Saya
mempunyai seorang teman Cina Malaysia,
yang enam tahun yang lalu lulus MBA di London. Ayahnya seorang yang
sukses, rumahnya ada di Kuala Lumpur, London dan Australia. Apa saja yang dimintanya, selalu diberikan dengan sangat mudah, mau pergi kemana pun gampang, mau
pacaran dengan cewek ini itu gampang. Tapi
dia tidak temukan satu makna dalam hidupnya/ada kekosongan dalam hatinya.
Suatu
saat dia menemui seorang pastor mengungkapkan masalahnya. Jawab Pastor itu:
“Kamu mau nggak hidup di daerah yang sangat miskin selama beberapa hari?”
Jawabnya: “Nggak ada salahnya. Akan saya coba.”
Lalu
Pastor itu menulis surat ke temannya, Pastor di Filipin.
Di
sana dia tinggal di gereja yang sangat sederhana bersama dua Pastor, sebuah
kampung nelayan yang sangat kurang. Untuk mencari air bersih pun susah, karena
harus berjalan beberapa km melewati jembatan.
Setelah
sampai di sana dia ditanya apa yang akan dilakukannya. Dia mengalami
kebingungan, lalu Pastornya menyarankan untuk mengajari anak-anak bahasa
Inggris. Hari-hari pertama dia kesal, karena anak-anak itu sangat bodoh.
Rencananya
hanya tinggal beberapa hari tetapi tanpa terasa dia sudah satu tahun tinggal di
sana. Di sana dia melakukan beberapa hal. Misalnya: membuat proyek air bersih,
menyediakan komputer untuk anak-anak dll.
Dia
meng-email saya: “Ternyata saya menemukan mutiara yang sangat berharga ketika
mau terlibat dengan orang lain yang kekurangan. Ada kebahagiaan yang sangat dalam ketika saya berikan hidup saya.”
Beberapa
tahun kemudian dia meng-email saya lagi: “Saya mulai pikir-pikir nih! Bagaimana
kalau saya berikan hidup saya untuk orang lain dengan lebih dalam lagi ... saya
mau jadi pastor.”
Jawab
saya: “Itu bagus sekali. Secepatnya lebih baik.” Beberapa bulan kemudian dia
benar-benar masuk biara. Saat ini dia sudah menjalani masa pendidikan imam
selama lima tahun.
Ibadah yang sejati persembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah (Rm 12:1).
Saudara-saudara
Yusuf iri hati dan benci padanya. Karena Yusuf menceritakan mimpinya, bahwa
suatu saat dia akan menjadi pemimpin.
Selain
itu juga dia diperlakukan secara istimewa oleh ayahnya. Misalnya: dibuatkan
jubah yang maha indah; saudara-saudaranya menggembalakan kambing domba, dia
hanya bersama ayahnya, kadangkala dia disuruh melihat dan memberi kabar keadaan
saudara-saudaranya/keadaan kambing domba.
Akhirnya
saudara-saudaranya bermufakat untuk membunuhnya. Mereka melemparkannya ke dalam
sumur ... Yusuf diangkat ke atas dari dalam sumur, kemudian dijual kepada
orang Ismael di bawa ke Mesir ... dibeli
oleh Potifar. Dia dipenjarakan karena fitnah dari istri Potifar. Berkat
penyertaan Allah-lah dia dapat menjadi penguasa di Mesir.
Meskipun
Yusuf diperlakukan sedemikian rupa oleh saudara-saudaranya, dia mau mengampuni
sehingga ... rahmat Allah dalam
kelimpahannya (Kej 37; 39-47).
Demikian
juga kita punya peran secara tidak langsung dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998
(ada yang diperkosa, dibunuh dan diambil barang-barangnya).
Karena
secara tanpa sadar menceritakan di depan
orang lain yang susah, tanpa mau berbagi dengan mereka. Tentang enaknya
sebagai anak Tuhan yang selalu diberkati secara ekonomi, mempunyai suami/anak
yang luar biasa dll.
Jangan takut memberi sedekah. Dengan jalan itu kautimbun simpanan bagi
dirimu untuk masa darurat (Tob 4:8-9).
Ada
2 syarat supaya kita mengalami mujizat yang besar:
1.
Harus punya iman
yang besar.
2. Harus punya masalah yang besar.
Kunci mengalami rahmat Allah dalam kelimpahannya:
1.Belajar
untuk mengakui kesalahan,
sehingga bisa hidup lebih rendah hati.
Dengan demikian kita lebih mudah untuk mengampuni.
Semua orang mau menerima rahmat Allah yang
berkelimpahan. Tetapi sayangnya tidak semua orang bisa menerima rahmat ini.
Karena seringkali manusia sangat sulit mengakui kesalahan, begitu ada sesuatu
yang tidak beres selalu mencari kambing hitam, akibatnya sulit mengampuni.
Akar dosa kesombongan inilah yang membuat kita tidak dapat menangkap rahmat Allah yang begitu berlimpah dalam hidup ini.
2.Belajar mendengarkan Allah dan taat pada apa yang Allah katakan.
3. Tidak serakah, mau berbagi, murah hati, mau terlibat dalam hidup orang lain.
Marilah kita belajar dari Petrus (Luk 5:1-11)
[4] Bertolaklah
ke tempat yang dalam dan tebarkan jalamu untuk menangkap ikan
» Allah memulai inisiatif yang baik (memberikan rahmat-Nya), bukan karena kita baik/pantas.
» Allah memulai inisiatif yang baik (memberikan rahmat-Nya), bukan karena kita baik/pantas.
[5a] Guru,
telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa
» mau mengakui bahwa baru gagal sebagai penjala ikan.
[5b] Tetapi
karena Engkau yang menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga
» mau mendengarkan dan taat apa yang Yesus katakan.
Andaikata Petrus bersikap/berkata: “Siapa sih lu!
Tukang kayu mau memberi nasehat seorang nelayan yang profesional, yang tahu di
mana dan kapan harus tebarkan jala.” Petrus tidak dapat menerima rahmat Allah
yang begitu berlimpah.
[6-7] Setelah
mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka
mulai koyak ... mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan
» tidak serakah, mau berbagi.
[10b] Mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia
» Yesus tidak hanya memberi rahmat materi saja, tetapi juga memanggil Petrus menjadi penjala manusia.
Bagaimana perasaan kita ketika gagal
sebagai:
- Orang tua » sudah mengirim anak ke sekolah baik dengan begitu
banyak pengorbanan ternyata anak kita pakai narkotik.
- Suami » istri sudah dijaga baik-baik, dibelikan berlian.
Tapi bukannya bersyukur, malah mencari PIL.
- Istri » suami sudah disayang-sayang, ternyata masih memilih
WIL.
- Bisnisman » sebagai pengusaha yang sukses (selalu menyumbang setiap
kali ada kegiatan, pendapatnya selalu di dengar), perusahaannya bangkrut di
tipu orang/kena kasus.
Perasaan yang biasanya menyertai
orang yang mengalami kegagalan:
- Capai
» meskipun sudah beristirahat, capainya nggak hilang-hilang.
- Malu
» nggak mau ketemu orang lagi.
- Frustasi/depresi/perasaan
negatif lainnya » mencari jalan singkat. Misalnya: bunuh diri.
- Tidak
berani mempunyai ambisi/cita-cita » karena takut untuk gagal lagi.
Marilah
kita menanggapi panggilan Allah seperti Petrus, mau ikut serta masuk lebih dalam lagi ... sampai
semakin dalam membangun Kerajaan Allah.
Dengan cara bertekun, sehati dan mau berbagi kepada semua orang seperti cara hidup jemaat yang pertama, sehingga mereka bisa mengalami kelimpahan.