Ada seorang ibu yang datang pada saya karena kuatir dan cemas tentang anaknya yang minggat. Masalahnya: anaknya dihukum dengan tidak diberinya uang saku karena pulang pagi setelah nonton Peter Pan.
Saya anjurkan ibu itu untuk datang ke sekolah dan menceritakan masalahnya sehingga tidak ada tindakan dari sekolah, itu demi masa depan anaknya.
Jawabnya: “Nanti saya dimarah-marahi.” – itulah harga yang harus dibayar sebagai pengorbanan seorang ibu, jangan mencari pembenaran sendiri.
Kalau kita melakukan suatu pengorbanan terhadap anak diungkit-ungkit/dihitung, ingatlah ... pada masa tua kita akan menuai dengan apa yang kita tabur. Misalnya: sudah tua sakit sampai stroke, anak bilang: “Sudah habis berapa banyak ....”
Marilah kita belajar dari seorang ibu yang benar dan sangat mencintai anaknya (Mat 15:21-28)
“Kasihanilah aku, ya Tuhan ... karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita.” Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya.
» diamnya bukan karena tidak mau menjawab, tetapi mengharapkan kita tenang, sabar, Tuhan menunggu saat yang tepat untuk memberikan sebuah jawaban. Kalau kita ngomong terus ketika dijawab, kita tidak dengar.
Jawab Yesus: “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: “Tuhan, tolonglah aku.”
Tetapi Yesus menjawab: “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.”
» orang percaya dan beriman, meskipun direndahkan/disebut apapun tidak masalah. Karena iman dan kasih membutuhkan kesabaran. Orang yang besar imannya adalah orang yang bijaksana dan akan berguna bagi komunitasnya.
(Sumber: Warta KPI TL No. 41/IX/2007; Renungan KPI TL Tgl 9 Agustus 2007, Rm. Hudiono).