Bagaimana reaksi kita (hati bukan wajah) dalam memandang setiap peristiwa/menerima masalah yang tidak menyenangkan? Misalnya: ketika dihina orang/orang lupa menyapa kita/hati kita dilukai - difitnah yang tidak kita lakukan dan merusak nama baik kita/sudah capai-capai kerja dalam rumah tapi tak boleh penghargaan.
Semua peristiwa yang kita alami dalam kehidupan ini dipakai Tuhan sebagai sarana untuk membuat kita mampu mematikan kedagingan kita.
Kalau daging kita habis dan tinggal tengkoraknya saja, maka reaksi hati dan wajah kita tak akan pernah berubah, walaupun kita mengalami tekanan/susah, orang lain tidak tahu (karena tahu segala sesuatu Allah yang atur). Tengkorak modelnya tetap – tidak bereaksi ketika diejek/dihina dipuji/ditendang.
Orang yang sudah mati dagingnya, maka syaraf-syaraf kesedihan/sakit hati/kepahitan/yang membuat hidupnya tidak nyaman sudah putus. Memang dia bisa sedih/marah/membalas tapi dia tidak mau melakukannya (itulah penyangkalan diri - syarat mengikuti Yesus).
Tanpa kematian daging yang kita lewati tidak mungkin menerima kemuliaan/pengurapan-pengurapan dari Tuhan.
Keinginan daging adalah perseteruan dengan Allah, karena ia tidak takluk dengan Allah (Rm 8:7). Barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa (1 Ptr 4:1-2).
(Sumber: Warta KPI TL No. 37/V/2007; Renungan KPI TL Tgl 19 April 2007, Dra Yovita Baskoro, MM).