Kemiripan ini pun senantiasa diresapi oleh suatu ketidakmiripan yang lebih besar dari pada untuk kemiripan. Tidak mungkin bicara lain tentang Allah.
Kata Yunani analogi berarti 'perbandingan', 'menurut bagian tertentu'. Suatu pengertian disebut analog, jika pengertian itu mengandung kesamaan dan dalam kesamaan itu sekaligus ketidaksamaan atau perbedaan.
Pengertian 'kemanusiaan' dikatakan terhadap semua manusia dan setiap manusia, karena mereka semua dan perseorangan itu samalah kemanusiaannya. Maka, pengertian 'manusia' bukanlah analog.
Tetapi, pengertian 'raja', yang dikatakan tentang manusia (Raja Muang Thai) dan tentang singa (raja hutan) itu ke-rajaannya mempunyai unsur persamaan (kekuatan) dan unsur perbedaan (kekuatan badaniah belaka - kekuatan berupa wewenang). Maka singa disebut 'raja' secara analog.
Antara macam-macam analogi, yang paling penting ialah analogi struktural. Jika sama dan bedanya itu terdapat pada struktur dari hal-hal yang dikatakan, misalnya: Semua makhluk itu ada. Tuhan pun ada. Tetapi seluruh keberadaan makhluk di strukturnya ialah ada-diadakan. Sedangkan Ada-Tuhan itu Ada-dari-sendirinya.
Kedua-duanya sungguh ada, akan tetapi ada itu menurut strukturnya lebih berbeda dari pada sama.
Maka Konsili Lateran IV (1215) mengatakan, bahwa antara Sang Pencipta dan ciptaan hanya terdapat kesamaan (= similitudo, bahasa Latin) yang mengandung ketidaksamaan yang lebih besar.
Analogi memungkinkan kita dapat melakukan pembicaraan tentang Allah yang berisi. Kalau semua gagasan ekuivok (satu kata, arti berbeda total), maka seluruh pembicaraan itu, termasuk Alkitab, adalah kosong. Alkitab mau-tak-mau berbicara analog, karena Wahyu pun tidak dapat dimengerti selain secara analogi (qulas).
(Sumber: Ensiklopedi Gereja, A. Heuken SJ).