Ada
seorang ilmuwan peneliti tumbuh-tumbuhan di Inggris bernama Lord Linsi, suatu
saat diizinkan oleh penguasa pemerintah Mesir untuk masuk ke dalam piramid yang
berumur 3000 tahun dan membuka mumi. Mumi tersebut memegang setangkai bunga
yang sudah kering tetapi tetap utuh meskipun warnanya sudah luntur. Linsi minta
izin untuk mengambil biji-biji bunga tersebut. Dan dia mendapat izin dengan
syarat ‘bunganya tidak rusak’. Diambilnya biji-biji itu dengan pinset dan di
simpannya di sapu tangan.
Setiba
di Inggris, dia semaikan biji-biji itu dengan baik; satu hari sampai tiga
minggu biji-biji itu dilihatnya tidak ada pertumbuhan. Meskipun kelihatannya
tidak tumbuh, dia tetap pelihara dengan baik.
Pikirnya ‘biji-biji itu tidak dapat lagi bertumbuh karena sudah
dibalsem’. Sebulan kemudian ternyata bertumbuh ... berbunga.
Karena
sudah 3000 tahun, di dalam di ensklopedia tidak ada nama spesies bunga tersebut
pada waktu itu. Linsi ingin memberi nama bunga itu dengan namanya, tapi
dirasanya kurang bagus. Lalu dia teringat dengan nama ‘Dal’ , nama seorang ahli
botani yang dikaguminya.
Jika
biji Dahlia itu tetap di dalam piramid, bisakah berbunga dan menghasilkan biji yang
banyak?
Jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah (Yoh 12:24).
(Sumber:
Warta KPI TL No. 37/V/2007; Renungan KPI TL Tgl 19 April 2007, Dra Yovita
Baskoro, MM).