Tampilkan postingan dengan label *Marah*. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label *Marah*. Tampilkan semua postingan

Kamis, 14 November 2019

00.26 -

Sampah paling berbahaya



Sampah paling berbahaya bukan sampah nuklir tetapi kotoran dalam hati yang bisa membunuh anda dalam hitungan hari. Itulah sebabnya setiap manusia harus pintar pintar menjaga hati. 

Pertama, hati manusia itu licik, saking liciknya banyak yang sudah tertipu, termasuk yang memiliki hati. 

Kedua, hati adalah mata air kehidupan, jika mata air kotor, seluruh pengguna air akan kena dampak polusi. 

Ketiga, hati manusia adalah pusat dari segala pikiran, ucapan dan perbuatan bahkan penyembahan. Maka sering seringlah melakukan ‘check and recheck’ jangan sampai hatimu sudah ‘membatu’ 

Beberapa jenis sampah ini harus segera dibuang jangan sampai bersarang di dalam hati. “Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu.” (Kolose 3:8) 

Perhatikanlah waktunya ‘sekarang’. Itu artinya ‘emergency’. Jangan tunggu sampai besok atau bulan depan. Menyimpan amarah itu sangat berbahaya bagi kinerja tubuh. Konon anda marah 5 menit bisa menyebabkan system kekebalan tubuh macet hingga 6 jam. Itulah sebabnya Firman Allah mengajarkan ‘jangan pernah menyimpan kemarahan sampai larut malam’. 

Beberapa hal ini harus segera dibuang

Pertama, amarah atau bahasa aslinya orgḗs, kemarahan adalah kondisi pikiran anger as a state of mind. Aristoteles mengatakan kemarahan itu sebuah keinginan dimotivasi rasa dukacita ‘anger, is desire with grief’. Anda marah karena keinginan tidak tercapai atau kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidup. 

Gara gara tidak bisa mendapatkan kebun anggur Nabal, raja Ahab marah dan berbuntut pertumpahan darah. Seorang istri tega membunuh suaminya sendiri karena amarah.

Hal kedua yang harus dibuang adalah ‘geram’ thumós atau ‘violent motion’ tindakan kekerasan yang lahir dari kemarahan. Amarah melahirkan geram dan geram melahirkan kejahatan dan perkataan kotor

Ibarat pelihara ular, demikianlah nasib orang yang pelihara amarah. Suatu saat ular yang berbisa itu akan mematikan pemiliknya, demikian juga amarah bisa menghancurkan hidup kita. Menyimpan amarah sama seperti menyimpan sampah dalam rumah, sebentar lagi akan datang musibah.

(Paulus Wiratno)

Jumat, 06 Oktober 2017

00.49 -

Marah menyebabkan ketiga perilaku ini

Amsal 14:29 Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan.

1. Marah membuat orang menjadi bodoh

Saya ingin bercerita kepada Anda mengenai perilaku si sulung dalam kisah anak yang hilang untuk menjelaskan ketiga hal di atas.

Lukas 15:28 mencatat, ketika si sulung marah, dia mengatakan kepada ayahnya bahwa ayahnya tidak pernah memberikan kepadanya seekor anak kambing.

Padahal, di awal cerita (Lukas 15:12), ketika si bungsu meminta warisan kepada bapanya, si sulung yang tidak pernah meminta juga mendapatkan bagian dari sang bapa.

Harta pada zaman itu bukan hanya berupa uang, tetapi juga tanah dan ternak. Jadi jelas, marah membuat si sulung jadi bodoh. Membuat dia lupa terhadap kebaikan bapanya.

2. Marah membuat yang tidak ada diada-adakan

Masih mengenai si sulung. Waktu adiknya, si bungsu, kembali ke rumah, si sulung marah besar kepada sang bapa.

Si sulung marah karena sang bapa menyambut adiknya dengan penuh sukacita tanpa memperhitungkan dosa sang adik.

Dalam Lukas 15:30 si sulung mengatakan bahwa si bungsu menghabiskan harta kekayaan bersama para pelacur.

Wah, bagaimana mungkin si sulung dapat mengetahui hal tersebut, sementara di ayat sebelumnya dia mengatakan bahwa dia selalu ada di rumah bapanya?

Perhatikan, marah membuat orang mengada-adakan hal yang tidak ada. Atau dengan lain, berfantasi terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak ada atau tidak terjadi.

Jangan biarkan amarah mengontrol hidup Anda. Marah tidak pernah menyelesaikan masalah, justru menimbulkan masalah-masalah baru.

3. Marah membuat hal kecil dibesar-besarkan

Melalui cerita si sulung kita dapat menarik kesimpulan bahwa amarah mengubah cara si sulung memandang segala sesuatu.

Ketika sang bapa tidak memperhitungkan kesalahan si bungsu, si sulung marah. Sang bapa memandang dosa yang dilakukan si bungsu sebagai sesuatu yang kecil.

Sebaliknya, si sulung menganggap hal yang kecil bagi bapanya itu sebagai hal yang besar.

Padahal, tokoh yang paling berhak marah dalam kisah di atas adalah sang bapa.

Teman, marah tidak pernah mengerjakan hal yang baik dalam hidup kita.

Mazmur 37:8 menasehati agar kita berhenti marah dan meninggalkan panas hati, karena itu hanya membawa kita kepada kejahatan

(Sumber: https://hagahtoday.com, penulis: @mistermuryadi).

Jumat, 27 Januari 2017

06.25 -

Marah



Pada malam musim dingin, landak-landak berdekat-dekatan untuk saling menghangatkan tubuh mereka. Tetapi ketika landak-landak itu terlalu berdekatan satu dengan lainnya, mereka akan merasa kesakitan karena mereka saling menusuk temannya dengan duri yang ada di tubuh mereka



Oleh sebab itu, landak-landak tersebut harus berhati-hati dan harus menjaga jarak. Langkah itu harus dilakukan agar mereka tidak kedinginan namun mereka juga tidak saling menyakiti

Sama halnya dengan problem manusia. Kita butuh kehangatan kasih di antara kita satu dengan lainnya. Tetapi jika kita terlalu dekat, kita akan saling menyakiti. Bagi kita yang tahu hal ini, berbuatlah bijaksana, bagaimana kita bisa berdekatan dengan orang lain tanpa menjadi sakit.

Gibran menjabarkan dilema ini secara baik ketika dia berkata: “Kita butuh jarak dalam kebersamaan kita.” 

Manusia tidak akan merasa nyaman jika terlalu jauh atau terlalu dekat dengan manusia lain. Kita harus menjadi manusia yang matang dan peka untuk mengatur jarak kita dengan baik. 

Jika jarak itu terlalu besar, kita akan merasa kedinginan; jika jarak itu tidak ada, kita akan merasa kepanasan. Kedua ekstrem itu akan menimbulkan kemarahan. Karena itu, pengurangan kemarahan sangat tergantung bagaimana jarak hubungan itu diatur.

Semakin baik penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri, semakin baik dia menjaga jarak itu. Karena itu, harga diri yang kuat adalah pencegahan psikologik yang paling penting dari kemarahan.

Akibat kemarahan yang tidak rasional, tidak terkontrol dan menunjukkan kebengisan adalah kenyataan yang ada di mana-mana di dunia kita.

Yang sering kurang diperhatikan adalah akibat buruk dari kemarahan yang tidak tuntas, kebencian yang terpendam bertahun-tahun, yang merupakan kenyataan sehari-hari dalam banyak perkawinan, organisasi dan dalam dunia kerja. Kemarahan jenis ini jarang muncul menjadi kekerasan; tetapi lebih cenderung mengekspresi melalui sakit kepala migrain, tukak lambung, atau penyakit psikosomatik lain.

Kemarahan dapat menghancurkan perkawinan, persahabatan, dan merusak kesehatan, tetapi kemarahan dapat juga menjadi teman yang baik.

Tanpa kemarahan

Nabi Natan tidak akan menentang Raja Daud untuk bertobat atas perzinahan dan pembunuhan yang dilakukannya (2 Sam 12:1-23).

Paulus tidak akan menentang kemunafikan Petrus (Gal 2:11-21); tidak akan memberikan nasehat yang indah kepada jemaat di Korintus jika tidak ada roh pemecah belah (1 Kor 12-14).

R. A. Kartini tidak akan berjuang mati-matian untuk meningkatkan derajat kaumnya jika tidak ada pengekangan emansipasi wanita pada zamannya.

Kemarahan dapat menjadi bukti bahwa seseorang mempunyai hati dan kesadaran, bahwa mereka bersungguh-sungguh. Ketiadaan kemarahan lebih merupakan tanda ketidakpedulian daripada bukti kesalehan dan kebaikan.

Jika kita marah (Ef 4:26-30)
Janganlah berbuat dosa.
Janganlah beri kesempatan pada Iblis.
Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.
Janganlah kita mendukakan Roh Kudus Allah.

Jadi, pesan utama Paulus mengandung arti “kita bisa menjadi marah, tetapi kita tidak boleh menyimpan kemarahan.

Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah (Yak 1:19-20).

(Sumber: Warta KPI TL No.103/XI/2012 » Mengatasi persoalan hidup, Lanny W. Baily).



Kemarahan perlu dikendalikan, karena jika tidak dikendalikan tidak menyelesaikan masalah, bahkan memperkeruh suasana dan membuat jurang pemisah dengan sesama. 

- ..., tetapi jangan berbuat dosa (Mzm 4:5, Ef 4:26)
- ... menimbulkan pertengkaran (Ams 29:22).

(Sumber: Warta KPI TL No. 08/XI1/2004).


Bahaya kemarahan dalam suatu hubungan. Karena kemarahan itu bergolak dalam diri kita dan dipanasi dari waktu ke waktu, dapat meletus dan tumpah. 

Sama seperti lava panas yang menghancurkan semua yang menghadangnya, ledakan kemarahan kita pun, yang berakar dari sakit hati, kepahitan dan rasa kasihan pada diri sendiri, bisa menghancurkan orang-orang yang ada di sekitar kita.

Cara untuk menghalangi kemarahan menguasai hati

- Kenalilah siapa musuh saudara. Musuh utama adalah setan, yang tak lain menginginkan agar mata saudara lepas dari Tuhan dan memandang masalah yang ada. 

- Ubah sudut pandang saudara. Di setiap situasi pasti ada segi positifnya, meskipun sulit untuk dilihat. Jika saudara tidak bisa melihat segi positifnya, maka berpeganglah pada kenyataan ini: “Tuhan mengasihi saudara dan akan tetap bersama melewati segala kesulitan”. 

- Minta Tuhan untuk memberi saudara kekuatan (Flp 4:11-13). 

Hal yang negatif pada pasangan kita/mata, hati dan pikiran hanya terfokus pada masalah. Namun menghormati bukan pekerjaan mudah. 

Dalam perkawinan, ada saat dimana pasangan kita mengecewakan, mengganggu, atau bahkan membuat kita jijik. Jika saudara sedang bergumul dengan hilangnya rasa hormat terhadap pasangan saudara, putuskanlah tidak memusatkan perhatian pada keburukannya. 

Setiap hari luangkan waktu untuk berterima kasih kepada Tuhan untuk hal-hal yang baik yang ada dalam diri pasangan saudara. Berdoalah agar Tuhan senantiasa mengembangkan dan menumbuhkan pasangan saudara sesuai dengan rencana Tuhan bagi hidupnya. Bersabarlah dan biarkan Tuhan bekerja sesuai dengan waktu Tuhan.

Bergembira bersamanya – tertawa/melakukan hal-hal yang menyenangkan berdua.

Untuk memulainya : 

- Rencanakan makan malam yang romantis 
- Putar musik lembut sebagai pengiring untuk membantu saudara berdua merasa nyaman. 
- Pergilah berlibur 
- Ikutilah ME 

Dari semua bahan yang dibutuhkan untuk tetap membuat api tetap menyala, ada satu barang yang tidak kelihatan namun sangat penting: Oksigen. Demikian juga dalam perkawinan, bahan yang sangat diperlukan namun tak terlihat adalah Tuhan.

Teladan Allah-lah yang membuat kita belajar untuk saling mengasihi, saling mengampuni, Roh Kudus yang ada di dalam hati yang membantu untuk mencintai yang kadang melebihi kemampuan dan pemahaman manusia. Api-Nya-lah yang menyulut kembali perkawinan yang sudah hampir padam, memperbarui api cintanya terhadap pasangan (Ibr 12:29).

Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang untuk membangunnya (Mzm 127:1a)

(Sumber: Warta KPI TL No. 16/VIII/2005).


Menghindari marah

Pada suatu hari yang cerah, seorang guru muda berjalan melintasi sebuah desa. Tiba-tiba saja langkahnya dihentikan oleh seorang muda yang bertubuh tinggi besar dan tampak marah, katanya: “Hai, anda tidak berhak mengajari orang lain! Tahu tidak anda ini sama bodohnya dengan orang lain? Punya kepandaian sedikit saja, sok tahu! Badan begitu kecil, nyalimu cukup besar, kalau berani kita berkelahi!”

Dengan wajah tenang dan tersenyum sang guru muda bertanya: “Teman, jika kau memberi hadiah untuk seseorang, tetapi seseorang itu tidak mengambilnya, siapakah pemilik hadiah itu?” 

Spontan ia menjawab dengan lantang: “Pertanyaan bodoh! Tentu saja hadiah itu tetap menjadi milikku, karena akulah yang memberi hadiah itu!”

Guru muda itu tersenyum lalu berkata: “Kau benar. Kau baru saja memberikan marah dan hinaan kepadaku dan aku tidak menerimanya, apalagi aku tidak merasa terhina sama sekali, maka kemarahan dan hinaan itu pun kembali kepadamu. Benarkah? Dan kamu menjadi satu-satunya orang yang tidak bahagia. Bukan saya, karena sesungguhnya melampiaskan emosi kemarahan adalah sebuah proses menyakiti diri sendiri, membangkitkan sel-sel negatif di dalam diri.”

Ketika mendapat kesadaran baru, pemuda itu terdiam karena kepala dan hatinya seperti tersiram air dingin.

Sang guru muda melanjutkan: “Jika kamu ingin berhenti menyakiti diri sendiri, singkirkanlah kemarahan dan ubahlah menjadi cinta kasih. Ketika kamu membenci orang lain, dirimu sendiri tidak bahagia, bahkan tersakiti secara alami. Tetapi ketika kamu mencintai orang lain, semua orang menjadi bahagia.”

(Sumber: Warta KPI TL No.124/VIII/2014).

Jumat, 26 Februari 2016

20.40 -

Bagaimana seorang Kristen harus bersikap saat marah?

Paulus berkata: "Apabila kamu marah, janganlah kamu berbuat dosa; janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu." (Ef 4:26) [KGK 2302-2304].

Marah adalah emosi yang wajar, bentuk reaksi terhadap ketidakadilan.
Jika marah menjadi kebencian, emosi ini merusak rasa kasih sayang. Marah yang tidak dikendalikan memunculkan pikiran-pikiran untuk balas dendam sehingga merusak suasana damai.


(Sumber:Warta KPI TL No. 130/II /2016; Youcat No. 396).