Nabi adalah orang yang dipanggil oleh Tuhan menjadi utusan atau penyambung lidah-Nya pada umat. Seorang nabi tidak dapat dipandang sebagai suatu alat mati, melainkan sebagai seorang manusia yang dengan seluruh kemanusiaannya digerakkan Tuhan untuk mewartakan isi hati-Nya. Yang diwartakan nabi adalah pengalaman akan Allah.
Pengalaman itu berasal dari dua sumber:
1. Studi dan kontemplasi terhadap dunia sekitar, sebagai medan kehadiran Allah dalam sejarah. Pewartaan nabi-nabi yang mendahului menolong seorang nabi untuk melihat dimensi Allah dalam sejarah, mereka membuat sejarah lebih transparan.
2. Karisma kenabian. Melalui karisma ini Allah menjadikan nabi seperasaan dengan-Nya: nabi belajar melihat dengan mata Allah, mengukur dengan ukuran Allah, merasakan apa yang dirasakan Allah.
Sama seperti proses perkembangan cinta antara dua insan, demikian juga proses persamaan antara Allah dan nabi-Nya berkembang terus sampai menjadi hubungan sehati-sejiwa.
Nabi merasakan dalam hatinya seluruh isi hati Tuhan – kasih atau murka, sukacita atau kekecewaan, dan sebagainya – dan perasaan-perasaan itulah yang mendorongnya untuk menyampaikan pewartaan kepada siapa pun, pada saat mana pun dan dengaan cara yang paling efisien.
Pengalaman akan Allah adalah pengalaman iman, pengalaman akan Roh Kudus di dalam diri kita; pengalaman ingin menangkap Yesus, karena “telah ditangkap oleh Kristus (2 Kor 4:13; 2 Kor 5:6-7; Rm 8:24-25; Flp 3:12).
Pengalaman ini adalah anugerah, perlu diusahakan bimbingan ke arah keterbukaan akan karya Allah dan kerinduan akan Dia. Kadangkala pengalaman ini sulit sekali untuk diungkapkan.
Ciri khas pengalaman akan Allah adalah:
Mau mengikuti Kristus, yang telah mengosongkan diri dan mangambil rupa seorang hamba (Flp 2:7).
Sekali-sekali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus (Gal 6:14).
Melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang dihadapanku” (Flp 3:14).
Rohlah yang membuat orang bersatu hidup dengan Kristus, yang membuat kita sadar akan karya keselamatan Allah dalam diri kita (Gal 4:6; 2 Kor 1:22; 1 Kor 6:17; 3:21; Bdk Rm 8:14-17). Tetapi orang yang tidak percaya “tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambar Allah”.
Akibat dari persatuan yang sempurna antara jiwa dan Allah, maka jiwa mau menyerahkan diri seluruhnya pada apa yang sesuai dengan cinta kasih.
Mau menerima kegembiraan dan kemanisan cinta.
Ingin serupa dengan Sang Kekasih.
Mau menyelidiki dan mengenal perkara dan rahasia Sang Kekasih.
Marilah kita belajar dari nabi Yerimia
- Yeremia dipanggil dan diutus sebagai seorang nabi. Dia penuh semangat dan bahagia dalam panggilannya (Yer 1-6).
Melalui karisma ini, dia merasakan apa yang dirasakan Allah. Dia mengenal dan mengalami Allah sebagai Yang mengasihi umat-Nya secara “gila” (Yer 3:19-20).
- Berhadapan dengan perlawanan dan permusuhan dari segala pihak, Yeremia hanya dapat berlindung pada Allah saja, ternyata Allah tidak dapat diandalkan!
Allah tidak melindungi nabi-Nya yang terus-menerus hidup dalam bahaya dan ketakutan; Allah tidak mendukung pewartaan Yeremia, sehingga ia oleh umat mulai dipandang dan diperlakukan sebagai nabi palsu; dan anehnya, Allah mendukung dan memberkati orang jahat! Di mana keadilan Allah? Di mana kasih Allah?
Yeremia tidak mengerti Allah lagi: seluruh gambaran Allah dalam hatinya, seluruh pengalaman akan Allah sampai hancur sedikit demi sedikit. Dihantui oleh ketakutan dan frustasi, Yeremia jatuh ke dalam keputusasaan (Yer 26).
Seluruh pergumulan itu diungkapkan dalam doa-doanya (Yer 11:18-20; 12:1-6; 15:10-12, 21; 17:5-8, 14-18; 18:18-23; 20:7-18).
Allah tidak melindungi nabi-Nya yang terus-menerus hidup dalam bahaya dan ketakutan; Allah tidak mendukung pewartaan Yeremia, sehingga ia oleh umat mulai dipandang dan diperlakukan sebagai nabi palsu; dan anehnya, Allah mendukung dan memberkati orang jahat! Di mana keadilan Allah? Di mana kasih Allah?
Yeremia tidak mengerti Allah lagi: seluruh gambaran Allah dalam hatinya, seluruh pengalaman akan Allah sampai hancur sedikit demi sedikit. Dihantui oleh ketakutan dan frustasi, Yeremia jatuh ke dalam keputusasaan (Yer 26).
Seluruh pergumulan itu diungkapkan dalam doa-doanya (Yer 11:18-20; 12:1-6; 15:10-12, 21; 17:5-8, 14-18; 18:18-23; 20:7-18).
- Yeremia merasa terlalu lemah bagi panggilan dan tugasnya... akhirnya ia menolak tugas panggilan yang diberikan Tuhan (Yer 20).
- Beginilah jawaban Tuhan: “Jika engkau mau kembali, Aku akan mengembalikan engkau menjadi pelayan di hadapan-Ku ... Aku menyertai engkau untuk melepaskan dan menyelamatkan engkau. Aku akan melepaskan engkau dari tangan orang-orang jahat dan membebaskan engkau dari genggaman orang-orang lalim (Yer 15:18-21).
Jikalau engkau bersiap untuk mengabdi kepada Tuhan, maka bersedialah untuk pencobaan. Justru dalam kelemahanlah kuasa Tuhan menjadi sempurna (Sir 2:1; 2 Kor 12:9)
Allah memerlukan nabi yang telah mengalami misteri Allah yang tak terpahami. Hanya seorang nabi yang telah dibangkitkan kembali dari kehancuran dari krisis yang ada, yang dapat menjadi pemandu bagi umat-Nya.
Kita pun adalah nabi sesuai dengan perutusan yang telah kita terima sesudah pembaptisan. Jadi, bagikanlah pengalaman krisis iman kita kepada semua orang yang membutuhkan, agar mereka pun dapat mengalami kebangkitan seperti yang kita alami.
Pendakwa hanya dapat dikalahkan oleh darah Anak Domba dan oleh perkataan kesaksian (Why 12:11)
Pendakwa hanya dapat dikalahkan oleh darah Anak Domba dan oleh perkataan kesaksian (Why 12:11)
(Sumber: Warta KPI TL No. 69/I/2010 » Pengalaman akan Allah, editor: Frans Harjawiyata OCSO).