Monika adalah seorang ibu teladan. Iman dan cara hidupnya yang terpuji patut dicontoh oleh ibu-ibu Kristen terutama mereka yang anaknya tersesat oleh berbagai ajaran dan bujukan dunia yang menyesatkan.
Monika, seorang penganut agama Kristen yang taat dan saleh. Ketika berusia 20 tahun, dia menikah dengan Patrisius, seorang penyembah berhala.
Dalam kehidupannya, Monika mengalami tekanan batin yang hebat akibat ulah suami dan anaknya. Pengaruh suaminya begitu besar terhadap diri anaknya, sehingga anaknya belum juga dibaptis menjadi Kristen meskipun ia sudah besar.
Selain itu suaminya selalu mencemoohkan dan menertawakan usaha kerasnya dalam mendidik Agustinus (menanamkan benih iman Kristen), agar menjadi seorang pemuda yang luhur budinya.
Semua itu ditanggungnya dengan sabar sambil tekun berdoa untuk memohon campur tangan Tuhan. Bertahun-tahun lamanya tidak ada tanda apa pun bahwa doanya dikabulkan Tuhan.
Baru pada saat-saat terakhir hidupnya, Patrisius bertobat dan minta dibaptis. Monika sungguh bahagia mengalami rahmat Tuhan pada saat-saat kritis hidup suaminya.
Ketika itu Agustinus berusia 18 tahun dan sedang menempuh pendidikannya di kota Kargo. Cara hidupnya semakin menggelisahkan hati ibunya karena telah meninggalkan imannya dan memeluk agama Manikeisme yang sesat itu.
Lebih dari itu, di luar perkawinannya yang sah, ia hidup dengan seorang wanita hingga melahirkan seorang anak.
Untuk menghindarkan diri dari keluhan ibunya, Agustinus pergi ke Italia. Namun ia sama sekali tidak luput dari doa dan air mata ibunya.
Monika berlari minta bantuan kepada seorang uskup. Kepadanya uskup itu berkata: “Pergilah kepada Tuhan! Sebagaimana engkau hidup, demikian pula anakmu, yang baginya telah kaucurahkan begitu banyak air mata dan doa permohonan, tidak akan binasa. Tuhan akan mengembalikannya kepadamu.”
Nasehat pelipur lara itu tidak dapat menentramkan batinnya. Ia tidak tega membiarkan anaknya lari menjauhi dia, sehingga ia menyusul anaknya ke Italia. Di sana ia menyertai anaknya di Roma maupun di Milano.
Di Milano, Monika berkenalan dengan Uskup Ambrosius. Akhirnya oleh teladan dan bimbingan Ambrosius, Agustinus bertobat dan bertekad untuk hidup hanya bagi Allah dan sesamanya. Saat itu bagi Monika merupakan puncak dari segala kebahagiaan hidupnya
Inilah satu-satunya alasan Monika hidup sedikit lebih lama lagi, yaitu “dia ingin melihat anaknya menjadi orang Kristen sebelum menghembuskan nafasnya.”
Hal itu telah dikabulkan Allah, bahkan lebih dari itu, Allah telah menggerakkan anaknya untuk mempersembahkan dirinya sama sekali kepada-Nya dalam pengabdian yang tulus kepada-Nya.
Agustinus adalah bapa Gereja Purba yang terkenal. Ia lahir di Tagaste, sebuah kota kecil di Afrika Utara, tidak jauh dari Hippo (sekarang: Souk-Ahras), pada tanggal 13 November 354.
Meskipun Agustinus memiliki seorang ibu yang saleh dan taat kepada Tuhan, tetapi pengaruh ayahnya dan daya tarik dunia lebih kuat mempengaruhinya. Ia tumbuh menjadi seorang anak yang sangat pandai dan berbakat, tetapi Tuhan sama sekali tidak ada dalam kamus kehidupannya.
Ketika ayahnya melihat bakat dan kepandaian anaknya, ia mendorong anaknya untuk belajar supaya kelak dapat menjadi orang yang termasyur. Akan tetapi ia belajar hanya karena terpaksa, sehingga seringkali Agustinus tidak mematuhi perintah orang tua dan gurunya. Itu semua karena Agustinus lebih menyukai pertunjukan, permainan, dan teater.
Dalam pelajarannya Agustinus sangat menyukai bahasa Latin, dan puisi-puisi Latin. Pada mulanya Agustinus belajar di kotanya sendiri, kemudian ayahnya mengirim dia untuk belajar ke Madaura, di mana ia belajar bahasa, puisi, dan retorika.
Ketika ia berusia 16 tahun, ayahnya menyuruh ia untuk kembali ke Tagaste dan merencanakan untuk mengirimnya belajar di Carthage.
Pada awal usianya yang ke 17, Agustinus belajar ke Carthage. Dengan mudah ia mendapat tempat yang terbaik di sekolahnya. Akan tetapi motivasinya adalah kesombongan dan ambisi.
Meskipun ayahnya meninggal pada tahun 371, Agustinus tetap melanjutkan studinya di Carthage. Pada masa-masa itu Agustinus berada dalam pencarian kebenaran di dalam kehidupannya.
Ketika berumur 20 tahun, ia mendengar seorang guru berbicara mengenai sebuah buku karangan Aristoteles. Ia sangat tertarik dan berusaha untuk mengertinya tanpa bimbingan seorang guru. Akan tetapi buku tersebut hanya membawa dia kepada pengenalan akan Tuhan sebagai suatu substansia.
Tidak lama setelah itu, ia jatuh dalam aliran Manikeisme, suatu aliran keagamaan dari Persia yang mengajarkan bahwa semua barang material adalah buruk. Dia mengikuti aliran ini selama delapan hingga sembilan tahun lamanya.
Minatnya pada aliran ini berakhir ketika ia menyaksikan kebodohan Faustus, seorang pengajar Manikeisme. Selanjutnya selama beberapa tahun, ia meragukan semua kebenaran agama-agama.
Agustinus tekun membaca segala buku ilmiah yang dapat diperolehnya, dan ia juga mengunjungi orang yang cerdik pandai serta belajar dari mereka. Sehingga akhirnya ia menjadi seorang mahaguru yang terkenal.
Banyak orang Roma datang berbondong-bondong hanya untuk mendengarkan kuliah dan pidatonya. Namun pada saat itu Agustinus masih hidup dalam kekafiran dan belum mengenal Tuhan.
Di luar perkawinannya yang sah, ia hidup dengan seorang wanita hingga melahirkan seorang anak yang bernama Adeodatus yang meninggal pada usia muda.
Meskipun demikian hati Agustinus terus bergejolak dan tidak tentram, hatinya terus gelisah karena ada sesuatu yang belum ia ketahui. Mengetahui tentang hal tersebut, maka ibunya terus berdoa agar anaknya tersebut mau bertobat dan menjadi pengikut Kristus.
Suatu ketika di Milano, Agustinus bertemu dengan Uskup Ambrosius, seorang bekas gubernur yang saleh.
Ketika menyaksikan cara hidup para biarawan yang mengikuti suatu disiplin hidup yang baik dan membahagiakan. Mereka bijaksana, ramah dan saling mengasihi.
Hatinya tersentuh dan mulailah ia merenung: “Apakah yang mendasari hidup mereka? Injilkah yang menjiwai hidup mereka?”
Kecuali itu, ia sering mendengar kotbah-kotbah Uskup Ambrosius dan tertarik pada semua ajarannya. Semuanya itu kembali menyadarkan dia akan nasehat-nasehat ibunya tatkala ia masih di Tagaste.
Agustinus rindu untuk membaca Kitab Suci, tetapi terbentur pada kesederhanaan bentuknya.
Suatu hari, ia mendengar suara ajaib seorang anak: “Ambillah dan bacalah!” Tanpa banyak berpikir, ia segera menjamah Kitab Injil itu, membukanya dan membaca: “Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” (Rm 13:13-14).
Akhirnya Agustinus yang telah banyak mendalami filsafat itu terbuka pikirannya dan melihat kebenaran sejati. Ia kemudian bertobat dan dibaptis pada usia 32 tahun.
Yang paling berbahagia karena pertobatan Agustinus tentulah ibunya yang selama ini tidak jemu-jemu mendoakannya. Namun tidak lama kemudian sesudah Agustinus dibaptis, tujuh bulan sesudah Agustinus dibaptis, bunda tercinta meninggalkan putranya dengan tenang dan kembali kepada Bapa di sorga.
Setelah ibunya meninggal, Agustinus kembali ke Afrika. Agustinus yang telah bertobat kini memulai suatu kehidupan yang baru. Ia dengan setia mengikuti ajaran Yesus dan melakukan perintah-perintahNya dengan sungguh-sungguh.
Kemudian di tanah kelahirannya ini ia ditahbiskan mejadi seorang imam
Pada usia 41 tahun, Agustinus diangkat menjadi uskup Hippo. Menyadari akan besarnya rahmat Tuhan yang telah ia terima, maka ia mengungkapkan rasa syukurnya dalam bentuk nyanyian dan menulis sejumlah buku.
Tak terbilang banyaknya orang berdosa yang bertobat karena membaca tulisan-tulisannya. Tulisan-tulisannya meliputi 113 buah buku, 218 buah surat dan 500 buah kotbah.
Tulisan-tulisannya itu hingga kini dianggap oleh para filsafat dan teologi sebagai sumber penting dari pengetahuan rohani. Semua kebenaran iman Kristen diuraikan secara tepat dan mendalam sehingga mampu menggerakkan hati orang.
Agustinus meninggal dengan tenang pada tanggal 28 Agustus 430, pada usia 76 tahun.
Hal-hal yang dapat diteladani berdasarkan regula dan pengalaman hidup St. Agustinus:
* Cinta akan Tuhan dan sesama
Dalam hidup sehari-hari hendaklah kita saling menghargai, tidak menyombongkan diri, tetapi menerima satu dengan yang lain apa adanya.
Yang paling utama seturut firman Tuhan adalah cintakasih terhadap Tuhan dan sesama; saling melayani dengan kasih dan bukannya saling menjatuhkan dengan kesombongan; kesatuan hati di antara sesama saudara dan bersama-sama berjuang mencapai tujuan akhir hidup kita yaitu persatuan dengan Allah.
* Doa
Dalam doa kita akan bertemu dengan Tuhan secara pribadi, kita masuk ke dalam hubungan yang mesra dengan Tuhan. Segala sesuatu dapat kita serahkan kepada Tuhan melalui doa. Doa bukan hanya ketika kita pergi ke gereja atau persekutuan doa.
Namun kita juga harus menyediakan waktu khusus secara pribadi untuk berdiam diri bersama Tuhan dalam doa. Bahkan dalam segala situasi dan aktifitas kita kita juga dapat mendaraskan doa-doa kita kepada Tuhan.
Doa tidak dibatasi ruang dan waktu, doa tak lain adalah nafas hidup kita, tanpa doa kita takkan dapat mengenal Tuhan secara mendalam dan takkan dapat mengalami kehadiran Tuhan yang hidup.
* Sikap tidak berlebih-lebihan dan penyangkalan diri
Janganlah bersikap berlebihan dengan memperlakukan teman yang satu lebih baik daripada yang lain. Apalagi jika kita membedakan mereka berdasarkan hal-hal tertentu. Keinginan daging akan membawa kita jatuh ke dalam dosa.
Salah satu penyangkalan diri yang didasari oleh cintakasih adalah dengan mau menerima dan mengerti sesama saudara apa adanya dan memperlakukan mereka sesuai dengan karakter mereka.
Jika ada teman kita yang menyulitkan dan menjengkelkan, maka inilah saat yang tepat untuk melatih penyangkalan diri dengan tetap menerima dia serta mengasihi dia seperti kepada yang lainnya. Dalam hal ini kita akan merasakan suatu kedamaian ketika berhasil menjalankannya.
* Sikap saling memaafkan
Dalam kehidupan bersama dengan orang lain perselisihan mungkin sekali terjadi karena adanya perbedaan karakter satu dengan yang lain.
Namun sedapat mungkin kita mencoba menghindari perselisihan itu. Jika hal tersebut tidak dihindarkan maka akan dapat menimbulkan kemarahan yang mengarah pada kebenciaan, mengakibatkan perpecahan, menjadikan jiwa seorang pembunuh (1 Yoh 3:15).
Meskipun saudara kita kerapkali tergoda untuk marah tetaplah segera memaafkan siapapun yang menyakiti hati kita.
Hindarilah kata-kata kasar dan jagalah mulut kita. Meskipun seluruh ilmu pengetahuan mengizinkan engkau berbicara kasar untuk menyelesaikan permasalahan, serta merasa tidak terlalu kasar dalam mengungkapkan sesuatu, engkau tetap harus meminta maaf kepada saudara yang engkau sakiti untuk melatih kerendahan hati.
Selain itu haruslah memohon pengampunan dari Tuhan yang mengetahui semua yang terjadi dengan kesungguhan kasih yang mungkin terjadi untuk mengubah kekerasan yang tidak semestinya. Disamping itu melatih kita untuk mencintai orang lain secara rohani bukan secara duniawi.
* Keterbukaan terhadap kuasa Allah
Tanpa suatu sikap yang terbuka secara total kepada rahmat Tuhan, tidak mungkin Tuhan melakukan suatu perubahan yang demikian luar biasa.
Dengan keterbukaan itu maka Allah pun dapat mengubah kehidupan kita, menyempurnakan kelemahan kita.
* Pertobatan yang sejati
Suatu dosa seringkali menawarkan kenikmatan untuk membuat kita jatuh dalam godaannya. Dan dosa yang seringkali kita lakukan biasanya akan mengikat kita untuk melakukan dosa yang sama.
Ketika melakukan pertobatan sejati, maka Allah tidak tinggal diam. Allah memberikan rahmat sehingga menguatkannya untuk menolak setiap godaan yang ada.
* Kerendahan hati
St Agustinus adalah seorang yang sangat pandai, dan karena itu pula ia menjadi seorang mahaguru. Namun ketika Allah mulai menyentuh hatinya, ia dengan segera menanggapi rahmat Tuhan tersebut dengan hati yang terbuka dan dengan kerendahan hati.
Ia menyadari bahwa di hadapan Tuhan segala kepandaiannya tidak berarti apa-apa. Sehingga ketika ia datang kepada Tuhan, ia tidak datang dengan penuh kebanggaan diri atas prestasi yang telah ia capai atau dengan pengetahuan dan kepandaiannya.
Akan tetapi ia datang ke hadapan Tuhan dengan suatu kesadaran bahwa di hadapan Tuhan ia begitu kecil dan tidak berarti apa-apa, bahkan ia hanyalah seorang pendosa.
Inilah karya Tuhan yang begitu besar, yang telah mengubah seorang pendosa menjadi seorang kudus yang ternama.
Peringatan Santa Monika: 27 Agustus
Peringatan Santo Agustinus: 28 Agustus.
(Sumber: Warta KPI TL No. 64/VIII/2009 » Orang Kudus Sepanjang Tahun, Mgr. Nicolaas Martinus Schneiders, CICM; Santo Agustinus, Vacare Deo Edisi VI/Tahun VIII/2006).
[Baca juga: Misteri Allah Tritunggal
[Baca juga: Misteri Allah Tritunggal