, yang sekarat, yang kehabisan akal, yang kehilangan pegangan, yang terbuang di kota-kota dan desa-desa di seluruh dunia, bahkan di tengah lingkungan kumuh, untuk mengurusi mereka, mengunjungi mereka dengan penuh ketekunan, menghayati cinta kasih Kristus kepada mereka.
Tahun demi tahun, Ibu Teresa bersama para susternya memberikan pelayanan dan pengabdiannya yang tanpa pamrih kepada kaum miskin. Tuhan memberkati pelayanannya.
Pada tahun 1963, Ibu Teresa mendirikan Para Bruder Misionaris Cintakasih (yang kemudian diakui sebagai serikat diosesan pada tahun 1967).
Pada tahun 1965, Konggregasi Misionaris Cinta Kasih diakui sebagai serikat kepausan (Society of Pontificial Right) di Roma.
Mereka merupakan tarekat yang terpisah dengan para suster, tetapi memiliki semangat dan kaul yang sama untuk melayani secara bebas sepenuh hati kepada yang termiskin diantara para miskin.
Pada tahun 1976 Ibu Teresa mendirikan cabang kontemplatif Misionaris Cinta Kasih (Sisters of the World) untuk mencari jiwa-jiwa yang termiskin dari yang miskin melalui kerasulan doa, adorasi di hadapan Sakramen Mahakudus dan karya-karya belaskasih spiritual.
Karya-karyanya membuahkan kasih dan damai bagi umat manusia, sehingga pada tahun 1979 dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian.
Ibu Teresa tidak hanya membatasi pelayanannya bagi mereka yang miskin secara fisik saja. Mulai tahun 1980, rumah-rumah bagi para pecandu obat, pelacur dan para wanita cacat dibuka, mereka juga berkampanye untuk menentang aborsi dengan mempromosikan adopsi, membangun panti-panti asuhan, dan sekolah-sekolah untuk anak-anak miskin. Para penderita AIDS juga mendapat perhatian para misionaris cinta kasih.
Selain para suster, para imam dan bruder Misionaris Cinta Kasih, Ibu Teresa juga membuka peluang bagi umat awam yang ingin menghayati semangat Misionaris Cinta Kasih (Kerabat Kerja Ibu Teresa/KKIT).
Selama hidupnya Ibu Teresa memberikan dirinya untuk kaum miskin secara radikal, sehingga dia sudah dijuluki santa ketika masih hidup. Dia pun diangkat oleh Gereja sebagai orang suci dalam waktu yang sangat cepat setelah kematiannya (5 September 1997).
Kesucian Ibu Teresa semakin nyata setelah kematiannya. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya kesembuhan ajaib melalui perantaraan doanya yang dialami oleh Monica Besra, seorang wanita India yang menderita penyakit kanker perut.
Kesembuhan ajaib inilah yang kemudian dijadikan bukti dalam proses beatifikasinya. Dan pada hari Minggu Misi Sedunia dan pada Pesta Perak Pontifikat Paus Yohanes Paulus II tanggal 19 Oktober 2003, Ibu Teresa dinyatakan sebagai “Beata” atau “Yang Berbahagia”.
Beata Ibu Teresa, doakanlah kami agar mata kami dapat melihat kehadiran Kristus dalam diri sesama, sebagaimana engkau juga melihatnya. Doakanlah kami agar dapat melanjutkan karya cinta kasihmu. Amin.
(Sumber: Warta KPI TL No. 20/XII/2005 » Ibu Teresa Dian Sepanjang Tahun, Bruder Angelo Devananda; Mencari Tuhan Dalam Wajah Kaum Miskin, Rm. Y . Gani CM; Beata Ibu Teresa dari Calcutta, Vacare Deo edisi September/tahun V/2003).
SABDA TUHAN
Hidup kita didesain sedemikian untuk memandang Allah dalam segala karya-Nya. Hal itu terlihat jelas dalam kebebasan dan kesederhanaan Kitab Suci.
Sabda Tuhan dalam Kitab Suci adalah peraturan hidup kita, di dalamnya seluruh sikap dan tingkah laku kita terarah (agar dapat menemukan terang dalam kegelapan, dalam kebimbangan menemukan orientasi, dalam cobaan menemukan kekuatan, dalam kesalahan menemukan pedoman arah).
Sabda Allah itu harus hidup dalam diri kita, harus kita pahami, cintai dan hidupi. Kita tidak dapat menghidupkan Sabda itu, kalau kita tidak meneruskannya kepada orang lain.
Marilah kita semua menjadi cabang dan ranting sejati yang penuh buah pada Yesus sang pokok anggur, dengan menerima Dia di dalam hidup kita.
Memperkenankan Dia untuk datang:
Sebagai kebenaran – untuk diwartakan,
Sebagai kehidupan – untuk dihayati,
Sebagai cahaya – untuk dipancarkan,
Sebagai cinta – untuk dicintai,
Sebagai jalan – untuk ditapaki,
Sebagai sukacita – untuk diberikan,
Sebagai damai – untuk disebarluaskan,
Sebagai kurban – untuk dipersembahkan,
Di dalam keluarga dan di dalam sesama kami.
PELAYANAN
Apakah dengan pelayanan kita menjadi kaya raya dan terkenal? Tidak! Pelayanan menuntut kita melepaskan semua kemegahan dan berani untuk melakukan hal-hal sederhana yang tidak dilakukan oleh orang lain.
Sering kali kita merasa tidak layak melayani/merasa hidup kita masih tidak karuan sehingga membuat patah semangat dan malas melayani.
Kalau kita melayani tanpa suka cita, pelayanan akan menjadi beban.
Sering kali kita jenuh dengan pelayanan yang dilakukan, karena memimpikan berbuat yang besar dan hebat. Besarnya sebuah pelayanan bukan bergantung dari besar kecilnya tindakan tetapi besar kecilnya kasih yang mendasari pelayanan itu.
Semakin kamu melupakan dirimu sendiri, maka Yesus juga akan semakin erat melekat pada kamu. Serahkanlah dirimu seluruhnya di bawah pengaruh Yesus, supaya Ia dapat menyampaikan pikiran-Nya dalam kamu, dan supaya Ia dapat melaksanakan karya-Nya melalui tanganmu, karena kamu dapat melakukan semuanya bersama Dia yang menguatkan kamu.
Semakin rendah dan tak berarti tampaknya suatu pelayanan, maka semakin besarlah seharusnya cinta dan kerelaan kita.
KETAATAN
Ketaatan yang dihayati secara sungguh-sungguh dan dengan ikhlas dapat membebaskan kita dari egoisme dan keangkuhan, dan membantu kita untuk menemukan Allah dan menemukan seluruh dunia di dalam-Nya.
Ketaatan adalah suatu rahmat istimewa – mencerminkan kedamaian yang tak terhingga, sukacita batiniah yang indah, dan kesatuan mesra dengan Allah.
SUKA CITA
Memang nampaknya aneh, bagaimana dengan memberi, yang berarti kita kehilangan sesuatu, kita memperoleh sukacita? Kesukacitaan kita muncul bukan karena kita kehilangan, melainkan karena kita melihat kesukacitaan sesama yang kita beri.
Inilah sumber suka cita kita. Kesadaran akan belas kasih Allah yang mengampuni tanpa berkesudahan, tidak hanya menyelamatkan bahkan Dia mencari kita. Bahkan Allah berjanji akan selalu menerima jika kita kembali setelah berbuat dosa.
Dengan suka cita kita bisa menanggung beban yang berat sekalipun dan kita bisa memberi peneguhan pada orang-orang yang sedang menderita.
Senyum dan wajah yang suka cita memberikan harapan pada orang yang menderita, memberikan semangat untuk bangkit.
Kesukacitaan harus tulus keluar dari hati yang penuh dengan cinta. Hal inilah yang tidak dapat dirampas oleh siapa saja.
Sukacita datang dari kemurahan hati, penyangkalan diri dan kesatuan yang mendalam dengan Allah... suka cita itu buah Roh Kudus dan suatu tanda yang jelas bahwa Kerajaan Allah ada di dalam kita.
DOA
Berdoa memang sulit, kalau orang tidak tahu bagaimana sebenarnya berdoa. Supaya dapat berdoa, kita harus berusaha menenangkan pikiran, mata, dan lidah kita.
Ketenangan batin dan jiwa dapat kita pelajari dari Bunda Maria. Ia menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya (Luk 2:19).
“Ketenangan mata kita” dapat menolong kita melihat Allah. Mata kita ibarat jendela. Melalui jendela ini, baik Kristus maupun dunia dapat masuk menerobos ke dalam hati kita.
Kalau lidah kita tenang, kita akan belajar banyak.
Dalam ketenangan, kita memandang semuanya dalam suatu terang baru sehingga kita mempunyai kontak batin dengan orang lain.
Menciptakan batin yang tenang memang sulit dan menuntut kesabaran. Dalam keheningan dan ketenangan, kita dapat menimba kekuatan baru, menemukan kesatuan dengan Allah dan dengan demikian dapat mengerjakan segala sesuatu dengan baik.
Doa adalah komunikasi dengan Allah secara pribadi - bukanlah meminta, tetapi menempatkan diri kita dalam tangan Tuhan, mengarahkan diri kepadanya, dan mendengarkan suara-Nya di lubuk hati kita.
Berdoa membuat hati menjadi lapang, sehingga pada akhirnya dapat menampung rahmat dari Allah - meneguhkan iman, melahirkan cinta dan pelayanan. Namun orang yang melayani tanpa berdoa dia akan kosong.
Karena Tuhan menyuruh agar kita berdoa terus-menerus, maka seluruh hidup kita harus diresapi sedikit demi sedikit dengan doa. Kerja dan karya kita haruslah menjadi doa tetapi jangan pernah ia menggantikan doa kita - karya bersumber dari doa dan doa bermuara dalam karya.
Doa batin dapat terbentuk melalui kesucian hati, melalui latihan-latihan tapa badani dan melalui mati raga pancaindra; ia dapat ditumbuh kembangkan juga melalui kecondongan hati kita pada Allah.
Kita membutuhkan suatu kehidupan doa yang mendalam, supaya dengan demikian dapat mencintai, seperti halnya Yesus mencintai setiap kita masing-masing.
IMAN
Ibarat bibit ditakdirkan untuk bertumbuh menjadi pohon, demikianlah kita diciptakan untuk bertumbuh di dalam Kristus.
Kalau kita dilahirkan kembali dalam Kristus melalui air dan Roh Kudus dan menjadi anggota Gereja, dalam persekutuan iman, harapan dan kasih, maka kita mengambil bagian dalam rahasia Kristus, kita dibentuk serupa dengan Dia.
Kalau kita dilahirkan kembali dalam Kristus melalui air dan Roh Kudus dan menjadi anggota Gereja, dalam persekutuan iman, harapan dan kasih, maka kita mengambil bagian dalam rahasia Kristus, kita dibentuk serupa dengan Dia.
Iman adalah suatu karunia Allah yang membimbing kita ke dalam eksistensi rohani Kerajaan Allah, yang kedatangan-Nya telah diwartakan Kristus. Bertumbuh melalui ketaatan kepada hukum-Nya, yang terungkap dalam cinta kasih persaudaraan. Dasarnya adalah kesetiaan dan kepercayaan (1 Tim 1:12).
Kristus mengaruniakan kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya karya-karya besar lebih daripada yang telah dikerjakan selama hidup-Nya.
Kalau kita hidup dengan keyakinan batin ini, maka kita akan melaksanakan karya-karya yang tidak pernah kita impikan sebelumnya.
Kristus mengaruniakan kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya karya-karya besar lebih daripada yang telah dikerjakan selama hidup-Nya.
Kalau kita hidup dengan keyakinan batin ini, maka kita akan melaksanakan karya-karya yang tidak pernah kita impikan sebelumnya.
Kalau kita berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh “Pertobatan Batin” (metanoia) yang disampaikan dalam Kitab Suci, maka akan tumbuh dari suatu pengenalan diri yang paling dalam.
Kalau kita membiarkan kuasa penjelmaan Roh Kudus berkarya dalam hati kita, maka kita akan bebas lepas dan ikhlas seperti kanak-kanak. Kita akan menjadi sadar bahwa Kerajaan Allah selalu tidak dipengaruhi oleh semua perubahan hidup.
PENGHARAPAN
Pengharapan semata-mata bergantung kepada Sang Mahakuasa (di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa – Yoh 15:5).
Dalam dunia yang penuh pergolakan dan kekacauan ini, seharusnya kita bersyukur diberi banyak kesempatan oleh Yesus supaya banyak orang yang menderita memperoleh pengharapan melalui penyerahan dan pengorbanan kita, sehingga mereka menemukan arti hidup ini.
KASIH
Allah adalah kasih – tidak mengenal batas, tidak dapat diukur dan kedalamannya tidak dapat diduga. Kasih bersumber di dalam cinta kasih abadi Bapa dan Putra dalam Roh Kudus. Kita mempersiapkan diri kita, supaya Roh Cinta kasih menguasai kita dan dengan demikian merobohkan semua penghalang egoisme.
Kasih Allah terwujud dalam semua peristiwa baik yang menyenangkan maupun yang paling pahit. Keyakinan akan belas kasih Allah ini membuat kita lebih kuat dalam menghadapi segala sesuatunya, sebab kita sadar bahwa Allah senantiasa ada di belakang kita. Kesadaran akan belas kasih Allah tidak berhenti hanya untuk kita nikmati sendiri, melainkan hendaknya kita bagikan pada sesama.
Kesaksian bukan hanya dengan memberikan sharing di depan kelompok-kelompok, melainkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari yang penuh belas kasih Allah, sehingga orang yang melihat kita akan menyadari dan merasakan belas kasih Allah. Kita adalah cermin yang memancarkan bekas kasih Allah.
Hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barang siapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi semua hukum (Rm 13:8)
Cinta kasih haruslah menjadi perbuatan nyata. Bagaimana? Yaitu dengan memberi sampai diri sendiri merasa sakit.
Contoh: beberapa waktu yang lalu kami kehabisan gula pasir di panti anak-anak. Seorang anak berusia empat belas tahun mendengar hal ini. Ia kembali ke rumah dan berkata kepada orang tuanya, “Saya mau berpuasa tidak makan gula lagi selama tiga hari. Saya mau memberikannya kepada Ibu Teresa”.
Bukan soalnya berapa banyak memberi, melainkan memberinya dengan cinta. Anak kecil itu memberi sampai ia sendiri merasa sakit.
CINTA
Allah adalah cinta (1 Yoh 4:8). Oleh sebab itu kita harus menjadi ungkapan nyata cinta kasih Kristus di antara manusia.
Cinta itu tidak meninggalkan beban, tidak mengenal susah, dan penderitaan, selalu mau berkorban lebih daripada seharusnya. Tidak mengeluh mengenai hal-hal yang mustahil, karena ia percaya, bahwa ia boleh dan dapat mengerjakan semuanya.
Kalau ia merasa lelah, ia toh tidak tertekan; kalau ia terdesak, ia tidak merasakan paksaan; kalau ia ketakutan, ia tidak menjadi bingung.
Bagaikan suatu nyala api yang hidup, bagaikan suatu obor yang menyala, ia semakin berkobar dan menghanguskan semua halangan dan rintangan.
Kalau ia merasa lelah, ia toh tidak tertekan; kalau ia terdesak, ia tidak merasakan paksaan; kalau ia ketakutan, ia tidak menjadi bingung.
Bagaikan suatu nyala api yang hidup, bagaikan suatu obor yang menyala, ia semakin berkobar dan menghanguskan semua halangan dan rintangan.
LEMAH LEMBUT DAN RENDAH HATI
Kelembutan hati dan kerendahan hati merupakan satu kesatuan.
Kelembutan hati mudah sekali terlibat dalam penderitaan sesama, menerima kaum pendosa dan tidak mengadili – membuat kita bisa menerima orang lain bagaimanapun juga dirinya dan mencintai mereka dengan sepenuh hati.
Melalui kerendahan hati, kita tidak saja mencontoh Kristus, melainkan dengan demikian kita juga dibantu untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya.
Rendah hati mendorong kita berserah pada kehendak Allah dengan suka cita (berani untuk menerima diri kita sepenuhnya - menerima semua peristiwa hidup baik suka maupun duka, baik keberhasilan maupun kegagalan, semua kekurangan dan kelebihan, latar belakang kehidupannya dan semua yang kita miliki).
Rendah hati mendorong kita berserah pada kehendak Allah dengan suka cita (berani untuk menerima diri kita sepenuhnya - menerima semua peristiwa hidup baik suka maupun duka, baik keberhasilan maupun kegagalan, semua kekurangan dan kelebihan, latar belakang kehidupannya dan semua yang kita miliki).
Orang yang rendah hati adalah orang yang sadar akan kekurangan yang ada, namun juga sadar akan kekuatan yang dimilikinya (bukan dijadikan untuk bermegah, melainkan untuk melayani).
Bagaimana cara rendah hati?
Berusaha seminimal mungkin berbicara tentang diri sendiri.
Jangan mencampuri urusan orang lain.
Menjauhkan keinginan suka cari tahu.
Dengan gembira dan lapang dada menerima perlawanan dan teguran keras.
Jangan melihat kesalahan orang lain.
Menerima semua penghinaan dan sakit hati.
Menerima keadaan kalau dianggap rendah, dilupakan, atau tidak dicintai.
Tidak berupaya supaya diutamakan dan dipuji.
Menjawab dengan ramah dan sopan meskipun ditantang.
Tidak melukai kehormatan orang lain.
Mengalah dalam diskusi meskipun merasa diri berada pada pihak yang benar.
Selalu memilih diam.
Secara kodrati, kita tidak suka menerima semuanya ini, tetapi kepercayaan kepada Allah dapat membuat kita sanggup.
Kalau kita rendah hati, tidak ada sesuatu pun yang mencemaskan, baik pujian maupun penolakan, karena kita tahu siapa kita sebenarnya. Kalau dihina tidak kehilangan semangat, apabila orang menyebut suci, maka bersyukurlah kepada Allah, kalau berdosa, bertobatlah.
Kalau kita mencintai Allah dan sesama maka kerendahan hati kita akan berkembang – cinta kasih kita menjadi murni, penuh penyerahan, dan berkobar-kobar.
KOMUNITAS
Dasar komunitas adalah kasih yang tulus – membuat kita saling menghargai satu dengan yang lain. Dalam komunitas semua keunikan akan muncul, sebab pertemuan dan interaksi yang berkelanjutan membuat topeng-topeng yang kita bangun menjadi luruh satu demi satu. Kita menjadi kita apa adanya. Namun kadang kita tidak siap untuk menerima apa adanya. Untuk itu perlulah setiap orang merendahkan diri.
Janganlah takut dan cemas kalau menyadari bahwa orang lain itu tidak pantas. Lebih baik carilah yang positif dalam setiap orang, karena kita diciptakan menurut citra Allah.
Hal yang menghancurkan komunitas adalah keegoisan. Egoismelah yang menghalangi orang bertumbuh dalam kekudusan.
Egois – lebih menonjolkan “AKU” daripada kehendak Tuhan, masih ingin dipuji dari perbuatan baiknya.
Hendaklah ikhlas dalam perbuatanmu, janganlah berpikir bahwa engkaulah satu-satunya orang yang dapat menyelesaikan suatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Kalau engkau berpikir demikian, maka engkau akan bersikap sangat kaku dan keras terhadap saudara-saudarimu, yang mungkin tidak memiliki bakat seperti engkau.
HIDUP KONTEMPLASI
Kontemplasi bukan berarti menjauhkan diri ke tempat yang sunyi melainkan membuka jalan dan memberi tempat kepada Yesus, supaya Ia dapat hidup dalam kita, dalam penderitaan-Nya, dengan cinta dan kerendahan-Nya, dalamnya Ia berdoa bersama kita, selalu tinggal bersama kita, dan melalui kita Ia menuntun manusia kepada kekudusan.
Hidup kontemplasi kita ditentukan oleh kesederhanaan. Dengan demikian kita dapat melihat wajah Allah di mana-mana dalam semua hal dan dalam semua orang. Kita mengenal tangan-Nya dalam semua peristiwa.
Untuk belajar hidup kontemplasi kita tidak terlalu mengandalkan buku-buku yang ditulis manusia, melainkan kita akan berpaling pada Yesus dan memohon Roh-Nya mengajari kita. Hidup kontemplasi berarti Yesus di dalam kita dan kita di dalam Dia. Untuk dapat melihat dan memandang Allah dibutuhkan hati yang bersih, yang bebas dari iri hati, kemarahan, perselisihan, dan terutama bebas dari segala kekejaman.
Bagi seorang kontemplatif, iman yang hidup berarti:
Percaya secara absolut tanpa syarat dan tak tergoyahkan kepada Allah sebagai Bapa yang penuh kasih sayang, meskipun pada saat kita kelihatannya gagal.
Hanya memandang kepada Allah yang adalah Penolong dan Pelindung kita.
Tidak bimbang dan ragu serta putus asa, melainkan menyerahkan semua ketakutan dan kecemasan kita kepada Tuhan dan dalam kebebasan yang besar kita melangkah dalam jalan hidup kita.
Teguh dan tanpa takut menghadapi semua kesulitan dan tantangan, karena kita tahu bahwa bagi Allah tak ada sesuatu pun yang tidak mungkin.
Percaya kepada Bapa kita di surga sebagai seorang anak dengan keyakinan yang kukuh bahwa kita adalah tidak ada apa-apanya. Dalam kepercayaan yang tak terbatas kepada kebaikan-Nya sebagai Bapa, kita mau menyerahkan diri kepada-Nya secara mantap.
KUDUS
Menjadi kudus bukan berarti melaksanakan hal-hal yang luar biasa atau mengerti hal-hal yang besar dan sulit, melainkan berkata “ya” – menyerahkan diri/pasrah seluruhnya kepada Allah dan menjadi milik-Nya.
Kekudusan ialah persatuan dengan Allah: dalam doa dan karya kita datang dari Allah kepada Kristus dan pergi menuju Allah melalui Kristus.
Keputusan untuk menjadi kudus harus dibayar mahal – harus menanggung penolakan, godaan-godaan, perjuangan, penganiayaan, dan segala bentuk korban lainnya.
Kita harus menjadi kudus, bukan karena kita ingin merasa diri sebagai orang kudus, melainkan dengan demikian Kristus hidup secara utuh di dalam kita. Kalau kita sudah belajar mencari Allah dan kehendak-Nya, maka perjumpaan kita dengan orang yang miskin dan melarat menghantar kita dan orang-orang lain kepada kekudusan yang luar biasa.
Menjadi kudus berarti mau mengosongkan hati dan membebaskannya dari semua ciptaan – mau hidup dalam kemiskinan dan bebas lepas, mau membuang semua keinginan/kecenderungan-kecenderungan/semua mimpi kita untuk mau menjadi pelayan Allah dengan rela.
Perhatian terhadap orang lain adalah dasar kekudusan yang besar. Kalau kamu mempelajari seni memberikan perhatian, maka kamu akan semakin menyerupai Kristus, karena dari lubuk hati-Nya, Dia adalah baik dan selalu memperhatikan orang lain.
Hidup orang kudus adalah tanda-tanda karya Allah, Injil yang dihayati (Paus Yohanes Paulus I)
BACAAN ROHANI
Sarana yang paling baik untuk mencapai kehidupan rohani adalah doa dan bacaan rohani. Dalam kenyataan, kita hampir tidak dapat merasakan kegunaan bacaan rohani, karena kita tidak membacanya dengan benar dan baik.
St. Agustinus – ambillah dan bacalah! Ketika ia mengikuti nasihat ini, berubahlah seluruh hidupnya.
Thomas a Kempis – Peganglah sebuah buku di tanganmu, seperti halnya Simon yang terberkati mengambil kanak-kanak Yesus dan menatangnya di tangannya, dan kalau engkau sudah habis membaca, tutuplah buku itu dan bersyukurlah kepada Allah untuk setiap kata yang keluar dari mulut-Nya, karena dari lahan Tuhan engkau telah menemukan satu harta yang terpendam.
Santo Bernardus – Janganlah engkau pusing untuk mengerti apa yang kaubaca, tetapi sebaiknya lebih berusaha untuk mengecap dan menikmatinya.
Marilah kita mengikuti nasehat para kudus agar hidup kita pun berubah menjadi berkenan di hadapan Tuhan. Manfaatkanlah perpustakaan P.A. Theresia Lisieux agar dapat mengikuti jejak para kudus. Daftarkanlah segera!