Sejak sakitnya parah, jam empat pagi ia telah bangun. Padahal, kata dokter kegiatan itu tak banyak membantu, kankernya sudah makin parah. Mungkin hanya tiga bulan saja ia dapat bertahan. Pesannya, yang penting ia harus banyak istirahat, mengurangi pekerjaan, dan berdoa, siapa tahu Tuhan memberi waktu lebih panjang. Tinggal pesan ketiga itulah, sekarang ia amat mencintai pagi hari.
Maka usai mencuci muka, ia keluar dan menaiki atap rumahnya. Ada yang selalu indah waktu ia menatap kagum ke Timur.
Udara segar dihirupnya dalam-dalam. Setiap dihembuskan nafas, tiba-tiba bibirnya berbisik doa, “Terima kasih!” hanya itu saja.
Ia tidak tahu kata itu ke luar dari mana. Tapi itu dilakukannya berulang-ulang. Tapi jika ingat kankernya, sekelumit takut dan kecewa singgah di hatinya.
Mula-mula, ia hanya merasa, kalau pagi hari memang indah. Perasaannya jadi lebih tenang.
Mengherankan, lama-lama ia tak memikirkan lagi sakitnya. Ia hanya merasa Tuhan begitu baik, Ia memberinya hari demi hari yang indah.
Belum pernah ia mengalami perasaan setenang dan sebahagia ini. Ia sadar karena sakitnya, justru menjadikan hari-harinya amat indah. Bahkan, saat ia menghembuskan nafas di pagi hari ia sering menyelipkan terima kasih kepada kankernya.
Kisah di atas bukan rekaan. Itu adalah kisah nyata Masaru Emoto (peneliti kekuatan sebenarnya dari air), seorang Jepang yang masih hidup sampai sekarang. Ia terbebas dari kanker ganas, karena kemampuannya menerima diri, bersyukur dan berterima kasih.
[Baca juga: Kekuatan sebenarnya dari air]
Hati yang berterimakasih, bersyukur dan mencinta sungguh menjadi kekuatan yang mengalahkan segalanya.
Kita harus dapat membedakan antara ucapan syukur dan ungkapan terimakasih yang seringkali sudah menjadi kebiasaan.
Ucapan syukur yang sejati merupakan ungkapan terimakasih yang keluar dari hati kita yang paling dalam. Kata-kata yang keluar karena kita telah merasakan kebaikan, kebesaran dan hal-hal yang terindah yang sudah Tuhan perbuat dalam hidup kita.
Dan itulah yang harus kita berikan kepada Tuhan bahkan di saat-saat sulit dan menekan. Saat dimana perasaan dan logika tidak memberikan alasan untuk bersyukur, tapi kita tetap dapat berterimakasih.
Karena dalam saat yang sulitpun kita percaya Tuhan sudah mengerjakan kebaikan-Nya pada kita.
Ungkapan yang sama juga keluar ketika berada dalam hadirat Tuhan, seringkali tidak ada lagi kata-kata yang terucap, selain kata terimakasih yang mengalir dari dasar hati kita. Inilah korban yang menyenangkan dan menyukakan hati Bapa kita.
Marilah kita hidup untuk memberikan dupa yang harum bagi Tuhan kita.
Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita (Kol 3:17)
(Sumber: Warta KPI TL No. 42/X/2007; Café edisi September 2007, Terima kasih).