Dewasa ini banyak kita lihat kelompok-kelompok meditasi bermunculan. Orang-orang berbondong-bondong mencari penyegaran batin dan fisik lewat praktek-praktek yoga, meditasi transendental, crystal healing, terapi aroma dll.
Fenomena-fenomena seperti itu sebenarnya sudah menjadi salah satu kultur global. Praktek-praktek new age memang dapat membawa kesegaran lahir-batin, bahkan perbaikan kehidupan moral. Akan tetapi, praktik-praktik aquarian yang ditawarkan mereka itu belum cukup. Pada tingkatan tertentu, spiritualitas mereka harus ditinjau secara kritis.
Dibalik gerakan-gerakan new age ada sinkretisasi (pencampur-adukan) unsur-unsur esoterik (ketertarikan pada paham-paham misterius dan berbau klenik) dan sekular.
Sinkretisasi ini mengarah pada pengagungan berlebihan pada pribadi manusia dan kapasitasnya. Pada tahap pengagungan ini diyakini manusia dapat memperoleh kuasa ilahi dengan usahanya sendiri.
Setiap manusia mempunyai potensi untuk menjadi ‘allah’ ketika mereka menyatukan kesadarannya (atau menyamakan getaran mereka) dengan getaran alam semesta.
Meditasi Katolik sama sekali berbeda dengan meditasi itu.
Cara duduk dan metode pemusatan boleh mirip. Akan tetapi, spiritualitas dan tujuannya sama sekali berbeda.
Meditasi ala new age diklaim tidak saja membawa manusia kepada kesegaran jiwa dan raga, tetapi mengarahkan manusia pada pencerahan, yang membuatnya setara dengan manusia-manusia utama yang pernah hidup. Yesus dari Nasaret diakui sebagai salah satu dari manusia-manusia itu.
Dengan kata lain, new age menegaskan bahwa setiap manusia bisa menjadi ‘Mesias’, ‘Budha’, atau ‘Avatar’ yang lain.
Adapun, meditasi Katolik mengarah pada persatuan dengan Allah lewat jalan penyerahan diri dan kerendahan hari. Meditasi Katolik sekaligus adalah doa.
Di dalam meditasi Katolik terkandung suatu kesadaran bahwa Allahlah yang terlebih dahulu mengasihi manusia. Dia lebih rindu untuk mencari manusia daripada manusia rindu mencari Dia.
Pemusatan batin dan meditasi diarahkan untuk persiapan kepada doa yang lebih mendalam, yakni kontemplasi. Allah rindu mencari manusia dan berkomunikasi dengannya.
Pada tahapan doa yang paling dalam, manusia betul-betul berjumpa dan bersatu di dalam Dia, sehingga tidak ada lagi kata-kata. Pikiran Allah menjadi pikiranku. Kehendak Allah menjadi kehendakku. Itulah kontemplasi ilahi. Inilah harta karun dan mutiara terpendam yang luar biasa berharga.
Nilai luar biasa dari meditasi dan kontemplasi ilahi ini bisa dilihat dari buah-buahnya:
1. Dengan latihan-latihan ini orang sungguh-sungguh belajar menguasai badan, perasaan, dan pikiran. Dengan demikian, daya perhatian/kosentrasi diperbesar.
2. Penguasaan pikiran dan fantasi pada gilirannya akan memperbaiki ingatan, menggiatkan aktifitas intelektual, serta memperkuat kehendak.
Manfaat terbesarnya terdapat pada bidang rohani:
Hidupnya menjadi ilahi, sehingga apa yang dilakukannya menjadi semakin bernilai di mata Tuhan dan akan merupakan berkat yang besar bagi seluruh Gereja, bahkan umat manusia.
Dia sendiri juga dipenuhi kebahagiaan yang mendalam. Dia akan bebas dari segala bentuk kekuatiran dan kerisauan dan lebih tahan menanggung segala beban dan salib kehidupan.
Budinya pun akan memperoleh terang ilahi yang lebih besar sehingga ia akan lebih menyelami misteri Allah, baik yang terkandung di Alkitab, maupun yang nyata dari karya-karya Allah.
Kasih dan kebahagiaannya akan meluap kepada orang-orang sekelilingnya.
Meditasi ala new age berakar dari penghargaan berlebihan pada kemampuan manusia dan berujung pada pemberhalaan manusia. Terang yang mereka tawarkan hanya akan membawa kepada kebutaan. Seperti kalau terlalu lama melihat terang yang menyilaukan, manusia akan buta. Kesombongan semacam ini amat lekat dengan kesombongan Lucifer, sang Malaikat Terang yang jatuh itu.
Meditasi Katolik bersumber dari kesadaran akan kelemahan manusiawi dan keterbukaan terhadap rahmat penebusan Kristus.
Tujuan dari meditasi ini adalah persatuan dengan Allah. Bukan untuk menjadi Allah, melainkan supaya Allah dapat bekerja dengan bebas melalui anak-anak-Nya.
Jika akar meditasi new age ialah kesombongaan, dasar meditasi Katolik ialah kerendahan hati.
Ada beberapa metode meditasi Katolik yang sudah teruji:
Doa Yesus (dengan mengulang-ulangi nama Yesus).
Ambillah sikap duduk yang baik, entah dengan bersila ataupun dengan dingklik. Yang penting punggung tegak lurus. Kalau bersila, usahakan agar kedua lututmu menempel pada lantai. Sarana berupa bantal dapat dipakai di sini untuk menyangga tubuh.
Mata dapat dipejamkan atau dibuka. Kalau dibuka arahkan kira-kira satu meter ke depan di lantai.
Tajamkan indera-inderamu. Mulailah dengan telinga. Arahkan pendengaranmu kepada suara-suara yang paling jauh sampai yang paling dekat, yang paling keras sampai yang paling sayup. Setelah itu bayangkan suara-suara itu mengalir seperti sungai.
Demikian pula perasaan-perasaan yang menerpa kulitmu, entah itu gatal, dingin, panas, gesekan dengan baju. Rasakan juga debaran jantung dan denyut nadimu. Tajamkan perasaanmu lalu biarkan berlalu. Lakukanlah hal yang sama untuk penciuman dan terakhir pikiranmu.
Tariklah nafas panjang dan hembuskan secara perlahan. Lakukanlah sepelan dan selembut mungkin, tetapi jangan dipaksakan. Wajar dan rileks saja.
Lalu mulailah dengan menyebut nama Yesus dengan penuh iman dan cintakasih. Engkau dapat meritmekannya sesuai irama nafasmu. Waktu tarik nafas serukan “Yeee...” waktu menghembuskan nafas serukan “susss...” Atau boleh juga serukan “Tuhannnn - Yesussss”. Dapat pula: “Tuhan Yesus Kristus - Putera Allah yang hidup - Kasihanilah aku – orang berdosa ini”. Atau: “Tuhan Yesus Kristus – kasihanilah aku”.
Di dalam meditasi jauh lebih sulit menolak pelanturan secara keras dibandingkan hanya sekedar membiarkan setiap pelanturan atau gangguan berlalu seperti sungai. Perbandingannya demikian, ketika kita sedang kosentrasi berbicara dengan orang lain di pasar, kita sadar bahwa di sekitar kita orang berlalu-lalang. Namun, mereka yang berlalu-lalang serta pembicaraan di sekitar kita tidak akan mengganggu pembicaraan kita. Demikian pula halnya dengan komunikasi dengan Allah. Biarkanlah yang lain itu berlalu-lalang, jangan diperhatikan.
Lectio divina (meditasi dengan menggunakan sarana Kitab Suci)
Ambillah suatu teks Kitab Suci yang sudah kaukenal dan kaupersiapkan sebelumnya.
Lakukanlah lectio divina dalam 4 langkah:
Pertama: lectio atau bacaan
Bacalah penuh perhatian, perlahan-lahan. Bertanyalah: Apakah arti teks itu dalam konteksnya dan menurut konteks kebudayaan waktu itu?
Kedua: meditatio atau peresapan
Resap-resapkan teks atau kalimat tersebut, khususnya yang menyentuh hatimu. Engkau dapat bertanya: Apa yang hendak dikatakan Tuhan kepadamu secara pribadi melalui teks ini? Apa jawabanku pribadi? Kemudian teks atau kalimat yang menyentuh hatimu itu dapat kauulang-ulangi sampai puas hatimu.
Ketiga: oratio atau doa
Berdasarkan teks tersebut bicaralah dengan Tuhan dari hati ke hati dan ungkapkan isi hatimu kepadaNya. Ingatlah, dalam doa yang terpenting bukanlah banyak berpikir tentang Tuhan, melainkan banyak mencintai. Itulah pesan St. Teresa Avila.
Keempat: contemplatio atau kontemplasi
Sesudah berbicara sejenak, belajarlah diam, mendengarkan Tuhan, sambil memandang dengan iman Dia yang hadir dalam dirimu atau dihadapanmu.
Bila perhatianmu tidak dapat terpusat lagi pada Tuhan yang hadir, kembalilah ke langkah pertama dan mulai dengan teks atau ayat berikutnya. Proses ini diulangi seperti di atas sampai waktu yang ditentukan untuk doa telah selesai.
(Sumber: Warta KPI TL No. 52/VIII/2008; Vacare Deo Edisi IV/IX/2007).