Pages

Senin, 01 Agustus 2016

Apakah Yudas Iskariot berjasa dalam karya keselamatan manusia?



Sebagai orang awam, kita mengalami kebingunan untuk menjawab pertanyaan di atas. Untuk dapat memahami tokoh “Yudas Iskariot” kita harus memahami cara menafsirkan Kitab Suci dan memahami antara Penyelenggaraan Ilahi dan kehendak bebas manusia.

Bertanya untuk menggali pengertian yang lebih mendalam adalah bagian dari penghayatan iman yang bertanggung jawab (fides quaerens intellectum).

Ajaran Gereja Katolik menjawab pertanyaan yang paling mendasar dalam hidup kita. Pertanyaan-pertanyaan ini hanya bisa dijawab dengan memuaskan jika kita punya keterbukaan hati terhadap rahmat Tuhan, menerima apa yang dinyatakan Yesus melalui Gereja yang didirikan-Nya.

Untuk mempertanggungjawabkan iman kita, kita harus memahami ajaran Gereja tentang menafsirkan Kitab Suci. Sebab Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri sebab ada kemungkinan dapat diartikan keliru (2 Ptr 1:20-21; 2 Ptr 3:15-16).

Konsili Vatikan II memberikan tiga kriteria menafsirkan Kitab Suci sesuai dengan Roh yang telah mengilhaminya (DV 12, 3) (KGK 111-114).


1. Memperhatikan dengan seksama "isi dan kesatuan seluruh Kitab Suci"

2. Membaca Kitab Suci "dalam terang tradisi hidup seluruh Gereja"

3. Memperhatikan “analogi iman"

Dengan memperhatikan ketiga hal ini, kita perlu juga memahami "Tipologi", untuk melihat kaitan antara Kitab Suci Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru.

Ayat- ayat yang menunjukkan tipologis Perjanjian Lama digenapi dalam Perjanjian Baru menerangkan bagaimana Kristus dan Gereja-Nya telah dinyatakan secara figuratif di dalam PL. Selubung masih tetap menyelubungi, jika membaca Perjanjian Lama tanpa disingkapkan, karena hanya Kristus saja yang dapat menyingkapkannya (KGK 128-1302 Kor 3:14).

Mensyukuri pengkhianatan Yudas?

Yudas Iskariot adalah seorang pencuri, sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya  (Yoh 12:6) » Yesus tidak memecat Yudas sebab “rencana Bapa-Nya harus terlaksana". 

Apakah kita harus berterima kasih kepada Yudas karena sebenarnya ia telah "sukses" dengan peran jahatnya yang harus terlaksana?

Dari beberapa nas PL dan PB, saya sering menyimpulkan bahwa Yesus itu sudah "diprogram" untuk menderita sengsara, wafat dan bangkit.  Oleh karena itu apakah tidak seharusnya kita berterima kasih kepada Yudas Iskariot yang telah terlibat dalam penderitaan dan wafat Yesus?

Dua pertanyaan di atas sebenarnya berkaitan dengan problem klasik tentang bagaimana hubungan antara Penyelenggaraan Ilahi dan kehendak bebas manusia.

Allah adalah awal dan tujuan akhir serta pendukung alam semesta dengan tata sebab-akibatnya (Bdk. 1 Kor 4:7; Flp 2:13). Segala sesuatu tergantung pada Allah sebagai sebab pertama dan universal. Juga kebaikan moral yang ada dalam setiap keputusan dan tindakan tergantung dari rahmat Allah.

Allah tetap menghargai sebab-akibat (kausalitas) yang terjadi di antara ciptaan. Artinya Penyelenggaraan Ilahi tidak menghapuskan tapi malah mendukung kebebasan manusia.

Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berakal budi dan telah memberi kepadanya martabat seorang pribadi, yang bertindak seturut kehendak sendiri dan menguasai segaIa perbuatannya.

Allah bermaksud menyerahkan manusia kepada keputusannya sendiri (Sir 15:14), supaya ia dengan sukarela mencari Penciptanya dan dengan mengabdi kepada-Nya secara bebas mencapai kesempurnaan sepenuhnya yang membahagiakan” (GS 17).

Manusia itu berakal budi dan karena ia citra Allah, diciptakan dalam kebebasan, ia tuan atas tingkah lakunya” (St. Ireneus, Against Heresies/Adv. haeres. 4,4,3) (KGK 1730).

Maka dengan pengertian ini, kita mengetahui Allah tidak dengan secara aktif menentukan segala sesuatu bagi manusia tanpa melibatkan kehendak bebas manusia, sebab jika demikian manusia hidup seperti robot saja, dan tidak mungkin dapat dikatakan berakal budi dan mempunyai citra Allah.

Juga, Allah tidak mungkin secara aktif menjadikan manusia berdosa; sebab itu bertentangan dengan hakekat Allah yang penuh kasih, sehingga tak mungkin Ia ‘menjerumuskan’ manusia ke dalam dosa.

Allah menciptakan manusia dengan menganugerahinya kebebasan. Kebebasan ini adalah salah satu unsur yang membuat manusia secitra dan gambaran dengan Allah.

Karena itu manusia dipanggil untuk menggunakan kebebasannya untuk menanggapi rencana keselamatan Allah. Dengan demikian, manusia menjadi mitra dan kekasih Allah yang semakin menyerupai Dia.

Kausalitas vertikal Allah tidak membatalkan kausalitas horizontal ciptaan. Hanya Allah yang bisa memberikan kekuatan fisik pada segala sesuatu tanpa mengharuskan penerima menjadi boneka atau kehilangan kebebasannya.

Inilah misteri kuasa Allah yang tak terbatas dalam pergaulan-Nya dengan kehendak bebas manusia sebagai ciptaan. Kemampuan ilahi inilah yang tidak bisa ditiru atau dimiliki oleh ciptaan manapun. Jadi harus ditegaskan bahwa Allah Sang Kebaikan itu pasti tidak menghendaki yang jahat.

Dengan kemahakuasaan-Nya, Allah bisa menggunakan kejadian-kejadian, bahkan yang jahat dan tidak baik itu, menurut rencana-Nya dan untuk kebaikan-Nya (Rm 8:28 » Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan).

Kitab Suci menyatakan dengan cukup jelas bahwa Allah adalah Tuhan atas sejarah. Dia mengatur peristiwa-peristiwa untuk melindungi mereka yang dipilih-Nya.

Yusuf meyakinkan saudara-saudaranya: "Memang kamu telah mereka-reka yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar." (Kej 50:19-21).

Kasus pengkhianatan Yudas Iskariot sering membuat orang bingung. Kalau pengkhianatannya sudah dinubuatkan sejak dulu, apakah dia masih memiliki kebebasan kehendak? 

Injil Yohanes dengan jelas menunjukkan tanggung jawab yang harus dipikul oleh Yudas ketika Yesus berkata: "Dia, yang menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar dosanya." (Yoh 19:11). 

Yudas mempunyai kehendak bebas, dia menggunakan kebebasannya, memilih berbuat dosa. Jadi, Yudas bukanlah pahlawan, tetapi tetap pengkhianat. Pilihan kejahatan yang dilakukannya harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah.

Pertanyaan hipotesis, lalu apa yang akan terjadi seandainya Yudas memutuskan untuk tidak mengkhianati Yesus? Jika demikian, Allah dengan kemahakuasaan-Nya akan menggunakan sarana dan kejadian lain. Yang pasti, rencana-Nya akan terlaksana. Dengan cara bagaimana? Kita tidak tahu.

Ada dua kisah kematian Yudas Iskariot (Mat 27:3-9; Kis 1:16-19). Rincian dari kisah itu sangat berbeda satu dengan lainnya, seakan-akan sulit sekali untuk didamaikan.

Berdasarkan fakta ini, kita diingatkan bahwa Kitab Suci bukanlah sebuah laporan historis tentang peristiwa-peristiwa, tetapi sebuah ungkapan iman yang tetap didasarkan pada data historis sebagai substansinya.

Kisah kematian Yudas Iskariot dari Kis 1:18 merujuk dari Keb 4:18-19

Orang fasik melihat lalu menghina, mereka akan ditertawakan Tuhan. Sesudahnya mereka menjadi mayat terhina, dan di tengah-tengah orang mati menjadi buah cemooh selama-lamanya. Terpelanting tak bersuara mereka dicampakkan Tuhan, dan digoyangkan-Nya dari dasar-dasarnya. Mereka akan dimusnahkan sama sekali dan akan berada dalam sengsara. Maka kenangan kepada mereka akan lenyap (Keb 4:18-19).

Yudas jatuh tertelungkup, dan perutnya terbelah sehingga semua isinya tertumpah keluar (Kis 1:18).

» Perlu diingat bahwa pada zaman dahulu, sangatlah penting memberikan pemakaman yang layak untuk orang yang meninggal. Tidak ada nista yang lebih besar dan mengerikan dari pada seorang yang meninggal dan jenazahnya tidak dimakamkan.

Kisah kematian Yudas dalam Kisah Para Rasul adalah cerita yang disebarkan orang-orang Kristiani pertama, yang kemudian dilebih-lebihkan, dan didasarkan pada Kitab Kebijaksanaan (kematian tak wajar » kematian para pendosa atau musuh Allah yang melawan rencana Ilahi).

Kisah kematian Yudas Iskariot dari  Mat 27:3-5 merujuk dari 2 Sam 17:23

Ahitofel sahabat raja, penasihat raja (1 Taw 27:33). Kepadanya Daud mempercayakan banyak rahasia kerajaannya, tetapi Ahitofel mengkhianati Daud dan berpihak pada musuh-musuh Daud. Ketika nasehatnya tidak dipedulikan ... kemudian menggantung diri (2 Sam 17:23).

Yudas adalah salah satu murid Yesus (Mat 10:4), yakni kelompok murid yang paling dekat dengan Yesus, bahkan dipercaya memegang kas. Akan tetapi ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya (Yoh 12:6; 13:29).

Yudas rela "menjual" Gurunya dengan harga yang begitu rendah, motivasi utama pengkhianatannya adalah keserakahan akan uang.  

Pada waktu Yudas, yang menyerahkan Dia melihat, bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, menyesallah ia ... lalu pergi dari situ dan menggantung diri  (Mat 27:3, 5).

» Cara kematian Yudas, sahabat baik Yesus, dilukiskan mirip dengan cara kematian Ahitofel, sahabat baik Daud.

Matius menulis Injilnya untuk orang-orang Yahudi, satu-satunya penginjil yang menceritakan akhir hidup Yudas, tetapi  tidak bermaksud menyajikan data historis tentang nasib Yudas.

Misi utama Matius hendak mewartakan Yesus sebagai Daud baru (Tipologi), Mesias yang dinantikan orang Israel. Hal ini ditekankan oleh Matius dari sejak kelahiran sampai pada saat kematian Yesus, termasuk kematian Yudas.

Akhir hidup Petrus dan Yudas Iskariot

Yesus ditangkap ... Petrus mengikuti dari jauh ... Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: “Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku.” Lalu ia pergi dan menangis dengan sedihnya (Luk 22: 54-62).

» Dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan (2 Kor 7:10). Penyesalan ini adalah keinsyafan yang diberikan oleh Roh Allah (Yoh 16:8-11 » Ia akan menginsyafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman).

Yudas, yang hendak menyerahkan Dia itu menjawab, katanya: "Bukan aku ya Rabi?" 

» Dari cara Yudas memanggil Yesus yang berbeda dengan cara murid-murid lain, penginjil Matius ingin menunjukkan bahwa Yudas sendiri sudah mulai memisahkan diri dari  lingkungan murid Yesus.

Yesus membalas salam dan ciuman Yudas dengan berkata: “Hai teman, untuk itukah engkau datang?” (Mat 26:50 

» Panggilan teman untuk mengingatkan Yudas bahwa ada ikatan yang pernah ada antara dia dan Yesus; Yesus ingin menegur Yudas sebagai orang yang bersalah).

Yesus mengetahui benar siapa yang akan mengkhianatinya. akan tetapi Dia diam saja; Dia tidak melakukan suatu tindakan pencegahan apapun. Dia seorang yang berserah kepada kehendak Bapa-Nya, sebab memang nasib-Nya sudah tersurat dalam Kitab Suci.

Di sinilah letak misterinya

Sulit sekali memahami bagaimana di satu sisi pengkhianatan Yudas sudah dinubuatkan dalam Kitab Suci, artinya sudah diketahui Allah jauh sebelumnya, tetapi di lain sisi Yudas tetap manusia yang bertanggungjawab sehingga Yesus bisa berkata: "Celakalah orang yang oleh-Nya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik orang itu kiranya ia tidak dilahirkan."

Namun, perlu dicatat di sini bahwa ungkapan yang kedengarannya sangat keras itu sebenarnya merupakan semacam kutukan yang biasa bagi orang-orang Yahudi.

Pada waktu Yudas, yang menyerahkan Dia melihat, bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, menyesallah ia (Mat 27:3).

» Dukacita yang berasal dari dunia ini menghasilkan kematian (2 Kor 7:10). Penyesalan Yudas tidak berakhir dengan suatu pertobatan yang sejati, yakni dengan keputusan untuk kembali ke jalan yang benar. Tetapi malah melakukan bunuh diri yang merupakan dosa melawan perintah Tuhan, “Jangan membunuh” (Kel 20:13).

Penyesalan Yudas hanya memimpin kepada penyesalan, depresi, mengasihani diri sendiri, dan tanpa pengharapan. Dia tidak percaya kepada kerahiman Allah karena sudah memisahkan diri dari  lingkungan murid Yesus.

Baiklah orang fasik meninggalkan jalannya dan orang jahat meninggalkan rancangannya; baiklah ia kembali kepada Tuhan, maka Dia akan mengasihaninya, dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahnya (Yes 50:7); Pada-Mu ada pengampunan (Mzm 130:1-4).

Dua kisah ini sekilas memang bertentangan, tetapi dapat juga diperdamaikan dengan upaya rekontruksi sebagai berikut: Yudas memang bunuh diri dengan jalan menggantung diri. Akan tetapi, sewaktu ia menggantung diri pada satu dahan pohon, dahan itu patah sehingga Yudas jatuh ke tanah tepat di atas sesuatu yang tajam sehingga dia mati dengan isi perut tertumpah keluar.


(Sumber: Seri Konsultasi Iman 2, Dari Prapaskah sampai Paskah, Dr Petrus Maria Handoko, CM; Kisah Sengsara Yesus menurut Injil Matius, Dr. Hendricus Pidyarto, O.Carm).