Tampilkan postingan dengan label *Kebajikan*. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label *Kebajikan*. Tampilkan semua postingan

Senin, 19 November 2018

05.15 -

Kebajikan dan rahmat

Kebajikan manusiawi diperoleh melalui pendidikan, melalui latihan, dan ketekunan dalam usaha, dimurnikan dan diangkat oleh rahmat ilahi. Dengan bantuan Allah mereka menggembleng watak dan memberi kemudahan dalam melakukan yang baik. Manusia yang berkebajikan bergembira dalam berbuat baik. 

Bagi manusia yang telah dilukai oleh dosa memang tidak mudah untuk mempertahankan keseimbangan moral. Keselamatan yang dikaruniakan oleh Kristus memberi kita rahmat yang dibutuhkan supaya tabah dalam mengejar kebajikan. 

Jadi, tiap orang harus selalu memohon rahmat terang dan kekuatan, harus mencari bantuan dalam Sakramen-sakramen, harus bekerjasama dengan Roh Kudus dan mengikuti ajakan-Nya untuk mencintai yang baik dan bersikap waspada terhadap yang jahat (KGK 1810-1811).

Minggu, 09 April 2017

19.45 -

Kebajikan manusiawi


Kebajikan Manusiawi

adalah sikap yang teguh
kecenderungan yang dapat diandalkan
kesempurnaan akal budi dan kehendak yang tetap
yang mengarahkan perbuatan kita,
mengatur hawa nafsu kita
dan membimbing tingkah laku kita 
supaya sesuai dengan akal budi dan iman
Mereka memberi kepada manusia
kemudahan, kepastian dan kegembiraan
untuk menjalankan kehidupan moral secara baik
Manusia yang berkebajikan
melakukan yang baik dengan sukarela
Kebajikan moral
diperoleh oleh usaha manusia
Ia adalah buah dan sekaligus benih
untuk perbuatan baik secara moral
ia mengarahkan seluruh kekuatan manusia 
kepada tujuan,
supaya hidup bersatu dengan cinta ilahi.


19.25 -

Kebajikan ilahi


Kebajikan ilahi adalah dasar jiwa
dan tanda pengenal 
tindakan moral orang Kristen
Mereka membentuk dan menjiwai 
semua kebajikan moral
Mereka dicurahkan oleh Allah 
ke dalam jiwa umat beriman,
untuk memungkinkan mereka bertindak 
sebagai anak-anak Allah 
dan memperoleh hidup abadi
Mereka
adalah jaminan mengenai kehadiran Roh Kudus
dalam kemampuan manusia.

Iman
adalah kaki yang membawa jiwa kepada Tuhan
Cinta
adalah pemandu yang menghantarkannya
Jiwa yang sehat
adalah jiwa yang mencintai Tuhan
Jiwa yang sakit
adalah jiwa yang kurang mencintai Tuhan
Jiwa yang mati
adalah jiwa yang tidak mencintai Tuhan
(St. Yohanes dari Salib)





Minggu, 07 Agustus 2016

21.57 -

Bertumbuh dalam keutamaan Kristiani bersama Santo Alfonsus Liquori



Orang Kristen dipanggil untuk meneladan hidup dan keutamaan Yesus Kristus, untuk "menempatkan Kristus dalam cara berpikir dan bertindak



Selaras dengan tradisi Katolik, Santo Alfonsus memandang tiga keutamaan teologis, yaitu iman, harapan dan kasih sebagai murni karunia rahmat: karunia Allah yang diberikan kepada kita melalui rahmat pengorbanan, sehingga kita dapat hidup dan bertindak secara rohaniah. 


Pada saat yang sama, dia melihat keutamaan moral, yang berlimpah dan bervariasi, sebagai karunia yang memampukan kita untuk mempertajam kesadaran tingkah laku kita supaya selaras dengan hukum Allah yang telah diwahyukan melalui Yesus.

Keutamaan-keutamaan bukan satu rumusan teologis yang hanya dikagumi, melainkan suatu karunia untuk digunakan di dalam kehidupan orang Kristen sehari-hari.

Keutamaan iman

Iman Kristiani adalah 
Anugerah Allah, iman menjadi mungkin hanya karena bantuan rahmat Allah sendiri.
Tindakan bebas manusiawi, Allah tidak memaksa seseorang untuk beriman, tidak juga yang lain.
Tindakan intelektual, sebuah persetujuan kepada kebenaran Allah, "jawaban ya" terhadap pewahyuan Allah. Iman bukan hanya tindakan intelektual tetapi juga suatu kehendak yang diwarnai oleh kasih, melibatkan pilihan pribadi yang radikal akan Allah.
Mengandaikan ketaatan kepada Allah (percaya dan taat) dan tuntutan pertobatan ketika kita gagal dalam mentaati Dia.

Istilah iman mempunyai arti yang berbeda-beda

Iman “sebagai suatu kebenaran yang diwahyukan oleh Allah” (ajaran Kristen). Iman ada mungkin hanya karena Allah telah mewahyukan diri-Nya dan kebenaran-Nya kepada kita. Jika hanya dari diri kita sendiri, kita tidak dapat mencapai pengetahuan yang penuh tentang Allah dan kebenaran-Nya. Meskipun Allah telah mewahyukan diri-Nya dalam berbagai cara, kepenuhan pewahyuan-Nya adalah Yesus Kristus (Ibr 1:1-3). 

Sebagai harta yang tidak ternilai, pewahyuan Allah yang penuh ini dipercayakan kepada pemeliharaan Gereja. “Kristus, satu-satunya Pengantara, di dunia ini telah membentuk Gereja-Nya yang kudus, persekutuan iman, harapan dan cinta kasih, sebagai himpunan yang kelihatan.

Ia tiada hentinya memelihara Gereja. Melalui Gereja Ia melimpahkan kebenaran dan rahmat kepada semua orang” (LG 8).

Wewenang mengajar Gereja dalam hal imandilaksanakan atas nama Yesus Kristus”. 

Iman sebagaisuatu jawaban pribadi kepada pewahyuan itu” (keutamaan iman). Kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakanketaatan iman”. 

Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan”, dan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya.

Supaya orang dapat beriman seperti itu, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, juga bantuan batin Roh Kudus, yang menggerakkan hati dan membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan “pada semua orang rasa manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran”.

Supaya semakin mendalamlah pengertian akan wahyu, Roh Kudus itu juga senantiasa menyempurnakan iman melalui karunia-karunia-Nya" (DV 5).

Keutamaan pengharapan

Dari semua keutamaan Kristiani, tampaknya harapan yang paling sedikit diperhatikan dan mudah dilupakan. Pengharapan berpusatkan pada Allah. Keutamaan yang bersamanya kita berharap dengan penuh kepercayaan kepada kepenuhan kemuliaan, tujuan akhir hidup kita, berhadapan muka dengan Allah. Bagi orang Kristen, pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa (Ibr 6:19).

Pengharapan adalah suatu keutamaan yang memandang ke masa depan, tetapi tidak melupakan masa lalu atau menolak masa kini

Dalam pengharapan, kita mengharapkan dengan penuh keyakinan pengampunan akan dosa-dosa masa lalu kita karena belas kasih Allah yang telah menebus kita dengan darah Kristus (1 Ptr 1:18-19). 

Pengharapan bukanlah suatu bentuk keutamaan penghiburan. Justru keutamaan pengharapan memanggil kita untuk memperteguh bahwa dalam setiap bentuk penderitaan atau kesulitan yang kita alami, Allah selalu beserta kita (Mzm 23:4). 

Hilangnya pengharapan akan belas kasih Allah (keputusasaan), suatu keyakinan yang keliru bahwa Allah tidak dapat atau tidak akan mengampuni dosa-dosa kita (Yes 1:18).

Obyek yang pertama dan terutama dari pengharapan kita, satu-satunya objek yang terbaik, adalah menjadi milik Allah di sorga.

Keutamaan kasih

Jantung kehidupan orang Kristen adalah keutamaan cinta kasih. 

Santo Alfonsus membagi keutamaan kasih dalam dua aspek

1. Kasih Allah kepada kita

Seperti matahari yang terbit setiap hari untuk menghangatkan bumi, kasih Allah dianugerahkan kepada setiap pribadi kita. Kasih Allah kepada kita ditampakkan secara nyata dalam pribadi Yesus (1 Yoh 4:9-10).

2. Kasih kita kepada Allah

Rahmat Allah kepada kita bersifat gratis dan bebas. Bagaimana kita dapat membalas kasih Allah? Ada banyak cara untuk itu, tetapi cara yang paling utama adalah mengikuti cara yang telah diperlihatkan oleh Yesus, yaitu melakukan kehendak Bapa yang telah mengutus-Nya (Yoh 6:38; Mat 12:50).

Semua kekudusan tercapai karena kasih Allah; namun, kasih Allah tercapai dalam pelaksanaan kehendak Allah; maka, semua kekudusan tercapai karena pelaksanaan kehendak Allah.

Kehendak Allah dinyatakan kepada kita dalam Kitab Suci, Sabda Allah yang hidup, dan di dalam Gereja, yang dibimbing oleh Roh Kudus mengajarkan iman dan moral.

Karena itu, lebih jauh lagi, kehendak Allah dinyatakan kepada kita dalam tugas dan tanggung jawab kita terhadap panggilan hidup kita dan secara konkret, dalam kehidupan nyata kita sekarang di sini. 

Hal yang pokok, meletakkan kehendak Allah dalam segala hal dalam diri kita, bukan hanya ketika kehendak Allah menyenangkan, melainkan juga ketika bertentangan dengan kehendak kita sendiri. 

Ketika segala sesuatu berjalan dengan baik, bahkan pendosa pun tidak menemukan kesulitan untuk mengikuti kehendak Allah; tetapi orang kudus melaksanakan juga kehendak Allah ketika berada dalam kesulitan dan rongrongan cinta diri. Dalam situasi itulah kesempurnaan kasih Allah kita ditampakkan.

Bagi pribadi yang mencintai Allah, tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan.

Kasih kepada Allah “Itulah hukum yang terutama dan yang pertama” (Mat 22:38). Akan tetapi, perintah kedua menuntut suatu prioritas pula, karena perintah kedua menyatu erat dengan perintah utama, sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan (Yoh 15:12,17).

Mengapa kita harus mengasihi sesama? Karena ia dikasihi oleh Allah! Kita harus mengasihi sesama yang dikasihi Allah. Tidak ada orang Kristen yang menjawab kasih Allah dapat mengabaikan kasih kepada mereka yang Dia kasihi.

Ada banyak cara bagi orang Kristen untuk mempraktekan kasih, Santo Alfonsus menekankan dua cara positif dan dua cara negatif

Cara positif yang pertama: pentingnya semangat perdamaian, kasih akan mendorong kita untuk saling memahami satu sama lain (Yes 11:6).

Cara positif yang kedua: pemberian bantuan karitatif, tanggung jawab religius untuk menolong orang miskin dan yang membutuhkan, bukan hanya berasal dari kelebihan kita, tetapi bahkan, bila perlu, berasal dari apa yang kita anggap penting bagi diri kita sendiri (Tob 12:8-9).

Cara negatif yang pertama: menolak sikap menyalahkan orang lain secara serampangan. Keutamaan kasih yang indah, berusahalah menolak setiap sikap menyalahkan orang lain secara serampangan, ketidakpercayaan dan kecurigaan tidak berdasar kepada sesamamu. Dalam damai tidak dapat berkembang di dalam hati yang dipenuhi dengan kecurigaan, kebencian, atau kemalasan.

Cara negatif yang kedua: menghindari cara bicara yang kasar. Orang Kristen sejati akan menghindari fitnah dan umpatan seperti penyakit, dan akan selalu berusaha untuk hanya berbicara apa yang baik tentang sesamanya.

Keutamaan kemiskinan

Di dalam dunia yang mengalami kemajuan yang hebat pun, kesetiaan dalam semangat kemiskinan bersama dan secara pribadi tetap merupakan panggilan yang relevan. Yesus datang menjawab panggilan tersebut, bahkan Dia menyamakan diri-Nya dengan orang miskin (Luk 4:18; 2 Kor 8:9). 

Keutamaan kemiskinan injili dapat ditangkap dengan tepat maknanya bila kita mau peka mendengarkan jeritan kaum miskin, lebih dari sebelumnya, kegelisahan dan penderitan mereka.

Jeritan kaum miskin

Seharusnya mengingatkan kita agar “keinginan berkompromi dengan segala bentuk ketidakadilan social”. Kita mengetahui bahwa ketidakadilan sosial ada di sekeliling kita, dan betapa mudahnya kita mengabaiannya! Ketidakadilan sosial sesungguhnya dapat berwujud praktek bisnis yang tidak jujur, diskriminasi ras, jenis kelamin dan suku, pengabaikan hak-hak buruh dan pekerja, tidak memberikan kesempatan, bahkan bersikap lebih keras kepada usaha-usaha pemberdayaan mereka yang sungguh miskin dan membutuhkan bantuan.

Harus menjauhkan kita dari sikap “mencari kemudahan bagi diri kita sendiri secara tidak terkendali" dan dari sikap "keterikatan terhadap jaminan akan harta milik, pengetahuan, dan kekuasaan”.

Harus meneguhkan kita untuk “berbagi dengan saudara-saudara kita yang membutuhkan”. Berbagi dengan mereka yang membutuhkan merupakan bentuk panggilan kepada keluhuran hati dan tanda kepercayaan yang teguh kepada Tuhan.

Kemiskinan rohani dan semangat kemiskinan menuntut sikap lepas bebas dari keinginan harta dan kekuasaan duniawi.

Keutamaan kemurnian

Bagi orang Kristen, kemurnian bukan hanya dipandang sebagai sikap wajar terhadap seks, melainkan berhubungan erat dengan kasih dan kesucian (1 Tes 4:3-5; Ef 5:1-4). Sebagaimana sebuah jembatan memperoleh kekuatan dari tiang penyangga yang terpancang di dasar sungai, demikian pula kemurnian mempunyai dasar iman Kristen yang paling asasi. 

1. Seks merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan (Kej 1:26-27, 31). Pandangan yang mengatakan bahwa seks adalah jahat dan kekeliruan Allah haruslah ditolak.

2. Seks merupakan anugerah yang penting. Seks penting bagi seseorang secara pribadi dan keluarga. Seks merupakan salah satu pilar yang menopang masyarakat. Karena pentingnya ini, orang Kristen selalu memandang seks secara serius. 

Seksualitas manusia, laki-laki dan perempuan, diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah. Merendahkan seks, menjadikannya bahan ejekan, atau bahkan menganggapnya tidak penting merupakan tindakan merendahkan martabat manusia.

3. Seksualitas yang diciptakan oleh Allah di dalam diri manusia mempunyai arti intrinsik yang tidak dapat dihapuskan atau diabaikan

Menurut ajaran Gereja, arti intrinsik tersebut diartikulasikan di dalam Gereja melalui Paus dan para uskup di dalam kesatuan dengan Paus. Dengan dibimbing oleh Roh Kudus, mereka mempunyai tanggung jawab pastoral untuk menjelaskan ajaran Kristus dalam bidang moral dan iman.

Beberapa prinsip dasar moral seksual sebagaimana telah diajarkan oleh kuasa mengajar Gereja

Tradisi Kristen memegang teguh bahwa persatuan secara seksual antara suami dan istri mempunyai nilai yang tinggi.

Hubungan seks tersebut merupakan ungkapan janji kasih mereka, yang merupakan cermin kasih Allah kepada manusia dan kasih Kristus kepada Gereja

Di dalam rumusan Konsili Vatikan II “Cinta kasih itu secara istimewa diungkapkan dan disempurnakan dengan tindakan yang khas bagi perkawinan. Maka dari itu, tindakan, yang secara mesra dan murni menyatukan suami-istri, harus dipandang luhur dan terhormat; bila dijalankan secara sungguh manusiawi, tindakan-tindakan itu menandakan serta memupuk penyerahan diri timbal-balik, cara mereka saling memperkaya dengan hati gembira dan rasa syukur” (GS 49). 

Namun, di mana tidak ada perkawinan, di mana tidak ada hidup bersama dan cinta, di mana tidak ada komitmen, persatuan seksual salah secara moral.

Di dalam persatuan suami-istri terdapat hubungan yang tidak terpisahkan antara makna kesatuan (pemberian cinta) dan makna prokreatif (pemberian hidup). Suami-istri, atas kehendak mereka, secara moral hendaknya tidak membedakan kedua makna seksual tersebut. Di dalam kerangka ini, kontrasepsi buatan tidak mendapatkan tempat.

Janji perkawinan menegaskan pentingnya kesetiaan dan eksklusifnya cinta, di dalam suka dan duka, dalam sakit dan sehat. Perzinahan merupakan ancaman langsung terhadap kesetiaan dan cinta ekskluif. Dengan perzinahan, cinta sejati dalam perkawinan dikhianati.

4. Dorongan seksual dan kebutuhan akan pengendalian diri

Seperti listrik dapat memberikan banyak manfaat di rumah kita jika digunakan dengan tepat; dengan kecerobohan sedikit saja, hubungan pendek listrik dapat menghancurkan seluruh rumah kita. 

Banyak orang kudus menasihatkan pentingnya keutamaan kemurnian sehingga kita dapat mengendalikan diri terhadap dorongan seksual yang berlebihan. Yang paling berbahaya bagi kemurnian adalah “kesempatan berdosa”. 

Kesempatan berdosa seperti jaring baja yang menjerat dan memaksa seseorang hingga menyerah. Dorongan seksual, salah satu buah dosa asal, berarti bahwa dorongan daging tidak secara otomatis menjadi alasan dan rahmat. Karena dorongan seksual, ada kecenderungan dari laki-laki maupun perempuan untuk mengubah kebenaran, cinta yang mengarah kepada orang lain, hanya pada kepuasan cinta diri. Jadi, dorongan seksual membutuhkan pengendalian

Kelemahan daging adalah bagian yang tetap dari sifat kejatuhan manusia. Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut (Paus Yohanes Paulus II; Rm 8:2).

Keutamaan ketaatan

Seperti udara yang kita hirup, ketaatan merupakan bagian utama dari kehidupan kerohanian kita. Meskipun kita mungkin tidak menyadarinya setiap saat, ketaatan mewarnai kehidupan kita dan secara tetap ada di dalam iman kita kepada Allah.

Keutamaan ketaatan adalah keutamaan moral yang mendorong orang Kristen untuk menundukkan diri kepada hukum Allah dalam semua wujudnya. Allah sendiri menjadi sumber dari semua hukum. 

Ketaatan adalah jawaban positif, bukan hanya kepada hukum sipil atau ketentuan Gereja, melainkan juga kepada kuasa Allah sendiri. Dalam upaya sungguh-sungguh untuk mengetahui dan mencari hukum kodrat, mendengarkan, dan menaati hukum Allah sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci, mematuhi hukum Gereja dan menegakkan hukum yang adil dalam masyarakat, seorang Kristen sebenarnya sedang mewujudkannya kepada Allah. 

Ketaatan kita kepada Allah haruslah mutlak dan sempurna. Apabila penguasa manusia melawan kuasa Allah dan memerintahkan sesuatu yang melawan moral atau perbuatan dosa, maka “kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia!” (Kis 5:29). Ketaatan adalah cara paling mudah untuk menunjukkan kasih (Yoh 15:10; 5:30; Ibr 5:8-9).

Orang Kristen tidak cukup menaati hukum Gereja. Benar bahwa perintah Allah dan hukum Gereja dilaksanakan, tetapi dasar pelaksanaannya bukan pada ketentuan yang tertulis, melainkan ditemukan di dalam Yesus Kristus sendiri, yang hidup di dalam diri kita melalui Roh-Nya, yang adalah hukum kehidupan kita.

Ketaatan Kristen bukanlah ketaatan budak atau pelayan, sebagaimana kadang-kadang dipikirkan orang, melainkan suatu jawaban kepada kasih Yesus (Thomas Merton)

Keutamaan kerendahan hati

Kerendahan hati menduduki tempat yang utama di dalam kehidupan dan ajaran Yesus (Mat 11:29; Flp 2:6-8).

Kerendahan hati sama dengan keutamaan pelayanan yang fundamental dari semua dasar bangunan keutamaan Kristen (Pater Bernard Haring)

Kerendahan hati adalah kebenaran (Santa Teresia dari Avila). Untuk memahami definisi ini, kita harus membaginya menjadi dua bagian

Kebenaran dalam arti kebenaran itu sendiri (inti kerendahan hati). Ini berarti bahwa kita menyadari keadaan kemanusiaan kita sebagai ciptaan Allah. Artinya, kita mengakui kebenaran mendasar tentang diri kita: bahwa Allah adalah Pencipta dan Asal dari semua anugerah kita (Kis 17:24-28). 

Kebenaran yang paling mendasar tentang diri kita adalah bahwa setiap anugerah dan talenta yang kita miliki berasal dari tangan Allah. Di dalam diri-Nya kebenaran mengandung pengetahuan yang mengajak kita untuk mengingat hal tersebut. 

Kerendahan hati tidak menuntut kita untuk menolak anugerah dan talenta yang kita miliki. Sebaliknya, kerendahan hati hanya menuntut kita untuk mengetahui dari mana anugerah dan talenta itu berasal.

Seorang yang sombong adalah seperti sebuah balon yang terisi penuh dengan udara, yang tampaknya hebat, tetapi kehebatannya, dalam kenyataannya, tidak lebih daripada sedikit udara yang akan segera hilang begitu balon tersebut terbuka.

Ia yang mencintai Allah tidak menipu diri dengan miliknya sendiri karena ia mengetahui bahwa apa pun yang ia miliki adalah suatu anugerah dari Allah, bahwa tanpa Allah ia tidak memiliki apa-apa.

Kebenaran dalam tindakan

“Kebenaran dalam kebenaran” mengandung arti bahwa dasar keyakinan kita akan diri kita sendiri serta kemampuan dan talenta kita mempengaruhi perilaku, perkataan, dan hubungan kita dengan sesama.

Seluruh penampilan kita akan menampakkan bahwa apa pun talenta yang kita miliki, itu adalah rahmat Allah. Karena itu, kita seharusnya tidak meremehkan orang lain, terutama karena kita telah mengenal kebenaran yang memberikan kebebasan kepada kita (kebebasan dari belenggu gambar yang keliru, dari kepicikan, kecemburuan, dan iri hati, serta dari sikap kepura-puraan).

Orang yang rendah hati tidak peduli akan kata orang terhadap dirinya, tidak memboroskan waktu untuk tampil berlebihan, tidak mengejar kedudukan, tidak menaruh curiga terhadap maksud baik orang lain, tidak kecewa ketika tidak berhasil mendapatkan yang dia kehendaki, tidak mendendam atau mencari kesempatan untuk balas dendam. Sesungguhnya, orang yang rendah hati terhindar dari banyak hal yang merugikan (Dom Hubert van Zeller). 

Seorang yang rendah hati tidak takut gagal. Sesungguhnya, ia tidak takut terhadap siapa pun, termasuk dirinya sendiri, karena kesempurnaan kerendahan hati menjadikan ia percaya kepada kekuatan Allah, yang mengatasi segala jenis kekuatan lain dan yang mampu mengalahkan segala rintangan apa pun (Thomas Merton). 

Kerendahan hati membuahkan kebebasan dan kedamaian, memberi kita perspektif baru tentang kehidupan secara menyeluruh.

Keutamaan penyangkalan diri

Keutamaan Kristen penyangkalan diri, yaitu “menyangkal diri” dengan secara sadar menolak nafsu dan keinginan yang tidak teratur (Gal 5:24). Penyangkalan diri merupakan cara untuk melawan kecenderungan jahat agar tetap setia kepada kehendak Allah.

“Allah tidak menciptakan seonggok daging” merupakan suatu sindiran yang penuh makna. Paus Yohanes Paulus II sangat sering menegaskan pentingnya nilai kasih akan diri sendiri yang sejati dan nilai dasar emosi manusia. Apakah dalam hal ini ada suatu kontradiksi antara apa yang kita percayai sekarang ini mengenai nilai-nilai baik di dalam diri kita dan apa yang sedang kita bicarakan tentang “penyangkalan diri”?

Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat kita temukan hanya bila kita memahami secara seimbang pandangan Kristiani mengenai kodrat manusia. Kodrat manusia tidak semuanya baik dan juga tidak semuanya jahat. Ada keseimbangan di antara keduanya.

Penyangkalan diri penting untuk mengendalikan kecenderungan keduniawian, ketidaksetiaan, kegelapan, dan ke-aku-an yang menjadi unsur kodrat manusia.

Dalam arti ini, keutamaan ini tampak negatif. Akan tetapi, maksud utamanya amatlah positif, yaitu memupuk kehidupan rohani, pembaruan kodrat manusia agar menjadi semakin serupa dengan Kristus.

Santo Alfonsus membuat suatu pembedaan yang tegas antara 

penyangkalan disiplin eksternal mengacu kepada kedisiplinan, seperti puasa, pantang, menjaga tutur kata dan kesopanan. Semua itu penting bagi orang Kristen, khususnya untuk menghindari dosa atau ketika diwajibkan oleh Hukum Gereja, seperti dalam masa Prapaskah yang diwajibkan pantang dan puasa.

penyangkalan diri internal mengacu kepada kedisiplinan hati seperti mengendalikan dorongan nafsu dan emosi kita. Penyangkalan diri ini jauh lebih penting. Orang Kristen yang melaksanakan puasa dan laku tapa yang lain, tetapi “tidak berusaha sungguh-sungguh mengatasi nafsunya, seperti dendam, amarah, kemalasan, dan kesukaan akan sentuhan tidak sopan”, tidak akan membuat kemajuan yang berarti dalam kekudusan!

penyangkalan diri berdasarkan pilihan kita. Kita bisa memilih sendiri bentuk-bentuk latihan penyangkalan diri yang paling berguna dan sesuai dengan situasi kita.

Penyangkalan diri yang ditentukan oleh Allah. Salib dan tantangan hidup yang datang dari Tuhan dan sebagai konsekuensi hidup Kristen jauh lebih menguduskan kita: ketabahan di dalam masa sulit atau kesepian. Memikul salib dengan cinta akan membawa kita semakin dekat dengan Kristus.

Seperti anak kunci berpasangan dengan kunci, pandangan penyangkalan diri Kristen terkait erat dengan sabda Yesus (Luk 9:23-24; Mat 10:39).

Keutamaan rekoleksi

Sama seperti kasih manusiawi dikuatkan oleh kehadiran orang yang dikasihi, demikian pula kasih kita kepada Allah dikuatkan oleh kesadaran kita akan kehadiran-Nya. Semakin kita menyadari kehadiran Allah, semakin kita mengenal dengan baik keindahan kasih-Nya yang meluap dan tertanam di dalam hati kita. 

Jadi, rekoleksi bukanlah keutamaan yang khusus seperti ketaatan atau kerendahan hati, tetapi lebih sebagai rangsangan untuk memperdalam keutamaan Kristiani lainnya.

Empat langkah untuk berjalan bersama Allah (pilih satu langkah yang sangat membantu kita)

1. Menghadirkan gambaran hidup Tuhan Yesus ke dalam hidup kita saat ini (memikirkan Yesus sebagai seorang bayi di Betlehem, seorang tukang kayu yang magang di Nazaret, sebagai orang pengkotbah yang penuh kasih di Galilea, serta sebagai seorang yang mengalami penderitaan dan kematian di Kalvari). Dengan cara ini kita dapat dengan mudah menghubungkannya dengan kehidupan kita sekarang ini.

2. Dengan mendasarkannya kepada kebenaran ajaran iman yang kudus. Ajaran iman mengajarkan bahwa Allah ada di mana-mana dan bahwa Allah meneguhkan kita (Kis 17:24-27). Dari waktu ke waktu sepanjang hari, kita nyatakan kehadiran Allah secara sederhana, dengan membuat pengakuan iman, seperti “Ya Allahku, aku percaya bahwa Engkau hadir di sini saat ini.”

3. Dengan memandang Allah dalam ciptaan-Nya.

4. Bersatu dengan Allah dalam diri kita yang terdalam. Sesungguhnya, yang paling penting dari semua kebenaran Kristen adalah Allah tinggal di dalam orang yang mencintai-Nya! (Yoh 14:23)

Keutamaan doa

Seperti jantung yang memompa darah ke seluruh bagian tubuh, demikian pula doa menjadi sumber bagi seluruh kehidupan Kristiani. Tanpa doa, pertumbuhan rohani tidaklah mungkin. Keutamaan doa dikuasai oleh Allah dan membimbing kita untuk lebih dekat kepada-Nya dibandingkan dengan keutamaan lainnya.

Keutamaan salib

Salib adalah suatu simbol yang mengacu kepada penderitaan kehidupan manusia; penderitaan yang dapat berupa, baik di dalam ataupun di luar diri manusia, penderitaan fisik, psikologis, ataupun spiritual. 

Misalnya, merosotnya kesehatan, kekuatiran dalam hal keuangan, kekalutan emosional, keretakan hubungan dengan keluarga atau teman, penderitaan batin, godaan, dan kekeringan rohani.

Penderitaan seperti itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hidup manusia, suatu kenyataan yang harus dihadapi oleh seseorang, apa pun bentuknya.

Orang Kristen sejati seharusnya bertanya, "Bagaimana penderitaan itu dialami dan dihayati dengan mengembangkan sebuah cinta salib?" Cinta salib tidak berbicara mengenai upacara penderitaan sadistis tetapi berbicara tentang semangat kesabaran dan penyerahan diri kepada kehendak Allah

Jika diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari semangat ini akan mengingatkan kita untuk menghadapi penderitaan kita tanpa mengeluh, tanpa rasa pedih, tanpa harus mengeraskan hati, dan tanpa terpisah dari Allah

Semangat Kristus akan mengajar kita untuk berani memikul salib kita dengan kesabaran, ketenangan hati, dan cinta. Cinta akan salib merupakan suatu jawaban terhadap ajakan Yesus (Mrk 8:34).

Siapa saja yang bertumbuh dalam keutamaan ini akan segera mengalami kedamaian di dalam hatinya. Kedamaian ini hanya datang ketika kita memikul salib kita dengan kesabaran dan penyerahan diri. Dan memampukan kita untuk berbagi dalam cara-cara khusus, dalam perutusan Yesus yang membebaskan dan penderitaan kita mendapatkan arti baru (Kol 1:24).

(Sumber: Warta KPI TL No.112/VIII/2013 » Bertumbuh Dalam Keutamaan Kristiani Menimba Rahmat Bersama Santo Alfonsus Liquori, Daniel L. Lowery, CSsR).




Kamis, 28 Juli 2016

06.39 -

7 Pilar dasar kehidupan Kristiani



Keutamaan-keutamaan Katolik adalah cara untuk menjalani suatu kehidupan moral yang unggul dan baik menurut standar yang ditentukan oleh Kitab Suci dan Tradisi Gereja Katolik.

Menurut Gereja Katolik, ada dua jenis keutamaan (= kebajikan). Pertama, kebajikan ilahi (1 Kor 13:13 – iman, harapan dan kasih). Kedua, kebajikan manusiawi (Keb 8:7 - kebijaksanaan, keadilan, keberanian dan penguasaan diri

Kebajikan adalah suatu kecenderungan yang tetap dan teguh untuk melakukan yang baik. Ia memungkinkan manusia bukan hanya untuk melakukan perbuatan baik, melainkan juga untuk menghasilkan yang terbaik seturut kemampuannya, dengan segala kekuatan moral dan rohani. Ia berusaha untuk mencapainya dan memilihnya dalam tindakannya yang konkret.

Memelihara keutamaan-keutamaan dalam kehidupan seorang Kristen berarti menjadi serupa dengan Kristus. Sebaliknya, menciptakan ruang bagi hal-hal yang berlawanan dengan kedua jenis keutamaan itu berarti memelihara kehancuran diri.

Lawan dari kehidupan berdasarkan keutamaan dapat ditemukan pada daftar tradisional mengenai tujuh dosa pokok, yaitu: sombong, kikir, cabul, gelojoh, iri hati, marah dan malas).

Meskipun ketujuh dosa ini bukan lawan seperti bayangan dalam cermin terhadap keutamaan-keutamaan, namun kehidupan yang membuka diri kepadanya tidak sesuai dengan kehidupan yang berdasar pada keutamaan.

Tujuan kehidupan yang berkebajikan
ialah menjadi serupa dengan Allah.
(Gregorius dari Nisa)

Kebajikan Manusiawi adalah sikap yang teguh, kecenderungan yang dapat diandalkan, kesempurnaan akal budi dan kehendak yang tetap, yang mengarahkan perbuatan kita, mengatur hawa nafsu kita dan membimbing tingkah laku kita supaya sesuai dengan akal budi dan iman.

Mereka memberi kepada manusia kemudahan, kepastian dan kegembiraan untuk menjalankan kehidupan moral secara baik. Manusia yang berkebajikan melakukan yang baik dengan sukarela.

Kebajikan moral diperoleh oleh usaha manusia. Ia adalah buah dan sekaligus benih untuk perbuatan baik secara moral; ia mengarahkan seluruh kekuatan manusia kepada tujuan, supaya hidup bersatu dengan cinta ilahi.

Kebajikan manusia yang diperoleh melalui pendidikan, latihan, dan ketekunan dalam usaha, dimurnikan dan diangkat oleh rahmat ilahi. Dengan bantuan Allah menggembleng watak dan memberi kemudahan dalam melakukan yang baik.

Kalau seseorang mengasihi kebenaran, maka kebajikan adalah hasil jerih payah kebijaksanaan. Sebab ia mengajarkan menahan diri dan berhati-hati, keadilan dan keberanian (Keb 8:7).

Kebijaksanaan adalah kebajikan yang membuat budi praktis rela, supaya dalam tiap situasi mengerti kebaikan yang benar dan memilih sarana yang tepat untuk mencapainya. Kebijaksanaan langsung mengatur keputusan hati nurani.

Berkat kebajikan ini kita menerapkan prinsip-prinsip moral tanpa keliru atas situasi tertentu dan mengatasi keragu-raguan tentang yang baik dan buruk yang harus dielakkan.
- Orang yang bijak memperhatikan langkahnya (Ams 14:15).
- Kebijaksanaan ialah akal budi benar sebagai dasar untuk bertindak (St. Tomas).

Keadilan sebagai kebajikan moral adalah kehendak yang tetap dan teguh untuk memberi kepada Allah dan sesama, apa yang menjadi hak mereka.

Keadilan terhadap Allah dinamakan orang ‘kebajikan penghormatan kepada Allah (virtus religionis). Keadilan terhadap manusia mengatur, harmoni yang memajukan kejujuran terhadap pribadi-pribadi dan kesejahteraan bersama.
- Engkau harus mengadili orang sesamamu dengan kebenaran (Im 19:15).
- Hai tuan-tuan, berlakulah adil dan jujur terhadap hambamu; ingatlah, kamu juga mempunyai tuan di sorga (Kol 4:1).

Keberanian adalah kebajikan moral yang membuat tabah dalam kesulitan dan ketekunan dalam mengejar yang baik. Ia meneguhkan kebulatan tekad, supaya melawan godaan dan supaya mengatasi halangan-halangan dalam kehidupan moral.

Kebajikan ini memungkinkan untuk mengalahkan ketakutan terhadap kematian dan untuk menghadapi segala pencobaan dan penghambatan. Ia juga membuat orang rela untuk mengurbankan kehidupan sendiri bagi suatu hal yang benar.
-  Tuhan itu kekuatanku dan mazmurku (Mzm 118:14).
-  Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia (Yoh 16:33).

Penguasaan diri adalah kebajikan moral yang mengekang kecenderungan kepada berbagai macam kenikmatan dan yang membuat kita mempergunakan benda-benda duniawi dengan ukuran yang tepat.

Manusia yang menguasai diri mengarahkan kehendak indrawinya kepada yang baik, mempertahankan kemampuan sehat untuk menilai.
- Janganlah menuruti segenap keinginanmu, melainkan jauhkanlah dirimu dari segala nafsumu (Sir 18:30).

Kebajikan ilahi adalah dasar jiwa, dan tanda pengenal tindakan moral orang Kristen. Mereka membentuk dan menjiwai semua kebajikan moral.

Mereka dicurahkan oleh Allah ke dalam jiwa umat beriman, untuk memungkinkan mereka bertindak sebagai anak-anak Allah dan memperoleh hidup abadi. Mereka adalah jaminan mengenai kehadiran Roh Kudus dalam kemampuan manusia. 

Ada tiga kebajikan ilahi (1 Kor 13:13):

Iman adalah kebajikan Allah, olehnya kita percaya akan Allah dan segala sesuatu yang telah Ia sampaikan dan wahyukan kepada kita dan apa yang Gereja kudus ajukan supaya dipercayai. Karena Allah adalah kebenaran itu sendiri.
- Dalam iman ‘manusia secara bebas menyerahkan seluruh dirinya kepada Allah (DV 5). Karena itu manusia beriman berikhtiar untuk mengenal dan melaksanakan kehendak Allah.
- Orang benar akan hidup oleh iman  (Rm 1:17).
- Hanya iman yang bekerja dalam kasih (Gal 5:6).
- Iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati (Yak 2:26).
- Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga kan menyangkalnya di depan Bapa-Ku di sorga (Mat 10:32-33).

Iman
adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan
dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat
(Ibr 11:1)

Iman merupakan Misteri agung yang sulit dipahami. Satu-satunya cara untuk memahami iman adalah hidup dalam iman.

Beriman kepada Yesus berarti memutar haluan untuk menyerahkan seluruh hidup kita kepada-Nya dan menemukan di dalamnya kegembiraan yang lebih besar daripada semua kegembiraan dan penderitaan yang sementara dalam kehidupan ini.

Iman tumbuh karena pengalaman akan iman orang lain dengan mengambil bagian dalam kehidupan komunitas iman.

Pertumbuhan iman diukur bukan oleh pendapat atau harapan orang lain tetapi hanya dengan ukuran-ukuran Injil.

Hidup menjadi rapuh bila iman lemah atau tidak ada sama sekaliMemiliki iman hidup akan lebih berarti dan memiliki tujuan.

Pandangan yang keliru bahwa iman pada dasarnya menghendaki kita untuk mematikan daya nalar supaya dapat menerima sesuatu yang tidak masuk akal yang disebut “iman buta” tidak mendapat tempat di sini.

Iman buta” seperti ini dapat ditemukan dalam ucapan orang yang mengatakan, “hanya dengan iman kamu akan memahaminya» kalimat ini berarti kita tidak perlu bertanya dan memiliki keraguan. Pandangan ini seringkali digunakan orang sebagai penjelasan atas pertanyaan mengapa kita harus menerima dokrin agama.

Untuk beriman kita perlu bukti, iman tanpa bukti tidak bisa dipertanggungjawabkan. Allah selalu menjawab iman yang mempertanyakan (Adrienne vor Speyr).

Ajaran Gereja Katolik menjawab pertanyaan yang paling mendasar dalam hidup kita. Pertanyaan-pertanyaan ini hanya bisa dijawab dengan memuaskan jika kita punya keterbukaan hati terhadap rahmat Tuhan, menerima apa yang dinyatakan Yesus melalui Gereja yang didirikan-Nya.

Untuk menegaskan kembali ajaran Gereja (yang sudah berakar sebelumnya) dan menjaganya terhadap serangan ajaran-ajaran sesat/menyimpang, Gereja mengadalan Konsili. Dan Konsili menghasilkan Magisterium (Wewenang mengajar Gereja).

Iman bukanlah “penopang”, “tempat pelarian”, atau “jaket pengaman” sebagaimana anggapan orang. Iman lebih sebagai kaki untuk melompat daripada tiang untuk bertaut; lebih sebagai dorongan untuk mengambil resiko daripada pelarian; lebih sebagai sumber ketidakamanan daripada sumber keamanan.

Kadangkala orang berpikir tentang iman sebagai sumber keamanan yang mutlak. Padahal iman sejati menjadi sumber keamanan hanya dalam pengertian yang sama seperti cinta dalam suatu perkawinan yang baik menjadi sumber keamanan, atau hubungan saling menyayangi di antara dua sahabat menjadi sumber keamanan. Kita tidak tahu ke mana perkawinan atau persahabatan itu membawa kita.

Dalam pengertian ini, iman paling tepat digambarkan sebagai sebuah petualangan. Atau juga dapat dilihat sebagai paradoks: menghibur yang menderita dan membuat menderita yang nyaman.

Iman adalah suatu pengalaman jatuh bangun, dan bukan sekali jadi. Iman tidak memastikan ke mana anda akan melangkah tetapi memastikan bahwa anda akan melangkah ke mana pun. Ibaratnya perjalanan tanpa peta. Keraguan bukanlah musuh iman tetapi elemen iman (Tilich)

Apa yang tidak disadari orang adalah resiko agama. Mereka menganggap iman sebagai selimut penghangat di tengah cuaca yang dingin membeku, padahal iman adalah salib, jauh lebih sulit untuk percaya daripada tidak percaya. ... Jangan berharap iman akan memuluskan semuanya bagimu. Iman adalah kepercayaan, bukan kepastian (Flanerry O’Connor).

Kita benar-benar menghayati iman kita hanya dalam dan dengan dan melalui orang-orang beriman yang adalah Gereja, komunitas umat beriman.

Tujuan utama dari komunitas iman bukan untuk menyediakan rahim hangat bagi setiap orang untuk mengungsi dari dunia, tetapi untuk membangun komunitas doa dan pelayanan.

Hubungan yang paling penting dalam kehidupan iman bukan hubungan dalam pengertian “persekutuan”, melainkan hubungan antara orang-orang beriman dan yang terpanggil oleh iman untuk saling peduli.

Komunitas iman bukan sekedar berkumpul bersama orang lain saat perayaan Ekaristi atau minum kopi bersama. Tetapi itu suatu realitas yang jauh lebih dalam. Komunitas perlu bagi iman dan merupakan ekspresi iman.

Iman yang dangkal adalah iman yang tidak dapat bertahan dalam keheningan, yang tidak dapat bertahan tanpa disibukkan terus menerus oleh interaksi dalam komunitas.

Iman menuntut kita mampu menyendiri dengan Allah, karena hanya ketika kita dapat menemukan Allah dalam kesendirian, kita dapat menemukan Allah dalam komunitas.

Sesungguhnya tanpa kesendirian tidak mungkin bisa menjalani suatu kehidupan rohani. Kesendirian diawali dengan menyediakan waktu dan tempat untuk Tuhan. Jika kita sungguh percaya bahwa Tuhan tidak hanya ada, tetapi juga secara aktif hadir dalam hidup kita – menyembuhkan, mengajarkan, dan membimbing – maka kita perlu menyediakan waktu dan tempat untuk memberi Dia perhatian yang tidak terbagi-bagi (Henry Nouwen).

Ketika kita mampu mengenal Roh Allah pemberi kehidupan di tengah kesendirian kita, dan oleh karenanya mampu menegaskan identitas sejati kita, kita pun dapat melihat Roh Allah yang sama itu berbicara kepada kita melalui sesama kita. Dan ketika kita telah mampu mengenal Roh Allah pemberi hidup sebagai sumber dalam kehidupan bersama kita, kita pun akan lebih siap untuk mendengar suara-Nya dalam kesendirian (Henry Nouwen).

Komunitas yang dimaksud tidak dalam pengertian yang dangkal, tempat orang-orang sekedar berkumpul untuk pelarian dan pengungsian.

Komunitas sebagai disiplin merupakan upaya untuk menciptakan ruang bebas dan hampa di antara manusia yang bersama-sama melaksanakan ketaatan sejati. Melalui disiplin komunitas kita mencegah diri kita dari kebersamaan dalam ketakutan dan kesendirian dan menyiapkan ruang bebas untuk mendengarkan suara Allah yang membebaskan (Henry Nouwen).

Komunitas tidak harus berkumpul bersama secara fisik,  .... Ruang bagi Allah dalam komunitas melebihi semua batasan waktu dan tempat (Henry Nouwen).

Orang sederhana tidak melihat iman yang ada dalam dirinya, tetapi Allah membiarkan orang lain yang melihatnya dengan jelas.

Harapan  adalah kebajikan ilahi yang olehnya kita rindukan Kerajaan Sorga dan kehidupan abadi sebagai kebahagiaan kita, dengan berharap kepada janji-janji Kristus dan tidak mengandalkan kekuatan kita, tetapi dengan bantuan rahmat Roh Kudus.

Dalam tiap situasi kita harus berharap, agar dengan rahmat Tuhan kita ‘dapat bertahan sampai akhir... dipersatukan bersama Kristus, mempelai-Nya, dalam kemuliaan sorga’.
- Marilah kita berpegang teguh kepada pengakuan tentang harapan kita, sebab Ia yang menjanjikannya, setia (Ibr 10:23).
- Allah telah melimpahkan Roh Kudus kepada kita melalui Yesus Kristus, Juru Selamat kita, supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima kehidupan abadi, sesuai dengan pengharapan kita (Tit 3:6-7).
- Harapan Kristen dibentangkan langsung pada awal kotbah Yesus dalam Sabda Bahagia. Pengharapan tidak mengecewakan (Rm 5:5).
- Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita (Ibr 6:19-20).
- Ia juga merupakan senjata yang membela kita dalam perjuangan keselamatan kita: “Baiklah kita sadar, berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan” (1 Tes 5:8).
- Harapan memberi kepada kita kegembiraan dalam pencobaan sekalipun: Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan (Rm 12:12).
- Ia mengungkapkan diri dalam dan dikuatkan oleh doa, terutama doa Bapa Kami.

Keutamaan pengharapan adalah pokok dalam seluruh Kitab Suci. Pengharapan adalah keutamaan yang memampukan kita untuk menghadapi masa depan yang tidak pasti. Pengharapan bukan sifat alami manusia. Pengharapan berakar dalam hubungan kita dengan Allah dan keterbukaan kita kepada cinta Allah.

Di sinilah letak perbedaan mendasar antara pengharapan dan optimisme. Jika optimisme percaya bahwa hanya ada yang baik-baik saja dalam hidup ini, maka pengharapan justru percaya bahwa kehidupan itu pantas untuk dijalani entah keadaannya menyenangkan ataupun tidak.

Pengharapan mempunyai cakupan makna yang lebih luas daripada sekedar optimisme belaka. Makna pengharapan itu kekal-abadi, sementara optimisme dibatasi oleh ruang dan waktu di sini dan kini. Pengharapan tampil di malam yang paling gelap, lama setelah optimisme menghilang.

Pengharapan memampukan kita untuk bertahan dalam setiap kesulitan maupun penderitaan yang mungkin dialami dalam hidup sekarang ini.

Ketika kita sedang berada dalam situasi sulit, pengharapan akan berbisik kepada kita, “Ini juga pasti akan berlalu.” Jadi, pengharapan membuat mungkin bagi kita untuk tetap setia kepada janji-janji kita.

Pengharapan menuntut kita untuk menjadi orang yang bebas, orang yang dibebaskan dari ketergantungan pada hal-hal lain selain Allah. Pengharapan memperlihatkan dirinya dalam pengetahuan bahwa kita hanya dapat berusaha semampu kita untuk membawa perubahan, tetapi yang menentukan adalah Allah. Allah pasti bekerja menurut waktu-Nya yang tepat, yang seringkali tidak dipahami oleh manusia.

Pengharapan sejati menjadi sangat luar biasa karena bersumber hanya pada kepercayaan akan Sabda Allah dan janji-Nya, bukan pada bukti nyata (Rm 4:18-19).

Pengharapan Kristiani didasarkan pada kemurahan cinta Allah yang dinyatakan kepada kita secara terus-menerus dan teristimewa dengan pengorbanan Yesus untuk mati di Kayu Salib.

Pengharapan tidak mengharapkan apapun; tidak menuntut kepada Allah hasil tertentu. Pengharapan tidak mengatakan, “Inilah yang saya harapkan, dan jika saya tidak mendapatkannya, Engkau keterlaluan Tuhan.”

Sebaliknya, pengharapan mengatakan, “Inilah hidupku, kuserahkan ke dalam tangan-Mu, terjadilah kehendak-Mu, karena hanya Engkaulah yang tahu apa yang terbaik bagiku.”

Pengharapan yang sesungguhnya adalah jika kita bersedia membuka hati selebar-lebarnya terhadap penyelenggaraan Tuhan, yakni apapun kehendak-Nya, pasti yang terbaik.

Pertanyaan mendasar adalah bagaimana memelihara pengharapan dalam kehidupan kita sehari-hari di dunia. Kita ingin menjadi orang berpengharapan, tetapi kita harus melawan godaan kesombongan dan keputusasaan.

Bagaimana kita memelihara pengharapan sejati tanpa bersikap sombong? Bagaimana kita bisa menjadi orang berpengharapan tanpa menjadi orang optimis belaka, yang dapat dengan mudah menghantar kita kepada keputusasaan?

Dengarklan! Pengharapan tidak berasal dari keinginan yang besar dan terus-menerus, secara desakan batin untuk “bersikap penuh pengharapan”.

Pengharapan tidak datang dari sikap berpura-pura menganggap tidak ada kegelapan, penderitaan, ketidakadilan, kemiskinan, kesakitan atau kemalangan yang terjadi sehari-hari.

Pengharapan tidak tumbuh dalam masyarakat yang mengajarkan kita untuk hidup bagi diri sendiri dan dalam budaya yang menyombongkan sebuah pencapaian sebagai cara satu-dsatunya mengalami kebahagiaan sejati.

Pengharapan juga tidak tumbuh dalam dunia yang mengutamakan individualisme dan yang mengajarkan bahwa satu-satunya hal yang dapat kita percaya dan andalkan adalah diri sendiri.

Keutamaan pengharapan bertahan dan bertumbuh ketika kita tahu dari pengalaman bahwa hidup kita bernilai hanya jika kita melayani dan peduli pada orang lain; jika kita tahu dari pengalaman sendiri bahwa kebahagiaan dialami manusia ketika ia lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada mencintai diri sendiri, dan pengharapan akan memenuhi hati manusia ketika kita belajar dari pengalaman pribadi tentang apa artinya mencintai Allah.

Kasih adalah kebajikan ilahi yang paling utama (1 Kor 13:13), dengannya kita mengasihi Allah di atas segala-galanya demi diri-Nya sendiri dan karena kasih kepada Allah kita mengasihi sesama seperti diri kita sendiri.

Yesus membuat kasih menjadi suatu perintah baru. Karena Ia mengasihi orang-orang-Nya ‘sampai pada kesudahannya’ (Yoh 13:1), Ia menyatakan kasih yang Ia terima dari Bapa-Nya.

Melalui kasih satu sama lain para murid mencontoh kasih Yesus, yang mereka terima dari Dia. Karena itu Yesus berkata: “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku (Yoh 15:9). Dan juga: “Inilah perintah-Ku: yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihimu (Yoh 15:12).

Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi ia bersukacita karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu (1 Kor 13:4-7).

Cinta Kristiani, agape, memberikan pelayanan demi kebaikan orang lain, dan “kesukaan” sering tiidak berhubungan dengan itu. Keutamaan cinta sejati Kristiani bukan cinta romantis, walaupun tentu saja tersedia tempat bagi cinta semacam itu. Keutamaan cinta merupakan dasar mutlak bagi kehidupan Kristiani, sehingga kita harus memberi perhatian penuh kepadanya.

Cinta adalah suatu tindakan atau aksi, bukan suatu perasaan: Cinta adalah perhatian yang aktif terhjadap kehidupan dan pertumbuhan dari sesuatu yang kita cintai. Ketika perhatian yang aktif ini tidak ada maka tidak ada cinta (Erich Fromm, seorang psikolog).

Kunci untuk mencintai adalah pengalaman dicintai, dan pengalaman yang terpenting sehubungan dengan ini adalah pengalami dicintai Allah. Tidak ada suatu pun yang bisa menggantikan kenyataan saya dicintai tanpa syarat oleh Allah.

Sekali pengalaman dicintaioleh Allah, oleh orang lain, atau oleh keduanya – terjadi yang membentuk perspektif kita tentang hidup dan dunia, segala sesuatu menjadi berbeda.

Allah adalah awal sumber cinta. Dalam seluruh Kitab Suci, Allah tampil sebagai kekasih yang setia bagi umat-Nya, dan hubungan antara Allah dengan setiap pribadi digambarkan sebagai hubungan intim penuh kasih. Cinta sebagai hati dan jiwa hidup Kristen.

Cinta Allah menopang dan mendukung semua cinta yang lain. Bahkan sebelum kita mencintai dengan baik, kita harus membuka hati kepada cinta Allah sehingga cinta kita mampu membawa pengaruh yang menyembuhkan kita dari dalam. Tujuannya supaya memberi ruang kepada apa yang disebut “doa cinta kontemplatif”.

Doa ini dapat berupa membiarkan Sabda Allah meresap masuk dan tinggal di dalam hati kita dengan membaca Kitab Suci secara perlahan dan merenungkannya, duduk dan berlutut dengan tenang beberapa saat, sekedar membuka diri kepada cinta Allah. Kosentrasi harus dijaga dengan berulang-ulang mengucapkan doa singkat atau ayat Kitab Suci secara perlahan: ,”Tuhanku dan Allahku”; “Ya Allah, Engkaulah Allah yang kucari”; “Cinta Allah memenuhi hatiku.”

Orang yang menjalankan doa cinta kontemplatif secara teratur setiap hari akan menemukan kemampuan baru yang lebih hidup untuk mencintai dan dicintai.

Keutamaan cinta akan menjadi sejati hanya jika cinta itu bersifat aktif, dalam arti cinta itu harus membantu orang yang dicintai untuk merasa dicintai. Tanpa memberi dan menerima cinta, hidup kita akan hampa dan tanpa tujuan. Dengan cinta, tidak soal apa pun yang terjadi, hidup ini sangat berharga.

(Sumber: Warta KPI TL No.135/VII/2016 » 7 Pilar dasar kehidupan Kristiani, Mitch Finley: KGK  No.1803-1829).