Akibat pendidikan yang kita terima, kita biasa menahan air mata sedapat mungkin. Jika seseorang menjauhi penderitaan yang harus dihadapinya, ia melarikan diri ke dalam penyakit.
Perasaan yang ditekan, biasanya
menyatakan diri dalam gangguan atau keluhan neurotis (sakit syaraf).
Orang baru bisa mulai disembuhkan, jika ia
menerima baik rasa sakit yang ditekan atau penderitaan yang ditolak. Penerimaan
itu biasanya disertai tangisan hebat,
yang melepaskan hati manusia dari
beban perasaan yang tertumpuk dan sekarang dapat dibuang.
Air mata
meringankan rasa sakit, karena dengan menangis orang menjadi bebas dari
padanya. Air mata tiba-tiba menjadi air yang membebaskan, melepaskan
dan membahagiakan. Rasa sakit
berubah menjadi rasa sukacita.
Dalam hatinya manusia mengalami keutuhan, yang
tidak terancam lagi oleh suatu rasa sakit, dan suatu kesukaan yang tidak dapat
diganggu lagi oleh kekecewaan dan kegagalan. Itulah keselamatan dari Allah yang
mengatasi segala duka dalam hidup manusia.
Sengsaraku
Engkaulah yang menghitung-hitung,
air
mataku Kautaruh ke dalam kirbatMu.
(Mzm
56:9)
Para rahib kuno membeda-bedakan
bermacam-macam jenis air mata. Air mata kekanak-kanakan, bila orang menangis
karena keinginannya tidak dipenuhi; air mata sakit hati, ketakutan, kemarahan
atau keberangan; air mata karena orang merasa tak mampu berhasil atau karena
merasa kasihan dengan dirinya sendiri.
Semua jenis air mata itu jelas tidak menyembuhkan orang, malahan memperkuat sikap hati yang keliru: ia tambah marah atau
berang, ia semakin merasa sakit atau berbelaskasihan dengan dirinya.
Selain air mata yang bersumber
pada ketakutan, kesusahan dan derita, dan yang menekan hati, ada juga air mata
yang disebabkan sengat dosa yang melukai hati, renungan akan harta kekal serta
kerinduan akan kemuliaan yang mendatang ataupun rasa takut akan neraka atau
oleh rasa sedih karena melihat orang lain berjiwa keras dan buta.
Air mata yang dipuji-puji oleh para
rahib ialah air mata sesal atas kedosaannya sendiri dan sekaligus tanda
kerinduan akan keselamatan yang dari Allah.
Air mata mencuci bersih dari
dosa, menghapus segala bekas yang ditinggalkan dosa dalam hati, membersihkan
hati, membasuh jiwa sehingga bersih, segar dan lega.
Air mata menyuburkan dan
menghidupkan jiwa, menciptakan kedamaian batin yang mendalam, melenyapkan hawa
nafsu dan pikiran yang mengacau, melindungi terhadap pikiran melayang dan
membuat roh berpusat dalam doa murni kepada Allah.
Air mata mematahkan kekuatan
kesombongan, mengusir segala pikiran yang dengan sombong mau dipegang oleh
orang, menyerahkan hati kepada cinta Allah dan memenuhinya dengan sukacita.
Air
mata melenyapkan ketakutan,
dan
di mana ketakutan sudah lenyap,
bersinarlah
cahaya sukacita yang jernih,
dan
dari sukacita yang tak dapat binasa itu
berkembanglah
cinta Allah yang suci
(Klimakus)
Doa menghasilkan pengenalan diri.
Mengenal diri dalam doa tidak
terjadi di tingkat
pengetahuan akal budi, melainkan dalam
suatu perjumpaan yang menyentuh hati.
Di hadapan Allah yang mengasihi
kita dan memandang kita penuh kasih sayang, kita menjadi sadar akan dosa kita
sehingga merasa sedih.
Rasa sedih itu tak lain ialah kerinduan akan
keselamatan, keutuhan, keseimbangan antara jiwa-raga, kedamaian dan kemampuan
untuk dapat mencinta dengan kasih tak terbagi.
Orang
yang tidak dapat menangis,
berjiwa
keras dan membuktikan kejenuhan rohani.
(Evagrius)
Dalam tangisan kita disentuh oleh
Allah secara langsung, dengan tidak memakai pengantara gambar atau kata. Allah
sendiri menguasai kita. Maka putuslah segala macam hubungan di mana saya
sendiri masih dapat berkuasa menurut keputusan saya sendiri. Sekarang tinggal
saja satu hubungan ialah menyerah dan melepaskan segala macam hubungan.
Dalam
tangisan itu kita sudah tidak mau mencapai suatu hasil lagi, kita hanya
membiarkan diri kita disentuh dan dikuasai. Namun, air mata bukan satu-satunya
tanda bukti bahwa kita menyerah tanpa syarat atau mencari rasa yang mengharukan
untuk menikmatinya.
Air
mata
mempersatukan kembali jiwa dan raga.
Rasa sedih itu timbul justru karena raga dan jiwa berlawanan satu sama lain,
yang selalu timbul dalam dosa. Jiwa dan raga, budi dan perasaan kehilangan
kesatuannya akibat dosa.
Air mata memulihkan
kembali keseimbangan antara yang rohani
dan jasmani, antara budi dan
perasaan dan memulihkan kembali juga kesatuan di dalam diri manusia.
Orang yang merindukan karunia
ini, harus menyediakan banyak waktu untuk membiasakan hatinya terus-menerus
merenungkan dosanya serta hukumannya, dengan seluruh pikirannya membayangkan
kuburannya dan betapa singkat sisa hidupnya.
(Sumber: Warta KPI TL No.105/I/2013 » Doa dan Mengenal Diri,
Anselm Grun, OSB).