Pages

Jumat, 15 April 2016

Primat St Petrus

Seorang teman Protestan dan saya berdebat mengenai apakah Yesus sesungguhnya menjadikan Petrus sebagai paus pertama. Saya mengutip Matius 16, tetapi teman saya mempunyai tafsiran lain atas ayat tersebut. Bagaimana pendapat anda? ~ seorang pembaca di Falls Church

Dalam tradisi Katolik, dasar jabatan paus sungguh kita temukan terutama dalam Matius 16:13-20. Di sana dikisahkan Yesus bertanya, “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” Para rasul menjawab, “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” Lalu Yesus bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?”

St Petrus, yang waktu itu masih dikenal sebagai Simon, menjawab, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Kristus tahu bahwa jawaban ini berasal dari Allah, “Bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.”

Karena jawabnya ini, Kristus berkata kepada Petrus, pertama, “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” 

Perubahan nama itu sendiri, dari Simon menjadi Petrus, menyatakan bahwa rasul tersebut dipanggil untuk suatu peran kepemimpinan yang istimewa; ingat bagaimana nama Abram diubah menjadi Abraham, atau Yakub menjadi Israel, ataupun Saulus menjadi Paulus, ketika masing-masing dari mereka dipanggil untuk mengemban suatu peran kepemimpinan yang istimewa di antara umat Allah.

Kata “batu karang” juga mengandung makna istimewa. Di satu pihak, “batu karang” merupakan ungkapan bangsa Semit (termasuk di dalamnya adalah bangsa Yahudi dan Arab) untuk menunjukkan dasar yang kokoh di mana suatu komunitas akan dibangun

Sebagai contoh, Abraham dianggap sebagai “batu karang” sebab ia adalah bapa bangsa Yahudi (dan kita juga menganggapnya sebagai bapa dalam iman) dan dengan siapa Allah mengadakan perjanjian-Nya.

Di lain pihak, tak seorang pun kecuali Allah disebut secara istimewa sebagai “batu karang”, juga nama itu tak pernah layak dikenakan kepada siapa pun kecuali kepada Tuhan. 

Sebagai contoh, dalam Mazmur 62, kita berdoa, “Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku.” 

Memberi nama “batu karang” kepada Petrus menyatakan bahwa Kristus mempercayakan kepadanya suatu wewenang istimewa, suatu wewenang yang ambil bagian dalam Diri-Nya dan mewakili Diri-Nya Sendiri.

Sebagian pihak yang anti-paus berusaha mempermainkan kata-kata mempergunakan teks Injil asli berbahasa Yunani, di mana kata jantan untuk batu karang adalah “petros,” berarti “sebongkah batu karang kecil yang dapat dipindahkan,” menunjuk pada Petrus. Sementara kata betinanya adalah “petra,” berarti “sebuah batu karang besar yang tak dapat dipindahkan,” menunjuk pada pondasi Gereja. 

Namun demikian, dalam bahasa Aram, bahasa yang dipergunakan Yesus dan yang diyakini sebagai bahasa asli Injil Matius, kata “kepha”, artinya “batu karang”, dipergunakan bagi keduanya tanpa pembedaan gender ataupun perbedaan arti. Masalah gender muncul ketika menterjemahkan teks dari bahasa Aram ke bahasa Yunani dan menggunakan bentuk yang tepat untuk mengubah kata jantan Petrus atau kata betina Gereja. 

Alam maut” juga merupakan suatu ungkapan Semit yang menarik. Di sini, ungkapan ini menunjuk pada kekuatan-kekuatan yang melawan apa yang didirikan Kristus, yaitu Gereja

Yesus menempatkan St Petrus dan jabatannya begitu dekat dengan Diri-Nya Sendiri hingga ia menjadi suatu kekuatan yang kelihatan untuk melindungi Gereja dan menghalau kekuatan setan.

Kedua, Yesus mengatakan, “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga.” Dalam Perjanjian Lama, orang “nomor dua” dalam kerajaan selalu diserahi kunci. 

Dalam Yesaya 22:19-22 kita dapati kisah tentang Elyakim, kepala istana Raja Hizkia (2 Raja-raja 18:17 dst), kepada siapa diserahkan kunci rumah Daud. Sebagai tanda jabatannya, ia yang memegang kunci mewakili raja, bertindak dengan wewenangnya, dan harus berbuat sesuai kehendak raja.

Di samping itu, dalam Perjanjian Baru, dalam Kitab Wahyu, Yesus memegang kunci Surga, Neraka dan Api Penyucian, “Yang Kudus, Yang Benar, yang memegang kunci Daud; apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka…” (Wahyu 3:7) dan “Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut” (Wahyu 1:17-18). St Petrus ambil bagian dalam wewenang yang menembus hingga ke dunia baka.

Terakhir, Yesus mengatakan, “Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” Ini adalah istilah rabbinic. 

Seorang rabbi dapat mengikat, memaklumkan suatu perbuatan sebagai terlarang atau menjatuhkan hukuman ekskomunikasi kepada seorang karena suatu dosa berat; atau, seorang rabbi dapat melepaskan, memaklumkan suatu perbuatan sebagai diperkenankan atau memulihkan seorang pendosa yang dikenai ekskomunikasi ke dalam komunitas. 

Di sini, Yesus mempercayakan suatu wewenang istimewa kepada St Petrus untuk melestarikan, menafsirkan serta mengajarkan kebenaran-Nya.

Wewenang ini dipertegas setelah kebangkitan, ketika Yesus menampakkan diri kepada para rasul di Danau Tiberias (atau Galilea) (Bdk. Yoh 21:1-19). 

Di hadapan para rasul yang lain, Yesus bertanya tiga kali kepada St Petrus, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” yang dijawab St Petrus dengan, “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” 

Dan setelah setiap jawaban St Petrus, Yesus berkata kepadanya, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Di sini, Kristus menegaskan peran St Petrus sebagai pemimpin gembala Gereja. Di akhir perikop, Kristus menyatakan bagaimana St. Petrus akan wafat, dan lalu berkata kepada St Petrus, “Ikutlah Aku.”

Sebab itu, St Petrus dan masing-masing penerusnya mewakili Kristus di dunia ini sebagai Vicar Kristus dan memimpin kawanan umat beriman Gereja menuju Kerajaan Surga. 

Pemahaman atas Matius 16 dan Yohanes 21 ini tak tersangkal hingga para pemimpin Protestan ingin mensahkan penolakan mereka terhadap wewenang paus dan jabatan paus. 

Bahkan Gereja-gereja Orthodox mengakui paus sebagai penerus St Petrus; tetapi, mereka tidak mengakui primat yurisdiksinya atas Gereja semesta, melainkan hanya menganugerahinya kedudukan sebagai “yang tertinggi di antara yang sederajat.”

Lebih lanjut, peran St Petrus dalam Perjanjian Baru meneguhkan keyakinan Katolik mengenai kepausan dan apa yang dikatakan Yesus dalam Matius 16. Petrus menduduki posisi utama di antara para rasul. 

Petrus selalu disebutkan pertama kali (Mat 10:1-4; Mrk 3:16-19; Luk 6:14-16; Kis 1:13) dan terkadang sebagai satu-satunya yang disebutkan (Luk 9:32). Ia berbicara atas nama para rasul (Mat 18:21; Mrk 8:28; Luk 12:41; Yoh 6:69). 

Apabila Kristus memilih tiga orang dari para rasul-Nya untuk peristiwa-peristiwa khusus, seperti Trasfigurasi, Petrus selalu dalam urutan pertama. Kristus memilih perahu St Petrus sebagai tempat di mana Ia mengajar. 

Pada hari Pentakosta, St Petrus yang berkotbah di hadapan orang banyak dan memaklumkan misi Gereja (Kis 2:14-40). Dialah yang pertama kali mengadakan mujizat penyembuhan (Kis 3:6-7). 

St Petrus juga yang menerima wahyu bahwa kaum kafir harus dibaptis (Kis 10:9-48) dan berada di pihak St Paulus menentang perlunya sunat (Kis 15). Di akhir hidupnya, St Petrus disalibkan, tetapi, dalam kerendahan hatinya, ia minta agar disalibkan terbalik, dengan kepala di bawah.

Sebagai orang Katolik kita percaya bahwa wewenang yang diberikan kepada St Petrus tidak berakhir dengan berakhirnya hidup St Petrus, melainkan diwariskan kepada para penerusnya. Tulisan-tulisan kuno menegaskan keyakinan ini. 

St Ireneus (wafat thn 202) dalam “Adversus haereses” menggambarkan bagaimana Gereja di Roma dibangun oleh St Petrus dan St Paulus, menelusuri suksesi jabatan dari St Petrus kepada Linus, Kletus (disebut juga Anakletus) dan seterusnya hingga keduabelas penerus sampai ke jamannya, Paus Eleutherius. Tertulianus (wafat thn 250) dalam “De praescriptione haereticorum” menegaskan gagasan yang sama, begitu pula Origen (wafat thn 254) dalam “Komentar-komentar mengenai Yohanes, St. Siprianus dari Kartago (wafat thn 258)” dalam “Persatuan Gereja Katolik”, dan masih banyak yang lainnya.

Wewenang kepausan menjadi semakin besar setelah disahkannya kekristenan, teristimewa setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi dan timbulnya kekacauan politik. Gereja kita boleh berbangga atas garis tak terpatahkan suksesi St Petrus yang adalah Vicar Kristus. 

Patutlah kita senantiasa ingat bahwa salah satu gelar resmi paus, pertama kali dikenakan oleh Paus Gregorius Agung (wafat tahun 604) adalah “hamba dari para hamba Tuhan.” Sementara kita merenungkan jawaban di atas, baiklah kita kenangkan Bapa Suci kita, Paus Benediktus XVI, dan berdoa bagi ujud-ujudnya.

(Sumber: Primat St Petrus, yesaya indocell.net)