Ajaran rohani ini diberikan St. Bernadus dari Clairvaux, seorang abas
biara sistersian yang termasyur, memiliki hati yang lemah lembut dan penuh kasih.
Atas permintaan seorang
rahibnya, St. Bernadus menguraikan kebajikan
kerendahan hati dan dosa
kesombongan.
Tahap-tahap kesombongan :
I.Penghargaan yang kurang terhadap
saudara-saudara/memandang remeh saudara-saudara yang lain
1. Rasa ingin tahu
Orang seperti ini tidak lagi
memeriksa batin-nya, tetapi sebaliknya mulai memeriksa orang lain. Seringkali membiarkan panca indranya untuk
melihat dan mendengar apa saja; lalu timbul suatu pembelaan diri:
“Mengapa tidak boleh melihat, bukankah Tuhan telah memberikan mata untuk
melihat:”
Pandangan itu bukanlah dosa,
tetapi dosa mengintip
dibelakangnya. Maka jika ada godaan-godaan kita harus hentikan segera
dan tidak berdialog dengan godaan tersebut.
Kita tahu kelihaian
setan yang tahu
kelemahan manusia dimana ia tidak menggoda secara
langsung tetapi perlahan-lahan, sedikit demi sedikit hingga
jatuh ke dalam dosa.
Contoh : Hawa mulai memandang buah
pengetahuan itu, setan mulai menggoda
dengan licik dan berkata: “Tentulah
Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya,
bukan?” (Kej 3:1). Maka setan telah memberikan buah
terlarang kepada Hawa dan mengambil
kehidupan dalam diri Hawa (firdaus).
2. Pikiran dan sikap yang sembrono
Tidak memperhatikan dirinya
sendiri, melainkan ingin tahu tentang orang lain (pikirannya
tidak terarah kepada Allah yang hadir dalam dirinya, perhatiannya
tercerai-berai keluar).
Mudah iri hati/dengki/meremehkan orang lain yang dianggap rendah
darinya/sering menghakimi/kadang-kadang
menunjukkan kesedihan atas kesalahan-kesalahannya,
tetapi pada saat lain berbangga-bangga
seperti anak kecil akan kehebatannya/bersedih hati, kalau melihat orang
lain lebih baik daripada dia (ini menunjukkan pribadinya yang tidak seimbang).
3. Suka bersenang-senang
Perhatiannya hanya terarah
bagaimana supaya ia bisa tampak lebih baik daripada orang lain (melihat kebaikan pada orang lain, ia
tidak senang; tidak segan-segan menghancurkan orang lain yang mulai
bertumbuh).
Seperti pelawak yang hanya
memperhatikan penampilannya saja, tidak pernah mengingat-ingat sesuatu yang
merendahkan dia dan karena itu tidak pernah memikirkan kegagalan/apapun (hanya mengarahkan pandangannya kepada
jasa-jasanya sendiri dan senang
membicarakan dirinya sendiri).
Inilah gambaran orang yang mengisi
pikirannya dengan sesuatu yang kosong dan murahan.
4. Suka membual
Jika orang ini mempunyai
kesempatan untuk berbicara, ia akan mengungkapkan
ide-ide dan gagasan-gagasannya supaya pada akhirnya orang tahu
ia hebat, ia melakukan untuk mendapatkan pujian (kalau tidak ia
akan stress--menyalurkan sesuatu dalam dirinya/menyalurkan betapa hebatnya dia
itu).
Orang seperti ini suka melontarkan pertanyaan-pertanyaan dan
dijawab sendiri, tidak peduli
dan tidak berminat untuk menambah pengetahuan orang lain,
kalau orang lain berbicara suka
dipotongnya untuk mendengarkan dia dan ia senang memberikan nasehat-nasehat.
5. Suka berbuat aneh-aneh
Orang ini membanggakan diri, seolah-olah ia
lebih baik dari orang lain dan ingin melakukan sesuatu yang tidak
dapat dilakukan orang lain, agar tampak kelebihannya bahwa ia
lebih “superior”.
Contoh: Perumpamaan orang Farisi dan pemungut cukai.
Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: “Ya Allah, aku
mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti orang lain, bukan
perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut
cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan perpuluhan dari
segala penghasilanku” (Luk 18:10-12).
Orang-orang seperti ini senang melakukan devosi-devosi pribadi agar
kelihatan kesalehannya, tetapi
dia malas beribadat bersama.
6. Suka menerima sanjungan
Ingin dipuji dan disanjung,
jika dipuji ditelannya bulat-bulat (merupakan sanjungan kosong/sebagai racun). Suka memuji pekerjaannya sendiri
dan tidak memperhatikan motivasinya (lebih percaya pandangannya sendiri
daripada orang lain—walaupun suara hatinya menuduh dia, dia akan mengabaikan
suara hatinya).
Bagi orang rendah hati
sanjungan itu tidak ada artinya.
II. Meremehkan kewibawaan
1. Kecandangan/presumsi
Bila seseorang mengira bahwa dia itu lebih baik
daripada orang lain, maka ia akan berusaha untuk tampil ke depan umum
agar selalu menjadi yang nomer satu dalam pertemuan maupun diskusi.
Kalau ada persoalan/diskusi yang sudah
selesai
ia selalu mengungkit-ungkit lagi dan membahas hal-hal yang sudah selesai.
Karena ia mengira tidak ada sesuatu yang baik, semuanya dicela/hal apapun
selalu dikritiknya.
Kalau diberi tugas yang tidak begitu
penting,
maka dia akan marah-marah dan memberontak. Suka mengambil tugas-tugas yang melampaui kekuatannya,
sehingga akhirnya melakukan kesalahan-kesalahan. Umumnya tidak mau mengakui
kesalahan/tidak mau ditegur.
2. Pembelaan/pembenaran diri
Banyak sekali cara-cara untuk melakukan pembelaan diri yang
sebenarnya pembelaan
terhadap dosa. Bila melakukan
kesalahan besar, akan memberikan alasan bahwa ia tidak
bermaksud melakukan kesalahan itu.
3. Pengakuan yang tidak jujur
Orang melakukan pengakuan pura-pura supaya
dilihat rendah hati, tetapi sebenarnya menunjukkan
kesombongan yang lebih besar (memakai
topeng kerendahan hati, supaya
tidak diketahui orang lain).
Pengakuan ini lebih berbahaya
daripada membela kesalahan dengan keras kepala. Orang seperti ini tidak berusaha membela kesalahannya, tetapi
justru melebih-lebihkan kesalahannya.
Kemudian ia mengakukan kejahatan seolah-olah
kesalahan yang dilakukannya tersebut tidak dapat diampuni, sehingga orang yang menegurnya menjadi
bingung karena timbul suatu pertanyaan, “Benarkah ia melakukan
kesalahan itu, mungkinkah tuduhan itu keliru.”
4.Pemberontakan
Hanya rahmat Tuhan yang
besar saja, dapat memberikan orang ini kemampuan untuk menerima hukuman dengan
tenang.
Kalau sebelumnya ia memperlakukan
saudara-saudaranya dengan kesopanan yang pura-pura, sekarang ia terang-terangan
menyatakan ketidaktaatan dengan meremehkan wibawa pimpinan.
Orang yang mencintai Allah harus
sungguh taat dan segenap hati patuh kepada pimpinannya.
III. Penghinaan kepada Allah.
1. Berbuat dosa dengan bebas.
Bila Allah dalam
kerahiman-Nya yang besar tidak mencegah orang tersebut, maka dia akan sampai
kepada suatu keadaan untuk “meremehkan Allah”.
Kita jumpai orang-orang yang
murtad dan keluar dari Gereja Katolik cukup sering terjadi karena
pemberontakan-pemberontakannya, misalnya seorang imam/suster yang murtad akan
menjadi jauh lebih jahat daripada awam yang jahat (karena kepahitan dan
kebencian).
2. Kebiasaan untuk berbuat dosa.
Orang ini sedikit demi
sedikit kehilangan rasa “Takut akan Allah” karena seringkali berbuat dosa.
Orang ini diperbudak hawa nafsunya, sehingga perlahan-lahan suara hatinya mati
(tidak memperdulikan orang lain).
Marilah
dengan bantuan rahmat Tuhan, untuk mengalahkan kesombongan ini dan bertumbuh
dalam kerendahan hati yang sejati.
(Sumber: Warta KPI TL No. 06/X/2004 & No. 07/XI/2004 »
Tahap-tahap kesombongan, HDR Januari-April 2004).
Artikel terkait
Penyembuhan kesombongan
Artikel terkait
Penyembuhan kesombongan