Ketika seseorang jatuh cinta dan matanya berpadu, maka
jantungnya akan berdetak cepat sekali karena ada rasa sukacita yang ke luar
dari hatinya, tanpa rasa terpaksa/wajib/beban.
Kita seharus juga demikian dalam mencintai Allah -
merindukan Dia bukan karena terpaksa/wajib/beban/takut nggak diberkati.
Orang yang detak jantungnya tertuju kepada Tuhan, apa
pun yang Tuhan perintahkan kepadanya, ia selalu berkata “Yes!” tanpa berpikir
1000 x, sebab ia tahu bahwa kekasihnya menginginkan sesuatu dalam kehidupannya.
Seorang yang berkenan di
hati-Ku ... melakukan segala kehendak-Ku (Kis 13:22)
Di dalam kepribadian Tuhan yang utuh, ada saatnya Dia
berbicara dari hati ke hati dengan kita, ada saatnya Ia ingin berbicara tentang
penugasan.
Tetapi seringkali kita bekerja/melakukan sesuatu
seperti robot (bekerja keras secara serius/formal sehingga sangat capai, tidak
tahu detak jantung-Nya), akhirnya yang timbul dalam diri kita yaitu: ‘ego’.
Melakukan apa yang Tuhan mau itu tidak cukup.
Marilah kita belajar tentang perumpamaan anak yang hilang (Luk 15:11-32):
Ada seorang mempunyai dua orang anak laki-laki. Kata
yang bungsu kepada ayahnya: “Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita
yang menjadi hakku.” Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara
mereka. Beberapa hari kemudian anak bungsu itu pergi ... memboroskan harta
miliknya dengan berfoya-foya ... tergeraklah oleh belas kasihan ~ Bapa itu bisa marah-marah/tidak
menganggap sebagai anaknya lagi (meminta warisan menganggap seolah-olah bapanya
sudah mati). Tetapi Bapa yang berkuasa itu mau melakukan-Nya karena belas
kasihan. Dia mau memberikan pelajaran besar dalam kehidupan anaknya, harta
itu sebagai alat pembayaran untuk jalan pulang.
Belas kasihan oleh sebagian orang dianggap suatu
kebodohan.
Bapa yang baik (gambaran Tuhan) yang begitu mengerti
watak anaknya, meskipun tahu anaknya melakukan ... Dia tetap memberikan apa
yang diminta anaknya itu.
Kita perlu hati kebapaan (laki-laki/perempuan) – hati
yang selalu menerima anaknya kembali/mau merangkul/mau mencium anaknya ~ karena anaknya bertobat, maka
semuanya akan happy.
Bapa Tuhan kita Yesus
Kristus,
Bapa yang penuh belas kasihan
dan Allah sumber segala penghiburan,
yang menghibur kami dalam
segala penderitaan kami,
sehingga kami sanggup
menghibur mereka
yang berada dalam
bermacam-macam penderitaan
dengan penghiburan yang kami
terima sendiri dari Allah
(2 Kor 1:3-4)
Kapan kita bisa menerima belas kasihan? Ketika Bapa
belas kasihan itu mendidik kita di dalam penderitaan. Kalau kita dapat
menyikapi penderitaan itu secara baik, maka kita akan mampu menjadi berkat bagi
orang lain – akhirnya punya belas kasihan karena pernah mengalami (penderitaan
yang punya makna); kalau tidak pernah mengalami penderitaan – biasa-biasa saja,
hanya merasa kasihan saja tanpa tindakan/mudah mengeluarkan kata penghakiman
(biarkan saja/kok repot/usaha dong) sehingga mukjizat tidak terjadi.
Semua orang yang Tuhan kirimkan pada kita, harus kita
menangkan. Jika ada orang yang datang pada kita, kita tolak dengan seribu satu
macam alasan, kita gagal dalam pelayanan.
Karena kejadian di dunia ini tidak ada yang kebetulan.
Belas kasihan yang lahir dari manusia kita adalah belas kasihan munusiawi saja,
tetapi belas kasihan Tuhan itu merupakan anugerah/pemberian Allah dalam
kehidupan kita, artinya sesuatu yang dari luar diberikan dalam hidup kita
sehingga kita mampu untuk melakukannya.
Sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan
dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan ... (Kol 3:12) ~ belas kasihan seperti pakaian yang kita kenakan. Belas kasihan
tidak akan bisa muncul dari hati manusia sendiri, karena manusia mempunyai
tabiat dosa/punya ego yang besar sekali. Kita harus mengerti bahwa dosa selalu
membawa pada penderitaan sebagai akibatnya. Memang maut sudah ditebus, tetapi
akibat dosa itu ada konsekuensinya. Pada waktu konsekuensi itu harus kita
jalani, Tuhan akan datang dan menyatakan diri sebagai Bapa belas kasihan dan
Dia akan menyalurkan belas kasihan pada kita, agar kita sanggup menanggungnya.
Alangkah dalamnya kekayaan,
hikmat dan pengetahuan Allah.
Tak terselidiki
keputusan-keputusan-Nya
dan tak terselami jalan-jalan-Nya.
(Rm 11:33)
Apakah kita mempunyai belas kasihan? Jika kita melihat
sesuatu tetapi hati kita tidak tersentuh, karena jiwa kita beku/keras dan
tertutup (misalnya: biar saja, saya juga masih mengalami kesusahan; banyak
menyelesaikan masalah sendiri, harus survive) - masih ada luka di dalam hidup
kita, maka kita tidak bisa menerima belas kasihan Tuhan. Itulah yang membuat
kita mempunyai keterbatasan untuk mengenal Allah lebih dan lebih lagi di dalam
kehidupan.
Belas
kasihan tidak dapat hadir di hidup kita karena
1. Hidup kita belum beres di hadapan Tuhan.2. Kita terlalu memikirkan kepentingan diri sendiri.
Marilah kita belajar dari Yesus.
Tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada ... (Mat
9:36; 14:14; 20:34; Mrk 1:41; 6:34; Luk 7:13, 10:33). Ketika belas kasihan
Allah muncul, seakan-akan Yesus merasakan penderitaan orang itu. Dan setiap
kali belas kasihan ke luar dari dalam diri-Nya ada kuasa yang mengalir (bdk Mrk
5:30).
Bagaimana sikap/reaksi kita pada pendosa. Apakah kita
mau mengambil silih seperti Abraham dengan berdiri tetap tinggal di hadirat
Allah dan melakukan tawar-menawar pengampunan (Kej 18:16-33) atau seperti Yunus
melarikan diri (Yun 1:1-17)? Kalau kita masih bersikap seperti Yunus kita akan
salah mengerti tentang Allah, karena tidak mengerti detak jantung-Nya.
(Sumber:
Warta KPI TL No. 43/XI/2007; Renungan KPI TL Tgl 20 September 2007, Dra Yovita
Baskoro, MM).