Lebih dari obat-obatan, kehangatan cinta sesama manusia, terutama orang-orang terdekat (kekasih, sanak keluarga dan para sahabat), merupakan dukungan yang tak ternilai harganya.
Aku baru saja terjaga dari tidurku. Kutatap pipa-pipa yang menghubungkan respirator dengan kerongkonganku, yang menjalar melalui kepala dan pipiku. Semuanya itu alat-alat yang membantuku bernafas. Beberapa hari aku terbaring di rumah sakit karena paru-paruku lemah.
Kuhela nafas yang tinggal satu-satu. Pelan-pelan ... seakan-akan sayang membuangnya percuma. Tapi, uffh! Tiba-tiba dadaku terasa berat dan sesak. Sedetik kemudian, paru-paruku terasa hampa udara. “Apa yang terjadi?” bisikku panik. Kucoba lagi bernafas pelan-pelan. Namun dadaku sakit sekali. Aku merasakan tubuhku begitu lemah. Beberapa detik aku hanya terdiam pasrah sambil merasakan nafas yang kian sesak. Aku berpikir, apakah aku diambang sakratul maut?
Namun aku merasakan sesuatu di dadaku. Aku berjuang mengangkat kepalaku yang terasa berat. Mencoba sekuat tenaga memalingkan penglihatanku ke arah dadaku.
Oh, kulihat kepala istriku terbaring di sana. Seketika, kehangatan menjalari tubuhku. Ya, aku tak akan pernah lupa. Setiap hari, sepanjang malam ia setia menunggui dan melayaniku dengan penuh cinta. Rupanya tak sengaja ia tertidur di dadaku.
Anehnya, nafasku tak lagi sesesak tadi. Aku merasa lebih lega sekarang. Sebuah tenaga baru seakan merambatiku. Dan aku pun mulai menangis haru.
Namun sedu sedanku membangunkan istriku. Buru-buru ia mengangkat kepalanya. “Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya kuatir, dengan suara parau dan mata yang masih sangat mengantuk. Aku makin terharu melihatnya.
“Terima kasih atas cintamu padaku”, tulisku pada sebuah buku kecil yang memang sering kugunakan untuk menyampaikan pesan-pesanku.
“Ya Tuhan, aku telah membuatmu sulit bernafas!” pekiknya tertahan, ketika menyadari bahwa kepalanya tadi sempat membebani dadaku. “Apakah kau bisa bernafas dengan lega sekarang?” lanjutnya penuh perhatian. Kujawab lagi dengan tulisan, “Saya tak bisa bernafas tanpamu.”
Cinta merupakan salah satu terapi penyembuhan yang mujarab, tak inginkah saudara menjadi penyembuh bagi sesama manusia, terutama orang-orang terdekat (kekasih, sanak keluarga dan para sahabat).
Jika saudara sulit memberi cinta pada orang lain, terutama orang terdekat, jawabnya adalah karena saudara belum mencintai diri sendiri (bukan berarti mementingkan diri sendiri dan tidak peduli pada kepentingan orang lain).
Mengapa demikian? Sebab, jangankan memberi waktu dan energi kepada orang lain, kepada diri sendiri saudara tidak mau meluangkan waktu dan tenaga sedikit pun.
Jika saudara mengenali kebutuhan untuk bebas menemukan siapa diri saudara, menerima dan menghargai diri dengan keunikan, maka juga akan menerima orang lain apa adanya, maka saudara pun akan memperlakukan orang lain seperti itu.
Mencintai bukan masalah pengorbanan diri/membiarkan diri tak berdaya dengan cara mengingkari keberadaan dan kebutuhan saudara sendiri agar bisa membahagiakan orang lain.
Cinta sama seperti hal-hal lain dalam hidup ini, harus diberikan secara seimbang.
(Warta KPI TL No. 11/III/2005; Sumber: Cinta itu Menyembuhkan, Nirmala No. 03/I/Juli/1999).