Pages

Kamis, 18 Agustus 2016

Mat 22:34-40

Sarapan Pagi 
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu
(Yak 1:21)



Penanggalan liturgi

Jumat, 23 Agustus 2019: Hari Biasa XX - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: Rut 1:1, 3-6, 14-16, 22; Mzm 146:5-6, 7, 8-9a, 9bc-10; Mat 22:34-40

Jumat, 19 Agustus 2016: Hari Biasa XX - Tahun C/II (Hijau)
Bacaan: Yeh 37:1-14; Mzm 107:2-3, 4-5, 6-7, 8-9; Mat 22:34-40)


Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, (1) bertanya untuk mencobai Dia: "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?"

Jawab Yesus kepadanya: (2) "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."


Renungan



1. Hukum kodrat

Perintah ganda untuk mengasihi adalah merupakan hukum kodrat. Hukum kodrat ini adalah hukum atau peraturan yang ditulis oleh Tuhan di dalam hati setiap manusia (Rm 2:14-15).

Kunci dari kemampuan kita untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi serta mengasihi sesama adalah karena Allah telah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua.

Kita yang telah dibaptis telah menerima rahmat Allah yang begitu besar, seperti: menjadi putera/i Allah di dalam Kristus, disatukan dalam Tubuh Mistik Kristus, dibebaskan dari dosa asal, menerima rahmat pengudusan, tiga kebajikan ilahi dan tujuh karunia Roh Kudus.

Rahmat dari Allah kemudian diperkuat dengan rahmat yang mengalir dari sakramen-sakramen yang lain, terutama Sakramen Tobat dan Sakramen Ekaristi.

Dengan bekal rahmat Allah yang begitu luar biasa ini, maka sesungguhnya umat Allah telah dimampukan untuk dapat mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, sehingga pada akhirnya dapat mengasihi sesama dengan lebih baik lagi.


2. Panggilan kita - diberkati dan memberkati

(1) Orang yang melihat hidup sebagai persaingan, akan menghabiskan seluruh hidupnya tanpa kasih. Apa yang dipikirkannya adalah bagaimana bisa mengalahkan orang lain dan bagaimana bisa menyingkirkan orang lain.

Sebaliknya orang yang melihat hidup sebagai kasih dan anugerah, akan mengorbankan seluruh hidupnya untuk mengasihi sesama. Ia tidak mengenal kalkulasi untung dan rugi, yang dilakukannya hanyalah mengasihi tanpa pamrih.

(2) Yesus menegaskan bahwa hal yang paling utama dalam kehidupan ini adalah saling mengasihi. Apapun yang kita jalani, apapun yang kita lakukan akan bermakna kalau kita mengasihi Tuhan dengan seluruh diri kita dan sesama kita seperti kita mengasihi diri kita sendiri.

Kalau kita memahami betul bahwa hidup yang sesungguhnya adalah seperti ini, maka kita akan menghabiskan waktu-waktu kita dalam kasih. Tanpa persaingan yang tidak sehat, tanpa saling menjegal, tanpa mempersalahkan Tuhan dan keadaan, tanpa membiarkan sesama menderita, itulah wajah dari kehidupan yang sebenarnya.

Yesus mengajak kita untuk melihat kehidupan sebagai kesempatan untuk saling mengasihi. Semoga kita melihat hidup ini sebagai berkat bagi sesama karena Tuhan menghendaki kita saling mengasihi sebagaimana Ia telah mengasihi kita sampai mengorbankan Putra-Nya sendiri.


Selasa, 16 Agustus 2016

Iman yang menyelamatkan

Di sebuah desa mengalami kemarau panjang. Penduduk desa itu sudah berdoa tetapi tidak turun hujan. Mereka mendatangi romo parokinya: “Romo, kami sudah berdoa tetapi kok tidak hujan-hujan.” Jawab Romo: “Baiklah, selama seminggu ini kalian berdoa dengan keyakinan penuh.” 

Seminggu kemudian, penduduk desa tersebut datang lagi ke gereja berdoa. Ada seseorang yang berteriak: “Kami sudah berdoa selama tujuh hari tetapi hujan tidak turun-turun. Doa kita tidak dikabulkan.” Jawab Romo: “Kalian percaya apa nggak?” Serempak mereka menjawab: “Percaya.” Kata Romo: “Lho ... kenapa kalian kok nggak bawa payung?”



Inilah buktinya bahwa seringkali kita kurang percaya kepada Tuhan sehingga mujizat tidak terjadi.

Marilah kita belajar dari Luk 8:40-56

Ketika Yesus kembali, orang banyak menyambut Dia sebab mereka semua menanti-nantikan Dia. Maka datanglah seorang yang bernama Yairus. Ia adalah kepala rumah ibadat. Sambil tersungkur di depan kaki Yesus ia memohon kepada-Nya, supaya Yesus datang ke rumahnya, karena anaknya perempuan yang satu-satunya, yang berumur kira-kira dua belas tahun, hampir mati.

» Kehidupan ini seperti telur. Kita harus berani keluar menjadi manusia baru, menghilangkan ke-egoan kita seperti Yairus, rela mempertaruhkan harga diri dan nama baiknya dengan tersungkur di depan orang banyak demi cinta kepada anaknya.

Dalam perjalananan ke situ Yesus didesak-desak orang banyak. Adalah seorang perempuan yang sudah dua belas tahun menderita pendarahan dan yang tidak berhasil disembuhkan oleh siapa pun. Ia maju mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya, dan seketika itu juga berhentilah pendarahannya.

Lalu kata Yesus: “Siapa yang menjamah Aku? Dan karena tidak ada yang mengakuinya, berkatalah Petrus: “Guru orang banyak mengerumuni dan mendesak Engkau.” Tetapi Yesus berkata: “Ada seseorang yang menjamah Aku, sebab Aku merasa ada kuasa keluar dari diri-Ku.”

» ada kuasa ketika kita menjamah atau menyentuh keberadaan Allah. Allah adalah Roh, tidak kelihatan, tetapi Allah kelihatan dalam rahmat kasih-Nya (dari pengalaman hidup kita).

Ketika perempuan itu melihat, bahwa perbuatannya itu ketahuan, ia datang dengan gemetar, tersungkur di depan-Nya dan menceritakan kepada orang banyak apa sebabnya ia menjamah Dia dan bahwa ia seketika itu juga menjadi sembuh.

Maka kata-Nya kepada perempuan itu: “Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!”

» kebaikan Allah benar-benar misteri

Ketika Yesus masih berbicara, datanglah seorang dari keluarga kepala rumah ibadat itu dan berkata: “Anakmu sudah mati, jangan lagi engkau menyusah-nyusahkan Guru!”

Tetapi Yesus mendengarnya dan berkata kepada Yesus: “Jangan takut, percaya saja, dan anakmu akan selamat.”

Setiba di rumah Yairus, Yesus tidak memperbolehkan seorang pun ikut dengan Dia, kecuali Petrus, Yohanes dan Yakobus dan ayah anak itu serta ibunya.

Semua orang menangis dan meratapi anak itu. Akan tetapi Yesus berkata: “Jangan menangis, ia tidak mati, tetapi tidur.” Mereka menertawakan Diatidak percaya) karena mereka tahu bahwa anak itu telah mati.

Lalu Yesus memegang tangan anak itu dan berseru, kata-Nya: “Hai anak bangunlah!” Maka kembalilah roh anak itu dan seketika itu juga ia bangkit berdiri. 

Lalu Yesus menyuruh mereka memberi anak itu makan. Dan takjublah orang tua anak itu, tetapi Yesus melarang mereka memberitahukan kepada siapa pun juga apa yang terjadi itu. 

Jika saat ini kita mengalami suatu kegelapan iman, semuanya terasa gelap dan kita berpikir mau bunuh diri ... Ingatlah! Ada satu Pribadi yang begitu peduli dan mengerti, Dia selalu menyertai kita dan selalu mencurahkan rahmat-Nya yang baru setiap hari tiada henti-hentinya. Percayalah ... mujizat akan terjadi.

Jika saat ini kita sudah merasakan kasih Allah tanpa syarat, kita telah diberkati. Ingatlah! Bahwa kekayaan adalah harta yang berasal dari Allah dan harus dipergunakan oleh pemiliknya dan disebarluaskan agar orang-orang yang berkekurangan pun boleh menikmatinya. 

Ia yang menahan kekayaan bagi dirinya sendiri bersalah; memberikannya kepada orang-orang yang berkekurangan berarti melunasi sebuah utang (Kompedium ASG No. 328-329). Jadi, kita juga harus peduli dan mengerti dengan penderitaan orang lain

(Sumber: Renungan KPI TL Tgl 28 Juli 2016, Rm Lulus).

Senin, 15 Agustus 2016

Firman yang tertanam di dalam hati, berkuasa menyelamatkan jiwa

Empat hari sebelum ulang tahun saya yang ke 78, saya tergelincir di kamar mandi. Puji Tuhan, Tuhan masih melindungi, saya tidak sampai patah tulang tetapi hanya terbentur pintu kamar mandi. Mengalami hal ini perasaan saya mengatakan bahwa ada sesuatu yang akan terjadi.


Saya tidak mempunyai rumah sendiri, jadi saya berpindah-pindah kontrakan. Di tempat tinggal yang terakhir ini saya sudah tiga tahun mengontraknya. 



Di bulan Juni 2016 saya merasa senang dengan bertambahnya usia, namun ada juga kesedihan karena tuan rumah mengusir saya untuk segera cari kontrakan baru, padahal sisa kontrakan masih dua bulan lagi. 

Menghadapi masalah ini saya tidak mau membicarakan pada anak saya, tetapi saya hanya menangis pada Tuhan Yesus dan berdoa rosario bersama Bunda Maria mohon pertolongan-Nya. 

Sungguh luar biasa Tuhan yang saya sembah. Pada hari ke sembilan berdoa, saya mendengar suara: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut! (Mat 14:27). Setelah mendengar suara itu, saya diingatkan dengan beberapa ayat di bawah ini sehingga saya memperoleh ketenangan.

Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku (Mzm 91:14).

Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab Tuhan menopang tangannya (Mzm 37:23-24).

Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya (Yoh 15:7).

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Flp 4:13).

Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu (1 Tes 5:16-18).

Pada hari ke tujuh belas berdoa, pemilik rumah datang sambil marah-marah, katanya: “Sudah boleh kontrakan!” “Belum.” “Kalau gitu tak panggilkan polisi!” 

Ancaman tersebut dilaksanakan, dipanggilkan polisi (anaknya sendiri, dengan memakai seragam dinasnya). Di dalam hati kecil saya berkata: “Apa salah saya? Tuhan, saya hanya takut kepada-Mu, pada manusia saya tidak takut meskipun dia mengandalkan kekuasaannya.” Demikian pula pada saat tuan rumah dan anaknya yang polisi datang, saya diingatkan dengan beberapa ayat di bawah ini.

Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku (Mzm 119:105).

Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu (Mat 11:28).

Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Mat 4:4).

Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu (Mat 6:33).

Tiga hari kemudian, cucu tuan rumah datang ke rumah saya dan menyuruh saya datang ke rumahnya. Sebelum berangkat, saya berdoa memohon penyertaan Tuhan.

Sesampainya di sana saya merasa heran, karena tuan rumah menyambut saya dengan ramah dan berkata: “Ibu tidak perlu mencari kontrakan baru, ibu boleh tambah kontrakan. Sesungguhnya saya tidak berniat mengusir ibu. Hal ini terjadi karena ada salah satu yang menyewa petakan rumah mengingini tinggal di petakan rumah ibu, karena letaknya di pinggir jalan.”

Sungguh saya sangat bersyukur, meskipun saat ini saya buta, namun firman yang telah melekat pada hati saya memberi kekuatan pada jiwa saya sehingga saya mampu menyerahkan hidup saya pada Tuhan dan Dia memberikan jalan keluar yang mustahil bagi manusia.

(Sumber: Warta KPI TL No.136/VIII/2016)




Ada apa dengan kesucian?




Untuk pertama kalinya dalam sejarah seorang biarawati mengikuti audisi The Voice. Dalam audisi tersebut biarawati itu terpilih, bahkan empat juri bersedia membimbingnya.

Suster Cristina, biarawati ordo Ursulin Italia berhasil menjadi juara satu dalam kontes The Voice tahun 2014. Tidak hanya dipuji karena suara emasnya tapi gaya penggung Cristina juga dinilai natural dan jenaka tidak terkesan berusaha untuk jaga image hanya karena dia seorang biarawati.



Kejadian ini menjadi pro dan kontra diantara umat Katolik, mereka mempersoalkan tentang kesucian dalam kehidupan membiara.


Ada apa dengan kesucian jaman sekarang, banyak orang merasa kesucian/kesalehan itu terletak pada berapa sering orang itu duduk sendiri berdoa di dalam gereja, atau seberapa sering misa, atau seberapa sering devosi rosario, atau seberapa sering ziarah. Mungkin kesucian itu hanya ada dalam biara-biara, hanya ada dalam gereja.

Kebanyakan orang memiliki gambaran yang keliru mengenai kerohanian dan kesucian (sehingga begitu melihat kenyataan sebenarnya, orang kaget).

1. Orang mengira bahwa semakin lama orang berdoa dan beribadat, semakin sucilah ia. Maka, yang suci adalah mereka yang kebanyakan waktunya dihabiskan di seputar altar, gereja, masjid, tempat bertapa dan berdoa. Kesucian hanya sekedar dipandang formalitas, bagaimana dia mengikuti ibadat dengan baik, aturan agama dengan baik.

Orang pikir yang suci itu adalah yang saleh dan kesalehan itu dilekatkan pada kesucian narcisistik: upaya menyelamatkan diri sendiri dengan aneka bungkus kesucian yang diukur dengan aneka aturan agama, entah itu bentuknya rumusan atau tata cara ibadat.

Mereka mengejar kesucian demi kesucian itu sendiri (apa-apa saja mereka lakukan untuk mendapatkan status suci (Luk 11:42).

Kesucian seperti itu menjadi segala-galanya, tetapi tak diletakkan dalam dimensi sosial hidup mereka. Orang macam ini imun terhadap persoalan sosial karena yang terpenting baginya ialah kesalehan pribadi: yang penting aku merasakan kedamaian ilahi.

2. Orang menjadi antipati terhadap aturan yang disodorkan agama. Daripada waktu habis untuk urusan doa-ibadat, jauh lebih baik bekerja keras untuk membantu orang lain membangun dunia yang baik dan yang penting punya moral yang baik, tak perlu agama dan lain sejenisnya.

Tidak ada hubungan logis antara agama dan moralitas. Orang beragama (baik) tidak otomatis bermoral baik dan orang bermoral (baik) juga belum tentu beragama. Karena itu ada orang yang menganggap agama tidak penting

Tapi pentingnya agama memang tidak terletak pada soal moral. Karena itu, kalau kita mau memilih agama tertentu supaya moralitas kita baik, lupakanlah!

Agama tidak diciptakan untuk mengurusi tata ekonomi negara yang bebas korupsi atau tata hukum yang adil atau budaya yang manusiawi. Agama ada pertama-tama untuk menghubungkan manusia dengan Sang Pencipta.

Orang beriman seharusnya punya spiritualitas. Spiritualitas itu memancarkan apa yang kita imani, apa yang kita harapkan, dan apa yang kita kasihi.

Untuk memahaminya, mungkin bisa dibayangkan bumi yang di lapisan terdalamnya ada api pijar yang membara. Seperti struktur bumi, setiap orang memiliki pijar api energi dalam dirinya. Api ini terus menerus mencari perwujudannya dan bagaimana orang menyalurkannya, akan terlihat spiritualitas seseorang. Spiritualitas adalah penyaluran api dalam diri orang itu.

Api desire Suster Cristina tertangkap oleh orang lain. Ini indikasi bahwa rohnya sungguh hidup bergantung bagaimana ia punya keseimbangan dengan hidup doanya. Ini jauh lebih besar daripada pikiran naif bahwa kesucian dan kerohanian adalah pertama-tama soal berapa kali ke gereja, berapa lama berdoa, berapa banyak adorasi, dan semacamnya.

Kesucian bukanlah untuk diri sendiri. Seperti halnya rahmat diberikan untuk dibagikan, demikianlah kesucian hidup layak diperjuangkan dalam membangun komunitas kita.

Sekali lagi ini bukan soal seberapa sering kita beribadah dan menjalankan perintah-perintah agama, melainkan soal bagaimana kita menyalurkan iman, harapan dan kasih ke dalam kegiatan kita. Jadi kesucian bisa dilihat dari buahnya (Mat 7:17-21).

Orang-orang kudus zaman ini mungkin lebih banyak diperlukan bukan di dalam biara-biara atau komunitas-komunitas religius, melainkan di jalan-jalan atau lorong-lorong gelap.

“Jika saya menjadi orang kudus, pastilah saya terus menerus absen dari sorga untuk menjadi terang bagi orang-orang yang berada dalam kegelapan.” (Mother Teresa dari Kalkuta)

Jika orang menentukan dalam sehari tidur-makan-minum-mandi-sport-rekreasi 12 jam, perjalanan 4 jam, kerja 8 jam, tentu tak ada lagi waktu doa. Sebaliknya, kalau urusan makan dll tetap 12 jam, perjalanan 4 jam, tetapi orang mau menjalankan ibadat 2 jam, tentulah waktu kerjanya mesti dipotong 2 jam.

Ini seperti halnya dua keluarga yang tinggal bersebelahan. Dua keluarga penghuni dua rumah yang bersebelahan bisa jadi tak saling mengenal. Orang bisa berdoa setiap hari 2 jam, dan bekerja 8 jam, tetapi tidak menemukan hubungan di antara keduanya.

Orang suci adalah mereka yang menemukan dan menghidupi relasi dalam doa dan kerja. Maka dari itu, doa orang suci tidaklah mengurangi waktu kerja normalnya, melainkan memberi kualitas pada kerjanya. Sebaliknya, kerja orang suci tidak meniadakan doanya, tetapi justru menyempurnakan, mengutuhkan, mewujudkan doanya. Jadi, semboyan orang suci adalah ora et labora.

Seluruh kerja di dunia ini semata untuk kemuliaan Tuhan. Karena itu, kerja semaksimal mungkin dilakukan tidak dengan aneka perhitungan manusiawi tetapi dalam sikap rendah hati bahwa Allah juga bekerja. Kesadaran ini harus kita pelihara dalam doa persembahan harian untuk membuat sinkronisasi antara doa dan kerja.

Kesucian sejati terletak pada kesatuan yang sakral (kesucian) dan yang profan (duniawi) yang diakomodasi oleh hati orang yang diresapi oleh Sabda Allah sendiri untuk membangun dunia yang semakin layak dihuni bersama.

Marilah kita meneladani kesucian Bunda Maria, ibu Yesus. Kesuciannya terletak pada hidupnya yang selalu sejalan dengan kehendak Allah. Ia tetap perawan karena kesuciannya, bukan sebaliknya. Kita pun diundang untuk menjadi orang-orang suci di zaman ini.

(Sumber: Warta KPI TL No.136/VIII/2016 » Renungan KPI TL Tgl 26 Mei 2016, Romo Vincentius Raditya Kurniadi, SVD).

Aku berkata kepadamu:
Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar
dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,
sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
(Mat 5:20)

Ekstase

Ekstase adalah keadaan jiwa seseorang yang merasa 'ditempatkan di luar' (= existasis, bahasa Yunani) kesadarannya oleh sesuatu yang begitu mempesona, mengagumkan atau menggembirakan. Dalam keadaan itu, cara berpikir seseorang tidak biasa lagi. Ia merasa dipersatukan dengan penyebab ekstase itu.


Ekstase keagamaan adalah suatu pengalaman mistik yang mendalam. Santo Paulus merasa 'tiba-tiba diangkat ketingkat ketiga di sorga, entah dalam tubuh aki tidak tahu, entah di luar tubuh aku tidak tahu' (2 Kor 12:2). Paulus mengatakan'Aku hidup, tetapi bukan aku melainkan Kristus yang hidup di diriku.' (Gal 2:20).



Menurut Santo Agustinus, ekstase berlangsung hanya sesaat, cepat lewat, kebahagiaan bagaikan di sorga. Dalam keadaan ekstase. Orang dicekam oleh tatapan luar biasa tentang hal-hal ilahi yang datang secara tiba-tiba dan fungsi-fungsi badan hampir terhenti samasekali.



(Sumber: Warta KPI TL No.136/VIII/2016 » Ensiklopedi, A. Heuken SJ).

Mat 19:23-30

Sarapan Pagi 
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)



Penanggalan liturgi

Selasa, 21 Agustus 2018: Pw St. Pius X, Paus - Tahun B/II (Putih)
Bacaan:  Yeh 28:1-10; MT Ul 32:26-27ab, 27cd-28, 30, 35cd-36ab; Mat 19:23-30; Ruybs.

Selasa, 20 Agustus 2019: PW St. Bernadus, Abas dan Pujangga Gereja - Tahun C/I (Putih)
Bacaan: Hak 6:11-24a; Mzm 85:9, 11-12, 13-14; Mat 19:23-30; RUybs

Selasa, 16 Agustus 2016: Hari Biasa XX - Tahun C/II (Hijau)
Bacaan: Yeh 28:1-10; MT Ul 32:26-27ab, 27cd-28, 30, 35cd-36ab; Mat 19:23-30



Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Aku berkata kepadamu, (1) sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, (3) lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah."

Ketika murid-murid mendengar itu, sangat gemparlah mereka dan berkata: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?" Yesus memandang mereka dan berkata: "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin."

Lalu Petrus menjawab dan berkata kepada Yesus: "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?" Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel.

Dan (2) setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal."




Renungan


1. Perbuatan baik saja tidak dapat membeli sorga

(1) Masuk sorga itu berat syaratnya. Hanya seorang yang menjadi seperti anak kecil yang memiliki Kerajaan Sorga. Apa artinya? Seperti seorang anak kecil yang tidak punya apa-apa untuk diandalkan melainkan sepenuhnya bergantung pada kasih sayang orangtua atau orang dewasa lain, demikianlah orang yang ingin masuk sorga harus sepenuhnya bergantung pada kemurahan Allah saja.

Perbuatan baik dan kekayaan bisa membuat orang memiliki keyakinan diri yang kuat, rasa terhormat. Sampai di situ tidak salah. Tetapi bila kebaikan dan kekayaan dijadikan modal untuk menuntut hak masuk sorga, jelas salah besar!

Ketika Tuhan menuntut orang muda yang kaya itu untuk memberikan semua hartanya kepada orang miskin (Mat 19:21), tidak berarti bahwa sorga dapat dibeli dengan perbuatan baik . Tidak juga berarti bahwa sorga hanya untuk orang miskin. Perintah itu bertujuan menyadarkan dan melepaskan orang itu dari keterikatannya akan harta.

(2) Jika untuk mengikut Yesus dan masuk sorga orang harus kehilangan segala sesuatu, bukankah itu berarti rugi besar? Tidak! Sebaliknya, orang yang menerima karunia hidup kekal dari Tuhan Yesus akan mengalami berkat-berkat dunia ini dalam perspektif dan nilai yang kekal. Jadi, tuntutan Injil sedemikian berat karena Tuhan ingin memberi kita harta dan kebahagiaan sejati di dalam Dia saja.




2. Lobang jarum

(3) Kota Yerusalem tua dikelilingi oleh tembok-tembok. Pada malam hari semua gerbang di kota Yerusalem ditutup dengan alasan keamanan. Jika ada pedagang-pedagang dengan unta-unta yang memanggul bahan dagangan datang pada tengah malam maka mereka akan memasuki sebuah pintu yang kecil dan sempit yang dinamakan lobang jarum.

Karena pintu itu kecil dan sempit maka unta-unta itu harus sedikit menunduk bahkan barang dagangan yang dipanggulnya, walaupun berharga sekalipun harus diturunkan.

Kata "kaya" dalam perikop ini berasal dari bahasa Ibrani yang artinya "melekat". Jika demikian "orang kaya" berarti "orang yang melekat". Kelekatan bisa terjadi pada semua orang dari lapisan sosial manapun. Karena itu teguran Yesus ini berlaku untuk kita semua.

Ada orang yang melekat pada kelemahan dirinya, luka batin, barang, status, bahkan pada seseorang. Kelekatan-kelekatan itu akan mengakibatkan kita menjadi tinggi hati, sok kaya, sok pandai di hadapan sesama bahkan di hadapan Tuhan.

Hari ini Tuhan menegur kita semua yang mempunyai kelekatan-kelekatan yang mengakibatkan kita menjadi 'sok' sebagaimana ada tertulis, "... karena itu engkau menjadi sombong. ... Aku membawa orang asing melawan engkau ... Melawan hikmatmu yang terpuja; semarakmu dinajiskan ...


Segala sesuatu harus ditinggalkan dan dilepaskan.Semua keinginan harus ditanggalkankarena keinginan-keinginan itu menghambat manusia dalam perjalanannya kepada Allah (St. Yohanes dari salib).

Dengan pertolongan Tuhan kita bisa melepas kelekatan-kelekatan kita. Seperti seekor unta yang masuk ke Yerusalem di malam hari, kita juga harus melepas kelekatan-kelekatan kita agar dapat berjumpa dengan Allah di Yerusalem sorgawi.



3. Bahaya kelekatan pada harta duniawi

Menurut Yesus, kita perlu menghindari bahkan menjauhi kelekatan-kelekatan pada hal-hal duniawi. Ketika kita begitu melekat pada hal-hal duniawi, kita tidak akan mampu berpikir yang lain selain harta itu sendiri. Bahkan keselamatan jiwa kita pun tidak kita pikirkan.

Harta kekayaan adalah anugerah dan berkat dari Tuhan bukan untuk kita jadikan "tuhan" atas kehidupan kita. Harta kekayaan adalah berkat yang Tuhan berikan kepada kita untuk mempermudah kita masuk dalam Kerajaan Sorga, yakni ketika kita mau berbagi berkat itu dengan sesama kita terutama mereka yang sangat membutuhkan. Oleh karena itu Yesus meminta kita untuk menjauhi bahaya kelekatan pada harta duniawi.

Spiritualitas damai





Apa sebenarnya yang kita cari dalam hidup ini? Kekuasaan, jabatan, uang, pengaruh, ketenaran, hidup enak atau... apa lagi? Ternyata setiap orang merindukan kedamaian batin, kasih sayang yang tulus, dan kebahagian sejati


Kedamaian hati tidak mengalir dari perasaan yang serba nyaman dan enak (tanpa soal, tanpa konflik, tanpa masalah dan tanpa keributan). 



Misalnya: karena badan yang sehat atau terpenuhinya berbagai kebutuhan hidup sehari-hari. Melainkan kedamaian batin yang merupakan sukacita yang mengalir dari Allah sendiri (Yoh 14:27; 2 Kor 1:3-4); merupakan buah karya Roh Kudus sebagai daya kekuatan Allah yang bekerja di dalam diri kita; yang bersumber pada sikap hati dan tindakan kita yang lepas bebas. Sikap yang mau menyerahkan diri kita secara total kepada Tuhan, memberikan ruang gerak yang sebebas-bebasnya dan seluas-luasnya kepada Tuhan di dalam hati dan diri kita.



Damai yang diberikan oleh dunia hanyalah damai yang bersifat sementara, damai yang mudah hilang lagi. Karena lebih merupakan hasil usaha atau prestasi sendiri dan sukanya menciptakan korban pada sesama

Saat memasuki masa pacaran, pasangan tampil anggun, menyenangkan dan menarik. Saat kedatangan anak yang pertama lalu kedua membahagiakan pasangan keluarga muda. 

Akan tetapi ketika uang gaji mereka berdua tidak cukup, terasa betapa tidak mudahnya hidup berkeluarga. Masalah demi masalah timbul bertubi-tubi, entah hubungan dengan keluarga besar, dengan anak dan pasangan hidup, dengan penyakit, dengan masyrakat sekitarnya dst - kini terasa menyebalkan dan membosankan.

Saat memasuki masa postulat, novisiat, hati seorang frater, bruder atau suster sangatlah berkobar dan penuh semangat. Bayangan hidup suci, berjalan kayak malaikat sorgawi, memenuhi kalbunya setiap hari. 

Namun, saat sudah menjadi imam, bruder dan suster yang sudah profes ... muncullah litani serba salah.

Demikianlah hari-hari yang harus kita jalani. Perasaan bahagia bergantian timbul tenggelam dengan perasaan sedih, kecewa dan jengkel. Entah apa pun status dan profesi kita, kedamaian hati tidak serta merta datang.

Ciri-ciri orang yang mengalami damai dalam hidupnya
- Menghadapinya dengan tenang dan sederhana. 
- Tidak menggunakan macam-macam cara untuk membela diri, apalagi ganti menyerang mereka yang menuduh. 
- Menyerahkan diri seutuhnya pada Allah dengan kedamaian, sehingga ia menemukan kekuatan untuk dapat mengampuni orang yang menuduhnya, bahkan akhirnya berdamai dengannya, mempertobatkannya dan menghiburnya. 

Orang-orang yang bertobat secara mendadak atau melalui peristiwa besar harus mengalami proses pemurnian (kadang menyakitkan dan masanya panjang, berlangsung seumur hidup); agar siap menerima karunia kedamaian. Doa menjadi kekuatan dan kunci utama untuk masuk ke dalam kedamaian batin bersama Tuhan.

Marilah kita belajar dari Paulus (Kis 9:1-2; 1 Tim 1:12-17)

Paulus sebelum bertobat meyakini bahwa jalan kedamaian dan kebahagian hidup terletak pada jalan hidup yang memegang dan melaksanakan hukum Taurat secara konsekuen - secara halus dan tidak disadari dia melakukan dosa besar dengan menempatkan segala usaha ketekunan dan ketelitiannya dalam menempati hukum Taurat sebagai jaminan keselamatan Tuhan. 

Saat menyaksikan sekelompok orang Yahudi yang menjadi pengikut Yesus Kristus memiliki cara hidup dan keyakinan yang berbeda, Saulus berkobar-kobar hatinya untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan 

» dia mengira dengan melenyapkan orang-orang Kristen dan pahamnya, kebenaran akan bisa ditegakkan dan damai akan bertumbuh (damai yang semu).

Sesudah bertobat, Paulus menyadari bahwa Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa; semua itu dia lakukan tanpa pengetahuan/di luar iman (1 Tim 1:12-16).

Pengenalan akan Kristus menjadi kunci utama seluruh perubahan hidup Saulus menjadi Paulus (Gal 1:15-16; 1 Kor 15:8-9; Flp 3:8) – memiliki cara pandang baru; rela melepaskan dan mengosongkan apa pun yang dianggap berharga selama ini demi dan karena Tuhan Yesus Kristus (Gal 2:19-20).

Paulus harus pulang ke Tarsus, karena dianggap oleh jemaat Yerusalem sebagai orang yang menimbulkan persoalan dengan tokoh-tokoh Yahudi. 

Dia mengalami hidup penuh kesepian yang panjang (Kis 9:29-31; 26:16-17). Tentunya saat itu dia banyak refleksi hidupnya (pewartaannya berkobar-kobar namun dengan perspektif jangka pendek; pewartaan Injil hanyalah karya Tuhan, dia hanya pelayan/kawan sekerja Allah – 1 Kor 3:5-7), banyak membaca Kitab Suci dan terus berdoa. 

Itulah masa sepuluh tahun sesudah pertobatannya, merupakan masa-masa gelap, tidak enak, penuh tantangan dan pergulatan, keraguan dan pertanyaan – merupakan masa pemurnian agar kembali ke makna pokok panggilan dan perutusannya.

Setelah ditempa oleh berbagai cobaan, penderitaan dan kesulitan yang luar biasa, Paulus menjadi seorang pribadi yang istimewa dalam kehidupan iman/rohaninya. Dia memancarkan kedamaian batin yang unggul, kaya dan mendalam sehingga mengalami transfigurasi Tuhan Yesus Kristus sendiri (2 Kor 3:18): 

1. Adanya sukacita batin dan kedamaian yang besar (2 Kor 7:4). 

2. Adanya kemampuan untuk bersyukur (1 Kor 1:4; Flp 1:3). 

3. Adanya sikap pujian (Ef 1:3). 

4. Kemampuan untuk setiap kali memulai lagi tanpa kenal lelah. 

5. Berani tampil dan mengambil sikap yang terkadang berlawanan dengan keyakinan umum (Bdk. Gal 2:5, 13).

(Sumber: (Sumber: Warta KPI TL No. 56/XII/2008 » Spiritualitas Damai, E. Martasudjita, Pr.)

Minggu, 14 Agustus 2016

Mujizat melalui Bunda Maria

Adik saya mendapat kabar dari anaknya yang di Jakarta, bahwa istrinya menderita paru-paru basah. Ketika dokter hendak menyedot air yang ada di paru-paru, ternyata bukan air yang didapatkan tetapi nanah, tidak bisa ditarik karena sudah mengering

Ketika saya diberi kabar itu, saya selalu mendukung dalam doa di Surabaya. Ternyata Roh Kudus memimpin saya untuk memberitahu adik saya, supaya dia datang pada Bunda Maria. 



Pesan saya: “Jangan tanya apa pun pada saya, apalagi tanya pada orang-orang pintar. Karena penyembuhan ini hanya Tuhan Yesuslah yang dapat melakukannya. Peganglah kaki Bunda Maria yang sudah menginjak iblis dan percayalah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan dan menolak siapa pun yang datang kepada Dia melalui Bunda Maria. Bunda Maria selalu mengulurkan tangannya untuk membantu segala kesulitan. 

Semua persoalanmu pun akan diinjak-injaknya. Berdoalah dengan tekun memohon kesembuhan menantumu dan ucapkan juga “Bunda Maria tolong sampaikan doaku kepada Yesus putramu yang tak pernah menolak permohonanmu.”

Karena rumah adik saya rumahnya dekat HKY, maka dia datang ke sana dan melakukan sesuai pesan saya. 

Inilah yang terjadi pada saat dia berdoa di sana.

Pada saat selesai berdoa dia terlempar ke belakang, dia melihat patung Bunda Maria menoleh ke atas dan matanya mengeluarkan sinar. Adik saya menangis dan berkata: “Aku orang berdosa, Engkau telah mengabulkan doaku.”

Meskipun adik saya orangnya suam-suam kuku, imannya Na-Pas (Natal dan Paskah saja ke gereja), tetapi di bulan Rosario ini Tuhan memberikan kesembuhan yang ajaib pada menantunya.

(Sumber: Warta KPI TL No. 55/XI/2008).

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir (Pkh 3:11).

Maria teladan orang beriman

Gereja memberikan tempat yang istimewa yaitu bulan Mei dan Oktober di mana kita diajak untuk menghormati Bunda Maria.


Tetapi melihat kenyataannya di tengah-tengah gereja ada dua sikap ekstrim (kecenderungan buruk) terhadap Maria:


1. Penolakan terhadap Bunda Maria.

Pada awal mula terjadinya perpecahan Gereja Katolik dan Gereja Protestan; para reformator yang pertama seperti Martin Luther dkk. mereka sangat menghormati Bunda Maria sebagai Bunda Allah, Maria tetap perawan, kesucian Maria yang dikandung tanpa noda. Tetapi sejalannya waktu, mereka akhirnya menolak Bunda Maria. 

2. Devosi yang tidak sehat (lih warta No. 54/X/2008 – Doa dalam kehidupan Kristen). Gereja tidak pernah mengajarkan umatnya menyembah Bunda Maria dan para kudus, tetapi kita hanya menghormati mereka. Karena yang patut disembah hanya Allah Tritunggal Mahakudus (Bapa, Putra dan Roh Kudus). 

Ada seorang anak ingin sekali melihat karnaval tujuh belasan di depan rumahnya. Tetapi ayahnya belum datang. Jadi ia hanya bisa mengintip dari lubang kunci yang kecil itu. Melalui lubang kunci itu ia melihat ada yang menarik. Tetapi tiba-tiba kelihatan ada yang menyeramkan. Tak berapa lama kemudian ayahnya datang. Ia diajak ke lantai II dan digendong. Ketika ia melihat keseluruhan karnaval itu, ternyata dari atas, yang menyeramkan itu kelihatan biasa-biasa saja. 

Demikian juga dengan orang yang hidup dalam iman, kita seringkali melihat terbatas seperti melihat dalam lubang kunci tadi. Dalam hidup beriman, banyak hal yang tidak bisa dimengerti.

Marilah kita meneladani Bunda Maria dalam menanggapi kabar gembira (Luk 1:26-45)

Maria menerima kabar gembira dari malaikat Gabriel dan berkata: “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu.” (Luk 1:28-38).

» Maria tahu konsekuensinya. Maria menghayati hidup dalam iman, harapan dan kasih itu, walau pun di tengah segala penderitaan. Karena dia tahu penderitaan/salib tidak akan pernah lepas dari kehidupannya sebagai manusia:

Hukum Yahudi, hamil sebelum bersuami (Luk 1:34) akan dirajam dengan batu sampai mati. Tetapi karena imannya, dia percaya pada Tuhan walau pun tidak mengerti.

Maria hamil tua harus sensus penduduk ke Betlehem naik keledai (Luk 2:4-5).

Setelah Yesus lahir, harus lari ke Mesir. Karena akan dibunuh oleh Herodes (Mat 2:13-15).

Yesus terkenal melayani di mana-mana dan mengadakan tanda-tanda mukjizat dengan kuasa Roh Kudus. Tetapi ditangkap, diadili dan disalib. 

Untuk meneguhkan kabar gembira itu, malaikat juga menunjukkan bahwa saudarinya Elisabet juga mengandung, meskipun dia lanjut usianya dan mandul (Luk 1:31, 36) – suatu pekerjaan Tuhan.

» Untuk meneguhkan apa yang dikatakan malaikat itu, Maria berangkat dan langsung berjalan mengunjungi Elisabet.

Ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh Roh Kudus (Luk 1:41).

» Secara manusiawi Elisabet sama sekali tidak tahu keadaan Maria, yang saat itu sedang mengandung dari Roh Kudus.

Lalu berseru dengan suara nyaring: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku...” (Luk 1:42-43) 

» sesungguhnya yang memuji dan memberikan satu gelar adalah Roh Kudus melalui mulut Elisabet.

Atas dasar inilah Gereja meneguhkan Maria sebagai Bunda Allah (Konsili Efesus) dan atas dasar inilah orang Katolik juga menghormati Maria.

Kalau Roh Kudus begitu menghormati Maria. Siapa kita ini boleh menghina/menghujat Maria. 

· ... berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.” (Luk 1:45) 

» Sesungguhnya Maria sama seperti kita. Meskipun kita tidak bisa mengerti dengan otak, tetapi kita dipanggil untuk berusaha menghayati hidup dalam iman. 

(Sumber: Warta KPI TL No. 55/XI/2008 » Renungan KPI TL 23 Oktober 2008, Bapak S.A. Effendy T.)

Kristus - Satu-satunya Sabda Kitab Suci



Untuk mewahyukan Diri kepada manusiaAllah berbicara dalam kebaikan-Nya kepada manusia dengan bahasa manusiawi: "Sabda Allah yang diungkapkan dengan bahasa manusia, telah menyerupai pembicaraan manusiawi, seperti dahulu Sabda Bapa yang kekal, dengan mengenakan daging kelemahan manusiawi, telah menjadi serupa dengan manusia (DV 13). 

Melalui kata-kata Kitab SuciAllah hanya mengatakan satu kata: Sabda-Nya yang tunggal, dan di dalam Dia, Ia mengungkapkan Diri seutuhnya (Ibr 1:1-3):

“Sabda Allah yang satu dan sama berada dalam semua Kitab, Sabda Allah yang satu dan sama bergaung dalam mulut semua penulis Kitab yang suci. Dan karena sejak awal Ia adalah Allah pada Allah, Ia tidak membutuhkan suku-suku kata, karena Ia tidak bergantung pada waktu” (Agustinus, Psal. 103, 4, 1).

Dari sebab itu Gereja menghormati Kitab-Kitab Suci sama seperti Tubuh Kristus sendiri. Gereja tak putus-putusnya menyajikan kepada umat beriman roti kehidupan yang Gereja terima baik dari meja Sabda Allah, maupun dari meja Tubuh Kristus (DV 21).

Di dalam Kitab SuciGereja selalu mendapatkan makanannya dan kekuatannya (DV 24) karena di dalamnya ia tidak hanya menerima kata-kata manusiawi, tetapi apa yang sebenarnya Kitab Suci itu: Sabda Allah (1 Tes 2:13). “Karena di dalam kitab-kitab suci Bapa yang ada di sorga penuh cinta kasih menjumpai para putera-Nyadan berwawancara dengan mereka” (DV 21)

(Sumber: KGK No. 101-104).

Sabtu, 13 Agustus 2016

Santa Maria Magdalena de Pazzi



Pagi itu mentari bersinar cerah menghangatkan rumputan hijau yang terhampat di taman sebuah villa di Italia. Akan tetapi, rupanya kehangatan itu masih kalah dengan kehangatan mentari sejati yang menghangatkan taman hati seorang anak kecil berusia dua belas tahun.



Dipenuhi dengan kasih Allah yang berlimpah-limpah dalam hatinya, anak perempuan kecil itu akhirnya mengalami suatu ekstase, hal yang jarang dialami oleh seorang anak seumurnya.

Namanya adalah Caterina de Pazzi, lahir pada tahun 1566 dan meninggal pada tahun 1607. Di dalam taman jiwa-jiwa yang mencintai Allah, ia tumbuh bak sekuntum bunga yang mekar demi kemuliaan Allah, dengan mengabdikan hidupnya dalam Biara Karmel di kota kelahirannya, nama biaranya adalah Maria Magdalena de Pazzi, dan demikianlah ia dikenal kemudian hari sebagai sekuntum bunga manis, dari Firenze, Italia

Sejak usia sepuluh tahun ia sudah mempersembahkan hidupnya kepada Allah. Kemudian dalam usia yang sangat muda, yaitu 16 tahun, ia masuk ke Biara Karmel. Hidupnya ditandai dengan kesucian yang besar, penyangkalan diri, dah hidup doa yang mendalam. Ia mengalami  ekstase beberapa kali dalam hidupnya, mendapatkan visiun perjalanan sengsara Yesus, juga menerima stigmata dalam jiwanya.

Pada tanggal 3 Mei 1592, Magdalena merasakan cintakasih Allah yang besar berlimpah-limpah memenuhi hatinya. Hal ini membuatnya berlari-lari dan membunyikan lonceng di biaranya seraya berseru nyaring kepada jiwa-jiwa, "Cintailah Sang Cinta!"

Cintakasih yang luar biasa kepada Allah itu demikian berkobar-kobar dalam hatinya sehingga membuatnya memohon agar dapat menderita sebanyak-banyaknya bagi Allah yang dikasihinya.

Hal itu dikabulkan Tuhan beberapa tahun kemudian. Selama tiga tahun tanpa henti ia mengalami penderitaan lahir dan batin yang belum pernah dideritanya seumur hidupnya. Penderitaan ini mencapai puncaknya pada tanggal 25 Mei 1607. Setelah berjuang dalam penderitaan sakit pada tubuhnya selama sekitar enam jam, Magdalena pun akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.

Magdalena senantiasa mengarahkan pandangannya ke sorga. Hal ini menghantar jiwanya ke dalam lembah ilahi yang penuh dengan pengalaman akan Allah Tritunggal Mahakudus. Pengalaman Ilahi yang dialami Magdalena ini begitu konkret mewarnai hari-harinya.

Kehidupan Trinitas yang dialaminya itu tidak tertutup bagi dirinya saja, namun terpancar keluar kepada sesamanya. Hal ini sebagaimana cintakasih Allah Tritunggal Mahakudus sendiri yang senantiasa mengalir dari kepenuhan-Nya, sehingga terciptalah manusia dan alam semesta. Dengan cinta inilah Magdalena memainkan nada-nada kehidupannya.

Magdalena menggambarkan bahwa Allah Bapa menghembuskan nafasnya di setiap makhluk ciptaan seraya merindukan keselamatan mereka. Allah Putera menarik nafas di dalam mereka agar mereka semua berkenan di hati Allah Bapa, dan Allah Roh Kudus pun bernafas di dalam setiap ciptaan itu untuk menuntun mereka di jalan sempit kebajikan demi tercapainya kesempurnaan.

Pada hakekatnya Allah adalah kasih. Setiap ciptaan merupakan luapan dari kasih Allah yang berlimpah ruah ini. Akan tetapi, karena dosa dan kehendak bebasnya, manusia kehilangan sebagian kemampuannya untuk menerima segala rahmat dan karunia Allah secara utuh.

Untuk itulah Sang Sabda berinkarnasi menjadi manusia untuk menjadi sumber atas segala rahmat bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya.

Magdalena menegaskan bahwa sesungguhnya sekali pun manusia tidak berdosa, Yesus tetap datang ke dunia ini. Motivasi utama kedatangan Yesus ke dunia ini adalah kasih-Nya yang besar kepada umat-Nya.

Cintakasih-Nya yang besar kepada kita itulah yang telah membuat-Nya menyeberangi jurang dalam yang ada antara manusia dan Allah, bagaikan pemuda yang jatuh cinta (lupa daratan) meninggalkan segala kemuliaan-Nya.

Sang Sabda yang adalah Allah menebus dosa manusia dengan segala kemanusiaan-Nya lewat sengsara dan wafat-Nya di kayu salib. Oleh karena itu, tak ada manusia pun yang dapat selamat jika tidak melalui-Nya. Dialah jalan yang menghantar jiwa-jiwa kepada keabadian, kepada keselamatan kekal.

Magdalena selalu menghidupkan kembali peristiwa inkarnasi dari Sang Sabda dan perjalanan sengsara-Nya dalam ziarah kehidupannya. Kehidupan Yesus Kristus dan kisah sengsara-Nya selama di muka bumi, tidak lagi tinggal menjadi cerita sejarah, namun dihayati dengan kesungguhan oleh Magdalena sehingga seolah-olah hidup kembali dalam dirinya.

Sampai selamanya ciptaan tidak dapat berubah menjadi Sang Pencipta. Oleh sebab itu, Sang Penciptalah yang menjelma menjadi seperti ciptaan dalam peristiwa inkarnasi Sang Sabda. Kemanusiaan Sang Sabda ini menjadi tangga yang menghubungkan dunia dengan sorga, perahu yang menghantar jiwa-jiwa ke pelabuhan abadi.

Spiritualitas Magdalena ini terpusat kepada Kristus, yang dengan darah-Nya yang tercurah telah menciptakan manusia-manusia baru yang diperanakkan bukan oleh daging melainkan oleh Roh. Magdalena memeditasikan curahan Darah Kristus yang mengalir dari luka-luka-Nya membasuh dosa-dosa manusia dan menjadikan manusia itu baru.

Jiwa yang membiarkan dirinya dialiri oleh Darah Kristus akan diubah semakin hari semakin serupa dengan Kristus hingga tercapailah persatuan dengan Allah karena Darah Kristus yang tertumpah.

Yesus datang ke dunia karena cinta. Oleh karena itu, tak ada yang lebih ditekankan oleh Magdalena selain cintakasih. Manusia diciptakan oleh Kasih, ditebus oleh kasih dan hanya dengan Kasih pulalah manusia dapat sampai ke rumah Bapa.

Cintakasih yang sejati kepada Tuhan akan terpancar kepada sesama, dan terungkap lewat kecintaannya terhadap Ekaristi, sebab Ekaristi adalah Sakramen Cintakasih yang menghadirkan kasih Allah secara nyata di dunia ini di masa selarang.

Persatuan dengan Allah adalah sumber kebahagiaan manusia. Dan ini juga merupakan kerinduan Tuhan sendiri, yang seolah tak tahan melihat siapa pun yang tak serupa dengan diri-Nya.

Oleh karena itu, perjalanan menuju persatuan ini mengandung permurnian, asimilasi (proses untuk semakin hari semakin serupa dengan Kristus), dan di atas segalanya adalah kasih dan kerendahan hati. Semua ini akan membimbing jiwa mampu untuk tidak menginginkan apa pun, tidak melakukan apa pun, tidak mendengarkan apa pun namun mengerti banyak.

Campur tangan Allah dalam jiwa yang menuntut kasih dan kerendahan hati ini seringkali memang menyakitkan. Hal ini terjadi karena Roh Kudus yang berkarya dalam jiwa hendak memurnikan jiwa yang kusam dan menerangi jiwa yang suram.

Jika jiwa ingin menjadi serupa dengan Kristus untuk mencapai persatuan cintakasih dengan-Nya, jiwa harus menerima karya Roh Kudus yang seringkali menyakitkan itu dengan rendah hati dan pasrah.

"Tetap bekerja" bagi Magdalena berarti menanggalkan diri sendiri sepenuhnya mati bagi Allah serta membiarkan Allah sepenuhnya yang hidup dan bekerja di dalam dia.

Jiwa yang sudah mencapai persatuan transforman dengan Allah akan mengalami kedamaian di kedalaman jiwanya, sekalipun mungkin masih ada perjuangan-perjuangan di permukaannya.

Allah hidup secara nyata dalam jiwa dan tak dapat dipisahkan lagi antara jiwa dengan Allah. Bagi Magdalena, kehidupan rohani bagaikan sebuah lingkaran kasih, yang dimulai dari Allah dan berakhir pada Allah.

Lebih jauh, jiwa harus senantiasa berpasrah kepada Yesus dan berjalan dalam kasih agar dapat mencapai keintiman dengan Allah dan mendapatkan kepenuhan ilahi-Nya. Mereka yang setia melakukan kebajikan ini akan berkembang dalam cintakasih kepada Allah dan sesama. Hidup mereka menjadi perpanjangan misteri inkarnasi Kristus dan karya penebusan-Nya di dunia ini.

Semua ini dilakukan dengan kerelaan melepaskan kemuliaan diri sendiri. Merelakan kehendak pribadi, cita-cita pribadi, hasrat-hasrat pribadi, semuanya diletakkan di dalam kehendak Allah.

Dalamn perjalanan menuju persatuan cintakasih dengan Allah, memang akan selalu ada perjuangan antara roh dan daging, antara cinta kepada diri sendiri dan kepada Tuhan. Akan tetapi, perjuangan antara cinta diri dan cinta kepada Allah ini akan melahirkan kerendahan hati yang dapat mengatasi setiap kesombongan.

Sesungguhnya, kesombongan merupakan hambatan utama yang merintangi persatuan antara jiwa dengan Allah; bahkan juga relasi dengan sesama akan rusak karenanya. Selain kasih, tidak ada kebajikan yang lebih ditekankan oleh Magdalena selain kerendahan hati. Kerendahan hati adalah ibu dari kasih, dan gerbang dari segala rahmat.

Lebih jauh, sang mistika karmelites ini mengatakan bahwa proses permurnian terdapat di dalam penghampaan diri yang melepaskan secara total segala afeksi pribadinya. Hanya kehendak Allah saja kini yang menguasai hatinya dan segala kobaran hatinya terarah kepada Allah semata. keadaan ini akhirnya membuat rindu agar semua orang mengenal Allah dan menikmati kasih-Nya.

Dari hari ke hari Magdalena berusaha untuk tidak berada di bawah pengaruh emosi dan afeksi pribadinya yang dapat memancingnya kepada kemarahan dan kesedihan. bahkan ia juga menghindar untuk tidak menikmati segala sesuatu yang diterima oleh indra-indra jasmani maupun rohaninya, agar tidak jatuh dalam kelekatan-kekekatan.

Sang Santa juga mempunyai devosi yang kuat kepada Bunda Maria. "Maria yang dikandung tanpa noda dosa adalah manusia terkudus yang pernah ada dan akan tetap yang terkudus hingga akhir zaman," demikian katanya. Magdalena menghayati Bunda Maria sebagai ibunya dan mengantara segala rahmat.
Ke dalam mantol perlindungan Bunda Maria Karmel, Magdalena melemparkan dirinya untuk digendong dan dihantar menuju rumah Bapa, sorga nan abadi. Di sanalah ia dapat memandang Allah - kekasih jiwanya - dari muka ke muka tanpa tirai apa pun yang menghalanginya.

(Sumber:: Warta KPI TL No.136/VIII/2016 » Santa Maria Magdalena de Pazzi, Vacare Deo Edisi Mei-Juni/Tahun VI/2004).