Ziarah yang paling dekat namun ditempuh dengan jangka waktu yang sangat lama adalah masuk ke dalam Puri Batin manusia – tergantung kesadaran manusia akan indahnya Puri tersebut.
Agar dapat maju dengan cepat di jalan ini. Yang penting bukan banyak berpikir melainkan banyak mencinta (St. Theresa Avila).
Ada tujuh pulau yang harus dilewati untuk menuju pulau Puri Batin:
Pulau pertama - sudah masuk ke Pantai Pengenalan Diri dan merenungkan betapa besarnya Tuhan dan kecilnya kita dengan bayar harga:
Kerinduan yang mendalam – jiwa memiliki kerinduan yang mendalam untuk dapat melakukan ziarah ke Puri Batin di mana Yesus tinggal dan diam.
Pertobatan (perubahan sikap hati) – jiwa ingin mengalami metamorfosa dari manusia lama (fokus: diri sendiri dan apa yang ditawarkan dunia) berubah menjadi manusia baru (fokus: Yesus yang selalu menjadi pusat perhatian, pikiran dan perasaan kita).
Kerendahan hati
Kelepasan – meninggalkan seluruh kelekatan akan keindahan semu yang ditawarkan dunia.
Kasih yang tak bersyarat
Orang bersemangat berdoa - doanya panjang/banyak permohonannya - doa vokal (Bapa Kami, Salam Maria, Rosario, Novena dll.); tidak dapat menangkap suara Tuhan; tergoda untuk menikmati dunia, sekalipun sadar kenikmatan itu tidak bisa memberi kebahagiaan sejati.
Pulau ke dua - doa batin dan doa refleksi ditunjukkan dengan semakin setia membaca, merenungkan dan menghayati Kitab Suci - sudah mendengar suara Tuhan yang merdu dan sudah ada keinginan mengikutinya, tapi ada suara dunia.
Jadi harus mengambil keputusan, sebab setan menarik kita dengan kesibukan/kemalasan/egoisme.
Pulau ketiga - orang sudah memutuskan untuk melayani Tuhan tanpa syarat sesuai Firman Tuhan sehingga dapat mencapai pulau ke tujuh, tapi mengalami kekeringan rohani karena bentuk doa yang lama tidak sesuai dengan jiwanya, tertarik pada doa pasif/ kontemplatif/yang berpusat pada Tuhan Yesus; hidup sesuai dengan Firman Tuhan; merasa bahwa Tuhan menginginkan meninggalkan kelekatan akan duniawi.
Pulau pertama sampai pulau ketiga tempat terjadinya pemurnian (purgativa).
Pulau keempat - Pencerahan/illuminativa – doa pasif meningkat menjadi doa hening – doa lebih sederhana – jiwa benar-benar berada di dalam hadirat Bapa.
Kalau keheningan lahir/batin/pikiran-fantasi/nafsu-nafsu ini tidak dilatih dapat melamun/menghayal – jiwa berada dalam keadaan tenang, nyaman, aman sehingga tidak menginginkan apa-apa lagi, pada doa ini daya indera diam sama sekali dan jiwa sungguh mati terhadap diri sendiri/kelekatannya dengan dunia, dalam keheningan lahir dan batin itulah Tuhan menyatakan diri kepada kita secara mesra serta mengajarkan kepada kita ilmu para kudus.
Pulau pertama sampai dengan pulau keempat - hidup manusia di dalam Bapa.
Pulau kelima - kepasrahan total dalam doa – sudah bisa mengalami persatuan dengan Bapa - hanya sedikit peziarah yang berhasil mencapainya, karena semakin mendekati Puri Batin maka setan berjuang dengan lebih keras untuk menggagalkan perjuangan untuk bersatu dengan Bapa Yang Penuh Kasih.
Syaratnya: kerelaan hati tanpa syarat dan kemauan yang kuat untuk menyerahkan diri pada Bapa.
Pulau keenam - tidak menginginkan apa-apa lagi selain Bapa; jiwa terluka, karena cintanya kepada Bapa/kerinduan dan kegairahan bersama Bapa tidak mendapat respon yang berarti. Tuhan menyembunyikan diri-Nya agar cinta kita murni.
Pulau ketujuh – berjalan dalam kuasa Allah, jiwa hidup di hadirat Allah. Di sinilah terdapat Puri Batin, di mana Tuhan mengantar jiwa masuk ke dalam hadirat-Nya dan senantiasa mampu untuk “hidup di hadirat-Nya” dan berlangsunglah persatuan rohani dengan Bapa.
Persatuan itu begitu eratnya tak terpisahkan lagi, bagaikan air yang turun dari langit dan jatuh ke dalam sungai/sumber air, semuanya itu menjadi satu kumpulan air. Itulah kebahagiaan sejati yang dicari oleh para peziarah.
Perjalanan ke puri batin bukan proyek manusia, tapi proyek Allah; tugas kita hanya membuka hati dan memberikan banyak ruang kosong kepada Roh Kudus untuk bergerak.
Kalau Roh Kudus mau Ia mampu memberikanmu sebuah jet sehingga tanpa banyak berjuang sudah bisa sampai pada pulau ketujuh dan masuk serta tinggal di puri batin itu. Pesawat jet itu ialah tangan Yesus yang membawa dan menggendongmu memasuki pulau ketujuh (St. Theresia Lisieux).
Pulau kelima sampai dengan pulau ketujuh - hidup Bapa di dalam manusia.
Suatu jiwa walaupun tidak jahat, namun begitu terlibat dalam soal-soal duniawi, mereka tidak dapat melihat keindahan itu kendati mereka ingin melihat dan menikmatinya.
(Sumber: Warta KPI TL No. 27/VII/2006; Renungan KPI TL tgl 8 Juni 2006, Dra Yovita Baskoro, MM).