Sepanjang hidup babi tidak pernah menatap langit. Moncongnya selalu tertuju ke tanah yang kotor – mencari makanan. Babi itu baru mengalami keindahan langit sewaktu dalam perjalanan menuju kematian (digotong hendak dibunuh).
Begitu pula dengan kehidupan manusia. Mereka sepanjang hidupnya tidak pernah berpikir tentang Allah Pencipta, hanya tertarik pada perkara duniawi - keinginan daging, keangkuhan hidup, dan kekayaan yang kotor.
Akhir kehidupan orang-orang seperti itu akan seperti babi tadi. Mereka akan diikat oleh belenggu kekelaman dan dicampakkan ke suatu tempat, di mana terdapat ratap tangis dan kertakan gigi.
(Sumber: Warta KPI TL No. 24/IV/2006; Permata Hikmat, Sadhu Sundar Selvaraj).