Pages

Minggu, 15 November 2015

Saya Mengasihi Karena Allah Lebih Dulu Mengasihi Saya

Kehidupan orang-orang Yahudi dipenuhi dengan berbagai hukum/peraturan-peraturan yang njlimet, sehingga mereka letih lesu dan berbeban berat.

Jumlah hukum itu ada sekitar 365 hukum, tetapi hukum yang terbesar ada 2, yaitu:

1. Kasihanilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segala kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu.
2.   Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu.

Ternyata orang-orang Yahudi terbelah menjadi dua bagian, yang selalu berdebat kusir tentang hukum mana yang paling utama di antara dua hukum tersebut.

Maka seorang ahli Taurat mencobai Yesus dengan pertanyaan: “Guru apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”

Yesus yang penuh kuasa itu menggabungkan ke dua hukum itu menjadi satu (Yoh 13:34 – sama seperti Aku telah mengasihi sedemikian pula kamu harus saling mengasihi).

Dapat kita andaikan kedua hukum itu dengan uang Rp 20.000,- . Jika salah satu sisinya tidak ada, maka uang ini palsu/tidak bisa digunakan untuk membeli apa pun. Jadi dalam uang itu harus ada gambar foto Oto Isklandar Di Nata dan dua orang sedang memetik teh.

Kalau kita mau mengalami hidup yang kekal di sorga dan di bumi, kita harus melakukan apa yang Yesus katakan: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Luk 10:27 b - sebagai tolok ukur mengasihi Tuhan, obyek yang tidak kelihatan. Karena Tuhan itu Roh (Yoh 4:24).

Dalam kehidupan kongkret melakukan segala sesuatu untuk sesama kita yang paling hina ini, kita telah melakukannya untuk Tuhan -  ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku (Mat 25:40, 35). Jadi  bukan karena kita berseru-seru nama Tuhan (Luk 6:46). Misalnya: berdoa, novena, mengucap syukur, baca firman – semuanya itu sia-sia belaka,  melakukan hukum yang tidak sempurna, seperti gong gemerincing bunyinya.

Sewaktu Tuhan menciptakan langit dan bumi beserta isinya, Tuhan tempatkan setiap makhluk dalam kodratnya. Misalnya: ikan berkeriapan di air, burung berterbangan di atas bumi melintasi cakrawala dan kodrat manusia saling mengasihi dan dikasihi. Jika masing-masing tidak pada kodratnya, maka akan mati.

Ternyata banyak manusia telah mengingkari kodratnya, tidak bisa mencintai karena tidak pernah dicintai. Kalau manusia selalu tinggal dalam kodratnya, maka hidup ini sangat bahagia, tidak ada luka batin/pertentangan/teroris.

Seperti anak ayam kampung di dalam telur, menetas ciap-ciap, dia melihat sekelilingnya ada orang tuanya, yang memberi makan dan melindunginya. Lama kelamaan anak ayam kampung ini bertumbuh menjadi makhluk sosial yang bisa mencintai lingkungannya karena sejak kecil diajarkan tentang cinta dan dicintai. Hidupnya happy, waktu dimakan dagingnya pun enak dan gurih.

Sedangkan anak ayam negeri menetas ciap-ciap, dia melihat sekelilingnya tidak ada orang tuanya, yang ada hanya lampu-lampu iptek yang memaksa dia menetas. Dia kecewa tidak mempunyai orang tua, dan dia bertumbuh menjadi makhluk yang ego, tidak bisa mencintai lingkungannya karena sejak kecil tidak pernah dicintai dan diajarkan tentang cinta. Hidupnya menjadi provokator, sampai dimakanpun dagingnya nggak enak dan berlendir.

Kasih berasal dari dari dua sumber:

1. Sumber kasih dari dunia yang fana, mengikuti hukum tata dunia. Sifat kasih ini tidak sempurna karena di dalamnya ada syaratnya: harus ada imbalan/balasannya, jika tidak mendapatkan kecewa ~ kasih jikalau/karena ...

2. Sumber kasih dari Allah yang sejati. Sifat kasih ini sempurna, meskipun kita sebagai pelakunya belum sempurna. Syaratnya kita harus berenang/tenggelam dalam kasih Allah ... akhirnya mampu menjadi saluran kasih Allah (bdk Yoh 15:5) ~ kasih walaupun/meskipun ...

Marilah kita belajar dari Luk 10:25-37 – Orang Samaria yang murah hati.

Yerusalem adalah kota yang tinggi di atas bukit Sion, letaknya + 760 m dari Laut Mati. Yerikho adalah kota tua, letaknya di bawah permukaan Laut Mati, rendahnya hampir mencapai 200 m. Jadi antara Yerusalem-Yerikho, curamnya menurun sampai 1 km, tempat ini sangat berbahaya karena alam geologinya dan sekitar tempat itu diduduki oleh kaum perampok.

Di jaman Yesus hidup, rute ini disebut Blood Way (jalan berdarah) karena banyak orang dirampok sampai mati. Banyak pelancong/pedagang lebih memilih jalan yang memutar lewat Tiberias dan Danau Galilea berhari-hari tapi aman dari pada melewati rute ini yang hanya beberapa jam tapi berbahaya.

Dalam perikop ini disebutkan ada seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati.

Dia membutuhkan sesama yang lewat:

Imam (bukan hanya pastor saja, tetapi melambangkan semua orang Kristiani) – imam ini gagal membuktikan kasihnya pada sesama, ia hanya melihatnya dari seberang jalan dan melewatinya. Bagi imam ini yang penting pelayanan bukan kemanusiaan, dia lupa bahwa dalam pelayanan ada unsur kemanusiaan. Karena dalam hukum Taurat, orang yang kena mayat najis tujuh hari lamanya dan harus ditahirkan pada hari yang ketujuh (Bil 19:11) - inilah kasih jikalau ...

Orang lewi (diperuntukkan melakukan pekerjaan jabatannya bagi Tuhan pada Kemah Pertemuan dan untuk mengadakan perdamaian bagi orang Israel (Bil 8) – orang Lewi ini gagal membuktikan kasihnya, ia hanya melihatnya dari seberang jalan dan melewatinya. Karena kemungkinan orang Lewi ini seperti kebanyakan orang, melihat kejadian itu dengan kaca mata negatif, ini suatu jebakan/tipu muslihat - pura-pura mati dengan dilumuri darah binatang dan pada saat ada orang yang menolongnya, perampok itu hidup kembali dan merampok habis-habisan - inilah kasih karena ...



Orang Samaria (musuh orang Israel, dianggap kafir) - orang Samaria ini membuktikan kasihnya, karena hatinya tergerak oleh belas kasihan ... - inilah kasih walaupun ...

Jadi kasih yang sejati adalah kasih yang dari Tuhan tidak berdasarkan kelompok/suku/agama; tidak diukur dari penampilan tapi dari hati.

Kasih itu seperti air, kodratnya selalu mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah. Jika sesuai kodratnya, maka air itu akan jernih dan segar.

Akan tetapi kalau melawan kodratnya, tergenang dalam waktu yang lama, ia akan busuk seperti air di got.

Demikian juga kasih yang berasal dari Tuhan, jika kasih itu kita alirkan buat sesama, maka hidup rohani kita segar. Jika kita melawan kodrat, maka akan terjadi pembusukan rohani, iman kita tidak berkembang.

(Sumber: Warta KPI TL No. 47/III/2008; Renungan KPI TL Tgl 14 Februari 2008, Bapak Leonardi).