Pages

Rabu, 29 Juni 2016

Mat 5:17-19

Sarapan Pagi 
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Rabu, 13 Juni 2018: Pw St. Antonius dari Padua, Imam dan Pujangga Gereja - Tahun B/II (Putih)
Bacaan: 1 Raj 18:20-38; Mzm 16:1-2a, 4, 5, 8, 11; Mat 5:17-19; RUybs.

Rabu, 27 Maret 2019: Pekan III Prapaskah - Tahun C/I (Ungu)
Bacaan: Ul 4:2, 5-9; Mzm 147:12-13, 15-16, 19-20; Mat 5:17-19

Rabu, 8 Juni 2016: Hari Biasa X - Tahun C/II (Hijau)
Bacaan: 1 Raj 17:29-39; Mzm 16:1-2a, 4, 5, 8, 11; Mat 5:17-19


"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan (A) untuk menggenapinya.

Karena Aku berkata kepadamu: (B) Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.


Karena itu (C) siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.



Renungan


1. Apa artinya menggenapi?

Kata "menggenapi" mempunyai dua arti: (1) mewujudkan suatu nubuat atau firman ilahi. (2) melakukan sesuatu secara sempurna. 

Kedua arti ini berlaku bagi ucapan Yesus (A). Tidak ada yang hendak dibatalkan, tidak ada yang perlu disingkirkan dari Kitab Suci. Pikiran Yesus bergema (B): Semuanya harus "terjadi", seolah-olah tercipta. Yang selama ini belum ada, akhirnya harus terjadi, ibarat dunia yang dulunya tidak ada dan akhirnya ada atas firman ilahi.

Jadi, kata "menggenapi" mengandung arti "berkembang sehingga menjadi". Proses penggenapan itu berlangsung lama, hingga Yesus datang. Jelas, Yesus datang bukan untuk meniadakan Kitab Suci. Seandainya itulah tujuan-Nya, maka Ia benar seorang perusak.

Namun, cobalah Anda berpikir sejenak: Apakah Kitab Suci itu? Sebuah buku berisikan huruf, bukan? Buku itu, biar isinya luhur sekali, tidak berarti selama tidak dihayati manusia.

Jadi, dalam arti tertentu dapat dikatakan: Ada dua macam Kitab Suci, yaitu Kitab Suci berupa buku dan Kitab Suci yang hidup dalam hati manusia. Yesus datang untuk menggenapi kedua-duanya. Terutama yang kedua, yaitu supaya roh, jiwa dan semangat Kitab Suci dengan segenap-genapnya merasuki jiwa manusia.

Jadi, kehadiran Allah di dunia adalah untuk menyempurnakan hidup manusia.



2. Penggenapan hukum

Hukum dan aturan pada dasarnya bukan untuk mengekang atau membatasi gerak-gerik kita, tetapi untuk mengingatkan kita agar hidup benar di hadapan Tuhan dan sesama, t

etapi juga untuk mengingat jangan sampai kita melewati batas sedemikian rupa sehingga mengusik atau mengganggu sesama dalam skala kecil maupun skala besar.

Pada zaman Yesus, beberapa oknum kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat menghidupi dan menekankan hukum Taurat bagi orang lain

Banyak orang merasa terbebani karena mereka melaksanakannya semata-mata demi hukum dan takut akan hukum bila tidak melaksanakannya.

Yesus berbeda dengan mereka. Ia justru menghidupi hukum Taurat dan mengajarkannya tanpa paksaan. Jika orang Farisi dan beberapa ahli Taurat menekankan hukum maka Yesus menekankan belas kasih.

Jika mereka menjadikan hukum Tuhan sebagai beban maka Yesus menjadikan hukum Tuhan sebagai sumber sukacita karena kebebasan hati dalam melaksanakannya.

Yang Yesus kehendaki adalah supaya kita hidup sungguh-sungguh menghayati dengan hati setiap peraturan dan hukum yang telah Tuhan nyatakan.

Jadilah insan yang taat hukum dan bukan pelanggar hukum, insan yang setia melaksanakannya dan bukan selalu mencari kekecualian dan keistimewaan.


3. Jadilah pelaku Firman

Bagi para ahli Taurat dan orang Farisi banyak pengajaran Yesus yang bertentangan dengan hukum Taurat. Contoh: ketika Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, mereka mengkritik Yesus karena Taurat melarang melakukan hal tersebut. 

Maka pada saat kotbah di bukit, Yesus menegaskan bahwa Ia datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat, tetapi untuk menggenapinya. Bahkan secara keras Yesus menegaskan bahwa (C).

Bagi Yesus, hukum Taurat tidak memiliki arti apa-apa jika hanya dipandang sebagai peraturan keagamaan semata. Yesus menggarisbawahi bahwa yang terpenting bukan soal menjaga kemurnian ajaran Taurat, tetapi bagaimana Taurat ini dijalani dan dihayati dalam hidup setiap hari. 

Taurat akan bermakna ketika perilaku dan sikap hidup benar-benar dijiwai olehnya. Dengan demikian. Taurat menjadi inspirasi yang menuntun orang kepada kebaikan dan menjadi sumber moral dalam bertindak dan berbuat apa pun dalam hidupnya. Orang yang demikian, menurut Yesus, akan menduduki tempat tertinggi dalam Kerajaan Sorga.

Kata–kata Yesus ini amat relevan dengan kehidupan kita. KItab Suci adalah Firman Tuhan yang menjadi pelita dalam hidup keberimanan kita. Saat ini, sering kali ayat Kitab Suci dipakai untuk membenarkan perilaku menyimpang. Seolah–olah Tuhan mengizinkan umat manusia melakukakn apa pun sesuai dengan keinginannya. 

Sebagai pengikuti Kristus, acapkali kita hanya tampil sebagai pendengar atau pembaca firman. Sabda Allah yang dibaca dan didengar belum meresap dan menjiwai seluruh pola laku hidup keberimanan dan sosial kita. Hari ini Tuhan Yesus mengajak kita untuk tidak saja menjadi pendengar atau pembaca Firman, tetapi terutama menjadi pelaku Firman.