Tampilkan postingan dengan label *Hal terakhir*. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label *Hal terakhir*. Tampilkan semua postingan

Jumat, 20 Juli 2018

Hari penghakiman



Tuhan akan menerangi “yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati” (1 Kor 4:5). 

Meski banyak orang tidak mau berbicara atau memikirkannya, ini adalah fakta bahwa setelah mati (Ibr 9:27) setiap orang akan berada di depan tahta Allah (Mat 25:31), berada di hadapan kursi penghakiman Allah (Rm 14:10) "dihakimi menurut tingkah lakunya" (Why 20:13)

Mereka yang telah mati dengan memberikan hidup sepenuhnya kepada Yesus akan diselamatkan (Luk 9:24). Artinya, mereka yang telah menerima Yesus sebagai Juruselamat, Tuhan, dan Allah akan diselamatkan (Kis 16:30-31); karena telah dibaptis (Mrk 16:16); maka akan masuk ke dalam kehidupan kekal dan melihat Yesus secara langsung (1 Yoh 3: 2). 

Mereka yang telah menjadi orang benar karena bertobat kembali Allah akan masuk “ke dalam hidup yang kekal” (Mat 25:46). 

Yang tidak mau bertobat tentu akan “menerima hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya” (2 Tes 1:9); dicampakkan “ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi” (Mat 22:13). “Mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua” (Why 21:8). 

Untuk itu, jangan menganggap enteng Hari Penghakiman. Berikan hidup ini sepenuhnya kepada Yesus, sang Hakim (Yoh 5:22); yang adalah Kasih (1 Yoh 4:16). 

Mengucap syukurlah kepada Bapa atas “kebenaran di dalam kasih” yang telah disampaikan-Nya (Ef 4:15).

Minggu, 30 Oktober 2016

Lima tahapan menghadapi kematian

Ada lima tahapan yang umumnya dialami oleh orang-orang yang menghadapi kematian, baik kematian atas dirinya sendiri ataupun orang yang dikasihinya (Dr. Elizabeth Kubler-Ross, seorang ahli jiwa):



1. Tahap penolakan dan isolasi (denial and isolation)


Tahap penolakan atau penyangkalan ini terjadi saat awal seseorang mengetahui dirinya atau orang yang dikasihinya menderita penyakit yang berat atau sulit disembuhkan. Ini adalah reaksi pertahanan diri untuk mengatasi goncangan jiwa. 

Pada tahap ini, biasanya dibarengi dengan sikap lebih senang mengisolasi diri karena menitik beratkan pada pencarian jawab.

2. Tahap kemarahan (anger)

Tahap untuk menerima kenyataan menghadapi situasi yang buruk. Dalam taraf ini, perasaan takut dan bingung bercampur aduk, tidak pelak lagi penyangkalan yang lebih keras dalam wujud kemarahanpun muncul. 

Ekspresi dari kemarahan ini bisa berupa kerewelan atau mencari-cari kesalahan pihak lain untuk melampiaskan kemarahannya. Bahkan tidak jarang melakukan protes kepada Tuhan.

3. Tahap tawar-menawar (bargaining)

Pada tahap ini, orang akan sedikit lebih sabar, berusaha menerima kenyataan yang tak terhindarkan, berusaha mengontrol diri. Mengharap orang lain lebih mengasihinya, bagi yang beriman Kristiani, mulai menawar kepada Tuhan untuk mengurangi penderitaannya dan terhindar dari kematian. 

Pada tahap ini ada banyak orang yang bernazar: “Kalau Engkau menyembuhkanku, maka aku akan melakukan ...”

4. Tahap depresi (depression)

Tahapan putus asa, masa depan yang sulit diraih lagi. Sekalipun bagi orang percaya yang sudah mengenal Firdaus. Namun, kesangsian akan lawatan Tuhan tidak terhindarkan, buktinya penyakitnya semakin berat.

5. Tahap menerima (acceptance)

Tahap ketika penderita sudah nampak bisa menerima kenyataan bahwa kematian tidak terhindarkan. Biasanya diikuti dengan penurunan gairah keduniawian, mulai jarang mau diajak berkomunikasi, acuh terhadap peristiwa di sekitarnya. 

Pada tahap bisa menerima kenyataan, penderita mulai terbuka terhadap kunjungan orang lain, meskipun hanya terbuka untuk menerima individu-individu yang dirasakannya bisa memberikan pengayoman dan dukungan.

(Sumber: Warta KPI TL No. 84/IV/2011 » Renungan KPI TL tgl 18 November 2010, Dra Yovita Baskoro, MM).

Rabu, 12 Oktober 2016

Kitab kehidupan

Di Colombia, ada seorang ibu bernama Dr Gloria Polo yang tersambar petir dan hidup lagi.

Inilah kisah hidupnya:

Saya, suami saya dan keponakan laki-laki saya menghadiri acara wisuda di National University of Colombia di Bogota. Sesudah acara wisuda itu, kami pergi ke perpustakaan untuk mengambil beberapa buku di Fakultas Kedokteran Gigi. 

Saya dan keponakan saya memakai payung kecil, sedangkan suami saya mengenakan jas hujannya, dan dia sudah mencapai dinding luar gedung perpustakaan. 

Sementara itu saya dan keponakan saya tanpa sadar mendekati sebuah pohon, karena kami sibuk menghindari genangan-genangan air. 

Ketika kami sedang akan melompat untuk menghindari sebuah genangan air besar, kami disambar petir. Keponakan saya meninggal seketika; sedangkan tubuh saya terbakar di bagian dalam dan luar

Petir menghanguskan saya, payudara saya hilang, praktis seluruh daging dan tulang-tulang iga saya habis; perut, kaki, hati, ginjal dan paru-paru terbakar. 

Rahim saya hancur akibat dari spiral yang berbentuk T yang terbuat dari tembaga. Saya juga terkena serangan jantung, badan saya terlonjak-lonjak karena aliran listrik yang masih ada.

Pada saat daging saya hangus, saya melihat diri saya berada di dalam sebuah terowongan, penuh dengan sukacita dan damai, suatu kebahagiaan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata, tak ada sesuatupun yang membebani saya dalam terowongan itu. 

Di ujung atas terowongan itu saya melihat seperti sebuah matahari, cahaya yang paling indah adalah sumber dari semua kasih, semua kedamaian.

Pada saat saya naik, saya menyadari bahwa saya sudah mati. Saya melihat semua orang dalam saat yang bersamaan, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal

Biasanya saya hanya melihat siapa yang gemuk, kurus, berkulit gelap, atau jelek, selalu dengan prasangka.

Sekarang, di luar tubuh saya melihat bagian dalam, saya dapat melihat pikiran dan perasaan mereka.

Aku tahu tentang orang itu ... entah di dalam tubuh, entah di luar tubuhaku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya (2 Kor 12:3)

Pada saat itu saya mendengar suami saya menangis dengan penuh kesedihan, ia memanggil-manggil saya: “Gloria, jangan pergi! Gloria, kembalilah! Demi anak-anak, jangan menyerah!” 

Dan Tuhan mengizinkan saya kembali, walaupun saya tidak menghendakinya. 

Saya mulai turun perlahan-lahan untuk menemukan tubuh saya. Saya menemukannya tidak bernafas. Tubuh saya terbaring di atas brankar di pusat kesehatan kampus. Saya melihat bagaimana para dokter memberi kejutan listrik untuk mengatasi serangan jantung saya. 

Selama 2,5 jam saya terbaring di bawah pohon, para medis tidak dapat mengangkat tubuh saya, karena tubuh saya masih terus mengalirkan listrik. Waktu aliran listrik berhenti, mereka baru dapat menolong saya dan memulai pernafasan buatan.

Dari situ, saya dibawa ke rumah sakit, di mana mereka dengan cepat memindahkan saya ke ruang operasi dan mulai mengikis semua kulit saya yang terbakar. 

Ketika saya sedang di bawah pembiusan, saya ke luar lagi dari tubuh saya. Saya melihat apa yang dilakukan para dokter bedah atas tubuh saya. 

Pada saat operasi saya sungguh ketakutan! Saya melihat banyak orang ke luar dari dinding ruang operasi. Awal mulanya mereka kelihatan normal, tapi dengan pandangan kebencian di wajah mereka, dengan sorot mata yang menakutkan. 

Pada titik itu melalui pemahaman khusus yang diberikan pada saya, saya menyadari bahwa saya berhutang kepada setiap dari mereka.

Saya melompat dari lantai, ke arah tubuh saya, berusaha masuk ke dalamnya sekali lagi, tapi tubuh saya tak membiarkan saya masuk. 

Saya melarikan diri dan saya tak yakin kapan saya melewati dinding ruang operasi. Saya berharap dapat bersembunyi di selasar rumah sakit tapi saya terakhir seperti melompat ke udara yang kosong. 

Saya melewati terowongan yang mengarah ke bawah. Awalnya ada cahaya dan tampak seperti sarang lebah. Ada banyak sekali orang. 

Tetapi saya mulai turun dan cahaya semakin berkurang, dan saya mulai menuruni terowongan dalam gelap gulita. Kegelapan itu menyebabkan kesakitan, kengerian dan baunya sangat busuk. 

Saya selesai menuruni terowongan dan terdampar dengan putus asa di atas suatu tempat yang rata. Saya biasa mengklaim saya mempunyai kehendak kuat, bahwa tak ada yang dapat menghalangi saya. 

Tapi pada saat ini, itu tak berguna, karena saya ingin memanjat naik, tapi tak dapat. Pada saat itu saya melihat sebuah mulut yang sangat besar menganga di lantai dan saya merasakan kekosongan yang besar dalam diri saya, sebuah jurang yang tak berdasar. 

Yang paling mengerikan dari lubang itu adalah bahwa di dalamnya sama sekali tak dapat dirasakan sekelumit saja dari kasih Allah, tanpa setitikpun harapan. 

Lubang itu menyedot saya masuk dan saya sangat ketakutan. Tubuh saya ada di dalam lubang, tapi kaki saya di tarik dari atas. Itu adalah saat yang sangat menyakitkan dan mengerikan. 

Ateisme saya rontok, saya mulai berseru-seru kepada jiwa-jiwa di api penyucian untuk membantu saya ke luar dari situ. Saat saya berteriak saya merasakan kepedihan yang sangat, karena saya sadar beribu-ribu orang berada di sana. 

Dengan sangat sedih, saya mendengar kertakan gigi, jeritan yang mencekam dan rintihan yang membuat saya menggigil.

Di tengah semua kesakitan itu, saya mulai berteriak: “Siapa yang melakukan kekeliruan ini? saya bisa dibilang orang kudus! Saya tidak pernah mencuri, saya tidak pernah membunuh, saya memberi makan orang miskin, dan saya memberi layanan gigi gratis kepada mereka yang tidak mampu. 

Walaupun saya mengaku ateis, setiap Minggu saya selalu pergi ke Misa. Saya seorang Katolik, tolonglah, saya seorang Katolik, keluarkanlah saya dari sini!”

Ketika saya sedang berteriak bahwa saya seorang Katolik, saya melihat sedikit cahaya. Saya melihat beberapa tangga di atas lubang itu, dan saya melihat ayah saya yang meninggal 5 tahun yang lalu, di sebelah lubang itu diterangi oleh cahaya yang suram, dan empat tangga di atasnya saya melihat ibu saya, dengan jauh lebih banyak cahaya, dalam sikap berdoa.

Ketika saya melihat mereka, saya bahagia. Lalu saya mulai berteriak: “Ayah, ibu tolong keluarkan saya dari sini, saya mohon, keluarkan saya dari sini! 

Mereka tidak bisa menolong saya, tetapi saya melihat ayah saya menangis, memegang kepalanya dengan ke dua tangannya sambil berkata: “Putriku, putriku!” sedangkan ibu saya hanya berdoa.

Lalu saya mulai lagi berteriak: “Tolong keluarkan saya dari sini, saya seorang Katolik! Siapa yang melakukan kekeliruan ini? Tolong, keluarkan saya dari sini!” 

Ketika saya sedang berteriak kedua kalinya ini, terdengar sebuah suara, suara yang manis, suara yang membuat jiwa saya gemetar mendengarnya. Semuanya dilingkupi dengan kasih dan damai, dan semua makhluk melarikan diri dengan ketakutan karena mereka tidak tahan akan kasih dan kedamaian. 

Dan saya merasa ada damai ketika suara yang indah itu berkata kepada saya: “Baiklah, kalau engkau seorang Katolik, sebutkan perintah-perintah dari hukum Allah.”

Di sini saya diuji tentang kesepuluh perintah Allah. Saya hanya tahu ada sepuluh, maka saya memakai cara yang biasa saya pakai di dunia, selalu dengan alasan sempurna, selalu membenarkan dan membela diri sehingga tak ada orang yang sadar apa yang tidak saya ketahui. 

Saya mulai menyebutkan: “Kasihilah Allahmu di atas segala sesuatu dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.” 

Saya mendengar suara: “Baiklah, apakah engkau sudah mengasihi mereka?” dan saya katakan: “Sudah, sudah, sudah! 

Jawabnya: “Tidak! Engkau tidak mengasihi Allah di atas segala sesuatu, apalagi sesamamu seperti dirimu sendiri! Engkau membuat allah yang kau sesuaikan dengan hidupmu hanya pada saat-saat engkau dalam kebutuhan mendesak! 

Engkau tersungkur di hadapan-Nya, saat engkau miskin, ketika keluargamu miskin, ketika engkau ingin masuk perguruan tinggi! 

Dahulu engkau berdoa setiap hari dan engkau akan menyembah dalam waktu yang lama, berjam-jam, mohon kepada Tuhanmu, berdoa dan minta Dia menarikmu ke luar dari kemiskinan, dan mengizinkan engkau memperoleh gelar sarjana dan menjadi orang. 

Ketika engkau butuh uang, engkau berdoa rosario. Tuhan, tolong kirim saya sejumlah uang! Seperti itulah hubunganmu dengan Tuhanmu! Dan di samping itu, engkau meletakkan Tuhanmu begitu rendah, sehingga Merkurius dan Venus lebih kaupercayai untuk keberuntunganmu

Engkau dibutakan oleh astrology, menyatakan bahwa bintang-bintang itulah yang mengatur hidupmu! 

Engkau mulai berjalan dengan macam-macam dokrin dunia

Engkau mulai percaya bahwa engkau akan mati dan akan mulai hidup lagi di dunia! Dan engkau melupakan rahmat! Engkau lupa bahwa engkau telah ditebus dengan darah Tuhanmu!” Ketika mendengar itu, rasanya saya seperti disambar petir. 

Setelah ujian tentang kesepuluh perintah Allah, Dia menunjukkan kepada saya buku Kehidupan. Dalam buku Kehidupan, diperlihatkan dengan jelas, apa yang saya pikirkan/katakan/apa yang ada dalam jiwa; segala sesuatunya diungkapkan secara jelas seperti melihat sebuah film.

Buku Kehidupan dimulai pada saat pembuahan terjadi, ketika sel sperma menyentuh sel telur dan bersatu, terjadilah sebuah pijaran yang indah, cahaya yang memancar dari matahari Allah Bapa. 

Jadi, setelah dalam rahim seorang wanita terjadi pembuahan, rahim itu diterangi dengan terang dari jiwa baru itu. Jiwa itu digenggam oleh tangan Allah Bapa, Dia mengawasinya 24 jam sehari, Dia tak melihat daging tapi hanya jiwa.

Sebagai seorang gadis kecil, saya sudah belajar berbohong untuk menghindari hukuman berat dari ibu. Ketika dosa saya berkembang, dusta saya juga, sebagai senjatanya saya berkata: “Bu, saya bersumpah demi Tuhan ... jika saya berdusta padamu, biarlah petir menyambar saya!”

Ketika saya enggan ke gereja, saya berkata: “Tapi bu, Allah ada di mana-mana, kenapa saya harus ke gereja?” 

Saya juga tak pernah memberi jiwa saya makan dengan Sabda Allah

Tidak ada sepuluh menitpun yang saya gunakan untuk mengasihi Tuhan dengan bersyukur atau sekedar menyampaikan doa sederhana. 

Saya berkata pada diri sendiri “Saya dapat menyelesaikan rosario ini saat sinetron di telivisi sedang menayangkan iklan.” 

Saya lupa satu detail kecil bahwa saya memiliki jiwa dan saya tak pernah merawatnya.

Saya mengatakan menyembah dan mengasihi Allah dengan perkataan saya tapi tanpa sadar saya menyembah setan

Seorang wanita datang ke ruang praktek gigi saya untuk menawarkan layanannya sebagai tukang sihir, dan saya berkata: “Saya tak percaya hal-hal itu, tetapi letakkan jimat-jimat itu di sana, untuk jaga-jaga, untuk keberuntungan.” 

Saya mengatur di sebuah sudut ruangan, di mana pasien tidak tahu, sebuah sepatu kuda dan sebuah tanaman kaktus, yang dimaksud untuk mengusir energi yang buruk.

Saya mengatakan kepada Allah bahwa saya mencintai-Nya, pada saat saya belum terlibat dalam ateisme. Saya memuji Tuhan tetapi biasa mengkritik setiap orang

Bahkan saya biasa mengatakan tak akan mengaku dosa dan tidak pernah berhenti mengkritisi para imam

Tuhan mengatakan kepadaku: “Kau pikir siapa dirimu, menjadikan dirimu Allah dan menghakimi orang-orang yang Kuurapi? Mereka manusia, dan kesucian dari seorang imam dibangun oleh komunitasnya, yang berdoa, mengasihi dan mendukung dia. Jika seorang imam berdosa, yang harus dipertanyakan adalah komunitasnya, bukan dia.” 

Setiap kali saya mengkritik seorang imam, roh-roh jahat akan semakin menempel pada saya.

Ada seorang wanita yang memberi saya uang kembalian dengan berlebih 4.500 peso. Saya menyadari kesalahan wanita itu di mobil ketika meluncur ke kantor saya. 

Tetapi saat itu jalan macet, sehingga saya memutuskan tidak memutar balik. Tetapi saya tetap terbeban karena ayah saya selalu mengajarkan kejujuran dan jangan pernah mengambil uang orang lain. Maka saya pergi mengaku dosa, tetapi saya tidak memperhatikan kata-kata imam, bagi saya yang penting si jahat tidak akan menuduh saya mencuri. 

Tuhan berkata: “Engkau tidak mengembalikan, engkau tidak berbelas kasih. Uang itu hanya uang kecil bagimu, tetapi baginya, yang bergaji minimum, itu adalah senilai biaya makan 3 hari. Wanita itu dan kedua anaknya menderita dan kelaparan selama tiga hari.” 

Saya mencaci dan mengeluh kepada ayah dan ibu saya, karena mereka tidak dapat memberi saya segala sesuatu seperti yang dimiliki oleh teman-teman saya

Saya tidak pernah mengakui dan menghargai apapun yang mereka perbuat untuk saya. Padahal mereka begitu mengasihi saya tanpa memikirkan diri sendiri, untuk menyekolahkan saya. 

Begitu saya mendapat gelar, mereka menjadi terlalu kecil bagi saya. Bahkan saya malu mengakui ibu saya karena ia sangat sederhana, rendah hati dan miskin

Saya selalu berpikir bahwa saya baik dan suci karena saya sudah membayar biaya dokter dan obat bagi orang tua saya ketika mereka sakit.

Ayah saya seorang perokok dan peminum, dia seringkali menghina ibu saya. Dengan bangganya ayah saya bercerita kepada semua orang bahwa ia adalah laki-laki sejati sehingga dia dapat berhubungan baik dengan beberapa wanita. Saya melihat ibu saya menutup wajahnya yang penuh dengan airmata bila ayah saya mulai bercerita tentang wanita lain. 

Begitu saya punya cukup uang, saya mulai menasehati ibu saya untuk berpisah dengan ayah saya, walaupun saya juga mengasihi ayah saya. 

Ibu saya berkata: “Tidak, sayang, tentu saya terluka, tetapi saya sudah mengurbankan diriku karena saya mempunyai 7 anak, sebenarnya ayahmu seorang yang baik. Jika saya pergi, siapakah yang mendoakan keselamatannya? Saya satu-satunya yang dapat berdoa untuknya supaya dia diselamatkan, karena kesakitan dan penderitaanku yang disebabkannya dapat saya persatukan dengan penderitaan Kristus di Salib.” 

Jiwa saya sangat tertekan karena saya tak dapat memahami hal itu ... akhirnya saya berbuat dosa, hati saya menjadi keras seperti batu, dan tidak merasakan apa-apa lagi dalam hati 

Tanpa sadar, saya menjadi penuh kemarahan dan penolakan, saya mudah sekali melukai hati orang lain, membenci, iri hati dan wajah saya selalu terlihat masam dan suram. Hal inilah yang menyebabkan saya mengalami kematian rohani

Sejak itu saya mulai menjadi pemberontak dan mulai memproklamirkan keinginan saya untuk membela wanita. Saya mulai membela aborsi, kumpul-kebo, dan perceraian, menganjurkan ‘mata ganti mata, gigi ganti gigi’. 

Saya tidak pernah berselingkuh tetapi menghancurkan banyak orang dengan nasehat saya. Uang membuat saya dapat membiayai beberapa aborsi karena saya mengklaim bahwa wanita punya hak untuk memilih apakah mereka ingin hamil atau tidak. 

Aborsi adalah pembantaian yang menyakitkan dan mengguncangkan bagi Tuhan

Ketika terjadi aborsi, jiwa itu menjerit dan merintih dalam kesakitan meskipun saat itu dia belum memiliki mata atau daging. Ketika dibunuh, jeritan itu terdengar sehingga sorga terguncang, dan teriakan yang sama kuatnya juga terdengar di neraka, tetapi kali ini karena senang

Sejak aborsi-aborsi itu, saya tidak lagi dapat merasakan kedosaan. Bagiku, segala hal oke saja. Sangat menyedihkan bagaimana semua hutang saya kepada si jahat juga termasuk semua bayi yang telah saya bunuh sendiri, karena saya memakai alat KB berupa IUD. Tanpa sadar saya sudah menjadi sebuah mesin pembunuh bayi.

* Saya biasa berrolahraga 4 jam sehari. Saya mau diperbudak untuk mendapatkan tubuh yang indah dengan cara berbagai macam terapi dan diet, dan saya biasa berkata: “Saya punya payudara yang indah, saya akan memamerkannya. Tak beralasan untuk menyembunyikannya! Begitu juga dengan kaki saya yang indah.”

* Saya tidak pernah punya affair dan saya hanya memiliki 1 laki-laki, suamiku, selama hidup saya. Tetapi Dia menunjukkan kepada saya bagaimana setiap kali dada saya terlihat ketika saya mengenakan pakaian ketat, saya menggugah hati laki-laki lain untuk melihat saya dan berpikir kotor, secara tidak langsung sayalah penyebab dosa. Begitulah caranya saya jatuh dalam dosa. 

Sayapun suka menasehati wanita-wanita untuk tidak setia terhadap suami-suami mereka. Saya menasehati mereka untuk tidak mengampuni dan mendorong perceraian.

* Dunia sedang dilanda kelaparan, tetapi di rumah makanan dibuang-buang. Tuhan berkata: “Saya lapar dan apa yang telah kaulakukan dengan apa yang sudah Kuberikan kepadamu, dan bagaimana engkau memboroskannya. Saya kedinginan dan lihatlah bagaimana engkau diperbudak oleh mode dan penampilan, memboroskan banyak uang untuk perawatan agar kelihatan langsing. Dengan kata lain, engkau mengangkat tubuhmu menjadi allah.”

* Saya mencuri dari anak-anak saya rahmat untuk menjadi seorang ibu di rumah, yang lembut dan penuh kasih, dan bukan seorang yang berada di luar, di dunia, meninggalkan mereka dengan TV, komputer, atau video game bersama dengan para perawat bayi. 

Untuk membungkam suara hati, saya membelikan mereka pakaian bermerek

Anak-anakku biasa berkata: “Mudah-mudahan mama tidak segera pulang karena ada kemacetan lalu lintas di jalan, karena dia benar-benar menjengkelkan dan selalu mengeluh.”

Sebagai seorang istri, saya selalu mengeluh sepanjang hari. Jika suami saya menyapa: “Selamat pagi.”, saya akan menyahut: “Apa maksudmu dengan selamat? Lihat di luar hujan!” Saya juga mengeluh tentang anak-anak. 

Saya suka memanipulasi orang yang kekurangan, contoh: saya membeli belanjaan untuk banyak orang yang kekurangan, tetapi saya tidak melakukannya dengan kasih, tetapi supaya saya tampak baik

Saya katakan kepada mereka: “Ambil belanjaan ini, tetapi gantikan saya dalam pertemuan orang tua murid karena saya tak ada waktu untuk hadir.

Setiap kali saya menggosip, saya mencuri kehormatan orang tersebut dan tidak mungkin saya dapat mengembalikan reputasinya. 

Hukum Taurat adalah rohanitetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa. Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahuKarena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat (Rm 7:14-15).

Tuhan bertanya: “Apa harta rohani yang kau bawa? Apa yang kau lakukan dengan talenta yang Kuberikan kepadamu?” 

Saya hampir tidak ingat bahwa saya mempunyai talenta, bahwa saya adalah kepanjangan tangan Allah yang berbelas kasih. Tuhan terus-menerus menanyakan tentang kasih dan kemurahan hati

Ketika buku kehidupan saya ditutup, saya menyadari bahwa saya mengarah turun ke sebuah lubang dengan pintu di dasarnya. Dan selagi saya mengarah turun, saya mulai memanggil semua orang kudus supaya mereka menolong saya. Ketika saya kehabisan nama orang kudus, yang tinggal hanya kesunyian yang sama. Saya merasakan kekosongan dan kepedihan yang besar.

Saya mengangkat pandangan saya dan bertatap mata dengan ibu saya. Dengan kepedihan mendalam saya berseru kepadanya: “Ibu, betapa malunya saya! Saya terbuang, bu! Ke tempat saya pergi ini saya tak akan dapat berjumpa denganmu lagi!” 

Pada saat itu, mereka mengaruniakan kepadanya sebuah rahmat yang indah. Ia diam, tapi jari-jarinya bergerak dan menunjuk ke atas. 

Sepasang sisik jatuh dari mata saya dengan sangat menyakitkan; kebutaan rohani. Saya melihat sebuah saat yang indah, di mana salah satu pasien saya mengatakan kepada saya: “Dokter, anda sangat materialistis, dan suatu saat anda akan membutuhkan ini. ketika anda menemukan diri anda berada dalam bahaya yang gawat, mintalah Yesus Kristus untuk menutupi dengan darah-Nya, karena Ia tak akan pernah membiarkan anda. Ia telah membayar dengan darah-Nya.”

Dengan malu yang mendalam dan kepedihan saya mulai menangis: “Yesus Kristus, Tuhan, kasihanilah saya! Ampunilah saya, Tuhan, beri saya kesempatan ke dua!” 

Tiba-tiba saya merasa Ia datang dan menarik saya dari lubang itu. Ketika Ia menarik saya ke atas, semua makhluk tersungkur ke tanah. 

Ia mengangkat saya dan menarik saya ke bagian yang rata dan berkata kepada saya dengan penuh kasih: “Engkau akan kembali, engkau akan mempunyai kesempatan kedua ...” 

Jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan,  dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan (Rm 10:9)

(Sumber: Warta KPI TL No. 80/XII/2010 » http://www.gloriapolo.net – wawancara dengan Dr Gloria oleh Radio Maria Colombia).










Kamis, 28 Juli 2016

Re-inkarnasi

Ajaran tentang inkarnasi Allah Putera menjadi manusia adalah salah satu pokok iman Gereja Katolik. Inkarnasi ini hanya terjadi pada Allah Putera. Tidak ada inkarnasi lain.


Sedang re-inkarnasi adalah ajaran Budhisme dan Hinduisme yang mengatakan bahwa setiap manusia akan dilahirkan kembali ke dalam dunia menurut tingkat kebaikan yang dia lakukan pada hidup sebelumnya.



Jika hidupnya baik, maka dia akan dilahirkan kembali (re-inkarnasi) menjadi "sesuatu" yang lebih tinggi derajatnya. Sebaliknya, jika hidupnya jahat, maka dia akan dilahirkan kembali (re-inkarnasi) menjadi "sesuatu" yang lebih rendah derajatnya.



Proses reinkarnasi akan berlangsung terus-menerus mengikuti lingkaran samsara dan baru akan selesai ketika seseorang sudah mencapai derajat yang tertinggi sehingga dibebaskan lingkaran samsara dan masuk ke dalam keabadian (Nirwana). 

Kitab Suci menyajikan kepercayaan yang jelas bahwa hidup itu hanyalah satu kali dan tidak terulang.; penghakiman terjadi langsung sesudah kematian.

Biarkanlah aku, supaya aku dapat bergembira sejenak, sebelum aku pergi, dan tidak kembali lagi, ke negeri yang gelap dan kekam pekat (Ayb 10:20-21).

Manusia membunuh dalam kejahatannya, tapi ia tak mampu mengembalikan roh yang sudah keluar, dan tak dapat melepaskan jiwa yang sudah diterima dunia orang mati (Keb 16:14).

Iman kita mengajarkan bahwa mereka yang sudah meninggal memasuki alam lain, yaitu keabadian.

Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan

Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya.

Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham

Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya.

Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini.

Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita

Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang.

Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini.

Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat.

Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati (Luk 16:19-31).

» Ketika orang kaya itu memohon untuk kembali ke dunia, Yesus tidak menunjuk pada kemungkinan reinkarnasi untuk memurnikan dirinya, tetapi menunjukkan bahwa orang itu harus segera membayar kesalahan-kesalahan dengan penderitaan.

Demikian pula di atas kayu salib, terhadap permintaan penyamun yang bertobat (Luk 23:42 - Santo Dismas Pengaku Iman » dihormati sebagai pelindung orang-orang yang perlu bertobat secara sempurna dan santo pelindung orang yang dihukum mati).

Yesus tidak menunjuk pada reinkarnasi sebagai sarana pemurnian, tetapi langsung berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya, hari ini juga engkau ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus. Katahari inimenegaskan bahwa tidak ada reinkarnasi.

Ajaran yang paling gamblang dan mantab melawan reinkarnasi ialah surat kepada orang Ibrani: “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja dan sesudah itu dihakimi (Ibr 9:27).

Gereja Katolik dengan tegas menolak ajaran reinkarnasi karena tidak sesuai dengan ajaran Yesus

Ajaran reinkarnasi mengingkari adanya neraka, sebab melalui reinkarnasi yang berturut-turut semua manusia akhirnya akan diselamatkan.

Ajaran reinkarnasi juga mengingkari ajaran penebusan, sebab menurut ajaran itu, manusia diselamatkan karena usaha moral dan rohaninya sendiri, bukan karena rahmat Allah.

Ajaran reinkarnasi mengurangi keseriusan kebebasan manusia, sebab keputusan-keputusan orang dalam hidup ini selalu dapat ditinjau kembali. Mungkin mentalitas main game dewasa ini, melahirkan juga gagasan bahwa hidup ini bisa diulang-ulangi (replay) setelah "game-over".

Ajaran reinkarnasi mengingkari kebangkitan badan sebab reinkarnasi mengajarkan orang berganti-ganti pribadi dan badan (Bdk Peter C. phan, 101 Tanya-jawab tentang kematian & Kehidupan Kekal, Yogyakarta: Kanisius 2005).

Penolakan ajaran reinkarnasi ini menggaris bawahi keseriusan hidup kita di dunia ini, sekaligus menekankan sifat kematian, yaitu final, definitif dan tak terbatalkan.

Karena itu orang-orang Kristiani harus menjalani hidup ini secara serius, karena tidak ada "second chance". Jadi, harus dibedakan antara inkarnasi dan reinkarnasi.

Kesadaran akan keseriusan hidup ini bisa membantu kita merencanakan dan menentukan pilihan yang lebih bijaksana dan sesuai dengan tujuan akhir hidup kita. Kita perlu selalu berjaga-jaga, tanpa menjadi lumpuh karena ketegangan.

Yohanes Pembaptis adalah reinkarnasi dari Elia?

Identitas Yohanes Pembaptis (Mat 11:12-14) bisa kita mengerti dengan lebih baik kalau kita menyimak Luk 1:17: "dan ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada ..."

Roh dan kuasa di sini tidak bisa diartikan sebagai jiwa Elia yang be-reinkarnasi dalam diri Yohanes Pembaptis. Ayat ini menunjukkan bahwa semangat atau roh yang menggerakkan Yohanes sama dengan semangat Elia. Misi Yohanes sama dengan misi Elia.

Jadi, Yohanes Pembaptis bukanlah reinkarnasi Elia, atau jiwa Elia menjelma kembali dalam diri Yohanes Pembaptis. Hal ini juga jelas ketika Yohanes ditanya secara gamblang, apakah dia adalah Elia. Jawab Yohanes jelas, "Bukan" (Yoh 1:21).

(Sumber: Seri hidup di balik kematian – Seri Konsultasi Iman 4, Dr Petrus Maria Handoko, CM).

Selasa, 17 November 2015

Bagaimana Kehidupan Kita Setelah Meninggal

Semua orang akan mengalami suatu pengadilan pada hari kematian mereka. Segera setelah menghembuskan nafas terakhir, jiwa kita, tanpa meninggalkan tempat di mana jazad berada, akan di hadapkan ke tahta pengadilan Allah.

Jiwa itu akan terkejut/bingung karena sejak saat itu dia terpisah dari keluarga/sahabat, selain itu menjumpai Penciptanya tidak lagi sebagai Bapa yang penuh belas kasih tapi melihat Allah sebagai hakim yang tegas. Ia akan berada di hadapan tahta pengadilan Hakim, sendirian bersama Allah. 

Segala pikiran/perkataan/perbuatan akan dihakimi, sekecil apa pun dosa itu tidak akan tersembunyi dari Allah, karena Allah begitu kudus.

Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan dan tahan berdiri di hadapan Anak Manusia (Mat 26:41; Luk 21:36).

Ada 2 pengadilan

1. Pengadilan khusussebelum kiamat besar itu datang, ada sorga, api penyucian, neraka; masih mempunyai kesempatan pemurnian (Why 14:13: berbahagialah orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini – masih ada api penyucian).

2. Pengadilan terakhir hanya ada 2 yaitu: sorga, neraka. (Yoh 5:27-29; KGK 1039; Why 20:11-12). Dalam pengadilan terakhir, individu bukannya berdiri sendiri, melainkan ia juga diadili sebagai anggota masyarakat dan di hadapan segenap komunitas umat manusia. 

Ada 2 kesalehan

1. Kesalehan spiritual. Misalnya: suka doa, puasa, baca Kitab Suci.

2. Kesalehan sosial. Misalnya: ikut arisan RT, doa lingkungan dll, dia selalu care di mana sebagai anggota masyarakat Tuhan taruh.

Di dalam doa Credo Para Rasul: kita menyebutkan bahwa setelah kematian-Nya, Yesus turun ke tempat penantian atau neraka. 

Nama neraka ini menurut katekismus dari Konsili Trente, menunjukkan tempat-tempat yang tersembunyi di mana jiwa-jiwa ditahan di sana sebelum mencapai kebahagiaan kekal. 

Penjara ini ada berbagai macam jenisnya.

1. Neraka pertama (Gehenna/lembah) - suasananya gelap, pengap, di mana orang-orang yang terkutuk terus menerus disiksa oleh roh-roh jahat atau setan, dengan nyala api yang tak pernah padam.

2. Neraka kedua - yang berisi api dari Api Penyucian. Di sini jiwa-jiwa dari orang yang adil menderita untuk waktu tertentu, agar mereka sepenuhnya dimurnikan sebelum diijinkan memasuki Tanah Leluhur Sorgawi, di mana tak ada cacad cela yang bisa memasukinya.

3. Neraka ke tiga - tempat di mana jiwa-jiwa para kudus yang mati sebelum kedatangan Yesus Kristus (1 Ptr 3:19), diterima dan di mana mereka menikmati istirahat dalam damai, terbebas dari rasa sakit, dihibur dan didukung oleh pengharapan akan penebusan mereka. 

Mereka adalah jiwa-jiwa suci yang menunggu Yesus Kristus di dada Abraham, dan mereka telah dilepaskan ketika Yesus Kristus turun ke sana. 

Secara tiba-tiba Juruselamat kita memasuki tempat itu dalam wujud cahaya terang, yang memenuhi mereka dengan sukacita yang tak terhingga besarnya, dan memberi mereka kebahagiaan berdaulat, yaitu yang berupa penglihatan atas Allah. 

Maka dengan demikian dipenuhilah janji Yesus kepada pencuri yang baik hati itu: Hari ini juga kamu akan bersama-Ku di Sorga (Luk 23:43).

Di Gereja Katolik ada tiga jenis gereja yang membentuk tubuh mistik Yesus Kristus, memiliki relasi yang tiada putusnya satu sama lain (Persekutuan Para Kudus), yang mempunyai tujuan mengarahkan jiwa-jiwa kepada kemuliaan kekal, tempat akhir di mana semua orang pilihan menuju Yerusalem yang mulia. 

1. Gereja Peziarah/Militan – sedang berjuang di dunia.

2. Gereja Yang Menderita di Api Penyucian – hanya menunggu belas kasihan yang di dunia; menunggu kurban serta doa permohonan bagi mereka (sebagian dari penyembahan umat Kristiani). 

Devosi kepada jiwa-jiwa di Api Penyucian adalah sebuah devosi yang diilhamkan oleh Roh Kudus sendiri, dengan kemurahan hati-Nya, kepada hati umat beriman (2 Mak. 12:45 - Dari sebab itu maka disuruhnyalah mengadakan kurban penebus salah untuk semua orang yang sudah mati itu, supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka).

3. Gereja Yang Jaya – di sorga

Jika kita bebas dari segala bentuk dosa maka kita akan disambut di sorga dan menikmati kebahagiaan sorgawi dan kita bisa memandang wajah Allah dari muka ke muka (1 Kor 13:12). 

Tetapi waktu kita meninggal masih menanggung dosa seringan apa pun dan luka akibat dosa (mis: saya ampuni dia tapi saya tidak dapat melupakan yang dia lakukan); maka Tuhan di dalam kasih dan kerahiman-Nya akan terlebih dahulu memurnikan serta memulihkan jiwa kita di dalam api penyucian. Sesudah pemurnian dan pemulihan, barulah kita disambut di dalam sorga.

Tetapi kalau kita meninggal menolak Tuhan (firman-Nya) dan masih menanggung dosa-dosa berat dan tidak menyesal atas dosa-dosa itu, maka kita akan dilemparkan ke dalam neraka. 

Ketegaran hati kita menolak Allah di dunia ini masih berlangsung di kehidupan yang akan datang. Contoh: harus mengampuni sampai tujuh puluh kali tujuh kali (Mat 18:21-22), kenyataannya tidak mau mengampuni tetapi malah balas dendam.

Siapa meremehkan firmania akan menanggung akibatnyatetapi siapa taat perintah akan menerima balasan (Ams 13:13).

Kita memiliki tiga buah sumber yang jelas tentang Api Penyucian:

1. Dogma Gereja mengenai Api Penyucian berisi dua misteri, yaitu: Pengadilan yang bersifat menghukum dan Kerahiman yang bersifat mengampuni

Gereja ingin menunjukkan sebagai dogma iman, yaitu: bahwa Api Penyucian itu ada dan jiwa-jiwa yang ada di dalamnya bisa ditolong oleh doa-doa permohonan dari umat beriman, terutama melalui Misa Kudus. 

Doa-doa permohonan ataupun persembahan kita bagi orang-orang yang telah meninggal lebih menyukakan hati Allah dari pada doa-doa dan perbuatan baik kita bagi orang-orang yang masih hidup. 

Dan akhirnya, semuanya yang kita persembahkan, dengan rasa kemurahan hati bagi jiwa-jiwa yang malang itu, pada ujungnya nanti akan memberikan manfaat bagi kita juga. 

Tetapi dogma ini seringkali dilupakan oleh sebagian besar umat beriman. Penyebabnya: adanya sikap acuh dan tiadanya iman; pengertian kita terhadap Api Penyucian terlalu sedikit, terlalu kabur, dan iman kita terlalu tipis adanya.

2. Doktrin seperti yang dijelaskan oleh para doktor Gereja. Selain dua dogma ini, terdapat berbagai pertanyaan yang bersifat doktrinal yang belum diputuskan oleh Gereja, yang kemudian telah dijawab oleh para doktor Gereja. 

Pertanyaan-pertanyaan ini menyangkut lokasi dari Api Penyucian, sifat dari penderitaan di dalam Api Penyucian, jumlah dan keadaan dari jiwa-jiwa di dalam Api Penyucian, kepastian dari kebahagiaan yang akan mereka miliki, lamanya penderitaan mereka, pengantaraan dari orang-orang yang hidup demi mereka, serta penerapan dari doa-doa permohonan dari pihak Gereja.

3. Pewahyuan dan penampakan para kudus (pewahyuan pribadi = kenyataan historis, yang berdasarkan kepada kesaksian manusia) yang berfungsi untuk menegaskan ajaran-ajaran para doktor Gereja tadi; tidaklah termasuk di dalam kekayaan iman yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada Gereja-Nya

Penderitaan di dalam Api Penyucian secara pokok adalah sama sifat dan intensitasnya (bergantung kepada beratnya hukuman) dengan di dalam neraka. 

Namun jiwa-jiwa yang malang itu tidak mempunyai keinginan untuk kembali ke dunia ini karena mereka sadar bahwa mereka sudah pasti diselamatkan, karena mereka sudah berada di dalam Api Penyucian.

Pewahyuan pribadi ada dua macam

1. Berupa penglihatan-penglihatan adalah berupa terang atau cahaya bersifat subyektif, yang diberikan oleh Allah kepada pengertian dari makhluk-Nya, untuk mengungkapkan kepada mereka misteri-misteri dari Tuhan. 

Contoh: penglihatan-penglihatan yang diterima oleh para nabi, oleh St. Paulus, St. Bridget, dan banyak lagi orang kudus lainnya. 

Penglihatan-penglihatan ini biasanya terjadi ketika yang bersangkutan dalam keadaan ekstase. Penglihatan ini berisi pernyataan-pernyataan yang misterius yang nampak di hadapan mata dari jiwa seseorang, yang tidak selalu bisa dijelaskan dengan kata-kata. 

Sering sekali penglihatan ini berupa bentuk-bentuk tertentu, gambaran simbolis, yang disampaikan dengan cara yang selaras dengan kemampuan pengertian kita, hal-hal yang murni bersifat spirituil, di mana bahasa sehari-hari tidak mampu menggambarkan ide-ide itu.

2. Berupa penampakan-penampakan, dengan kejadian yang lebih sedikit, adalah berupa fenomena obyektif yang memiliki sasaran eksternal yang nyata. 

Contoh: dari penampakan ini adalah apa yang dialami oleh Musa dan Elia di gunung Tabor, Samuel yang dipanggil oleh dukun Endor, malaikat agung Rafael yang nampak kepada Tobias, dan banyak lagi malaikat lainnya. 

Demikian juga halnya yang terjadi pada penampakan-penampakan dari jiwa-jiwa yang ada di dalam Api Penyucian.

Bahwa roh-roh dari orang mati kadang-kadang menampakkan diri kepada orang yang hidup ini adalah sebuah kenyataan yang tak dapat dipungkiri. 

Bukankah Kitab Injil secara jelas menceritakan hal itu. Ketika Yesus yang bangkit menampakkan Diri pertama kali kepada para rasul-Nya yang sedang berkumpul, dan mereka mengira bahwa itu adalah hantu. 

Juruselamat kita tidaklah mengatakan bahwa hantu itu tidak ada, tetapi Dia bersabda pada mereka: “Mengapa kamu terkejut dan apa sebabnya timbul keragu-raguan di dalam hati kamu? Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku. Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku.” (Luk. 24:38-39).

Keduanya bersifat pribadi karena hal itu berbeda dari apa yang di dapatkan di dalam Kitab Suci, dan hal itu tidaklah merupakan bagian dari doktrin yang dinyatakan kepada umat manusia, dan hal itu tidak diajukan oleh Gereja untuk menjadi dogma iman bagi kepercayaan kita.

Penampakan-penampakan seperti ini tidaklah jarang terjadi. Tuhan mengijinkan hal itu terjadi guna menyembuhkan jiwa-jiwa dan untuk menimbulkan rasa belas kasihan kita kepada mereka, dan untuk menyadarkan kita betapa mengerikan dan kerasnya Pengadilan Tuhan terhadap mereka yang bersalah, yang semula kita anggap sebagai kesalahan yang kecil saja.” (Abbe Ribet)

Ketika jiwa-jiwa di Api Penyucian menampakkan diri kepada orang-orang yang masih hidup di dunia, mereka selalu di dalam sikap yang bisa menimbulkan rasa iba dan belas kasihan. 

Kadang-kadang mereka muncul dengan penampilan seperti pada masa hidupnya dulu atau pada saat kematiannya; dengan wajah bersedih; dengan tangisan, sedu sedan atau erangan-erangan; napas yang tersengal-sengal serta tingkah yang bernada menyalahkan; dengan pakaian berkabung, dengan ekspresi penderitaan yang sangat besar; berupa pukulan atau sentuhan yang nyata yang diterima oleh orang-orang yang masih hidup ini; bisa berupa pintu yang menutup sendiri dengan kerasnya secara tiba-tiba; bunyi-bunyi gemerincing dari rantai atau adanya suara-suara berbicara; kadang-kadang kehadirannya diselimuti oleh nyala api/mereka nampak seperti kabut/cahaya/bayangan/bentuk-bentuk yang fantastis dan disertai dengan isyarat/perkataan tertentu hingga mereka bisa dikenali.

Jika mereka berbicara, hal itu adalah untuk menunjukkan penderitaan mereka, menyesali tindakannya pada waktu yang lalu, dan mereka meminta doa-doa atau menyatakan penyesalan terhadap mereka yang tidak mau menolong mereka. 

Arti Api Penyucian berdasarkan Konsili Trente:

- Tempat/suatu keadaan sementara di antara Sorga dan neraka - sebuah tempat transit yang akan berakhir pada sebuah kehidupan kebahagiaan yang kekal.

- Sebagai suatu keadaan jiwa yang pada saat kematian berada dalam keadaan rahmat, namun yang belum melakukan penebusan atas dosa-dosanya secara penuh, belum mencapai tingkat kemurnian yang dituntut untuk bisa menikmati penglihatan akan Allah - merupakan sebuah tempat bagi penebusan dosa.

Api Penyucian memiliki dua tempat bagi penebusan dosa (Doktor Gereja St.Thomas) yaitu:

1. Bagi jiwa-jiwa secara umum, yang terletak di bagian bawah, dekat dengan neraka. 

2. Bagi kasus-kasus yang khusus. Keadilan Ilahi memberikan sebuah tempat yang khusus bagi pemurnian kepada jiwa-jiwa tertentu, dan mengijinkan mereka untuk menampakkan diri untuk memberitahukan kepada orang-orang yang masih hidup atau untuk meminta doa bagi orang yang telah meninggal yang memerlukannya. 

Kadang-kadang juga untuk tujuan yang lain yang layak memerlukan kebijaksanaan dan kemurahan hati Allah.

St.Teresa memiliki sifat kemurahan hati yang amat besar terhadap jiwa-jiwa di Api Penyucian, dan dia membantu mereka sekuat tenaganya dengan melalui doa-doa dan karya-karya baiknya

Sebagai balasannya Tuhan sering menunjukkan kepadanya jiwa-jiwa yang telah berhasil dia bebaskan dari Api Penyucian. 

Dia bisa melihat jiwa-jiwa itu pada saat proses pembebasan mereka dari penderitaan dan masuknya mereka ke Sorga.

- Aku menerima berita-berita kematian dari seorang religius yang semula menjadi penguasa suatu wilayah, dan kemudian menjadi penguasa wilayah yang lainnya lagi. 

Aku sudah terbiasa dengan orang itu dan dia telah memberiku pelayanan yang besar. Pengetahuan ini membuatku merasa sangat tidak enak. 

Meskipun orang ini terkenal karena berbagai keutamaannya, namun dia sadar akan keselamatan jiwanya, karena dia telah menjadi seorang pemimpin selama 20 tahun disitu, dan aku merasa takut terhadap mereka, orang-orang yang bertugas memelihara kesehatan jiwa-jiwa. 

Dengan sangat bersedih aku pergi ke sebuah ruang doa, dan memohon kepada Tuhan untuk mengarahkan, bagi rohaniwan ini, tindakan kebaikan kecil yang telah kulakukan selama hidupku, dan yang sisanya hendaknya diambilkan dari jasa-jasa Yesus Kristus yang tak terhingga besarnya itu, agar jiwa rohaniwan itu bisa dibebaskan dari Api Penyucian

Sementara aku memohon rahmat karunia ini dengan segenap kemampuanku, aku melihat jiwa itu muncul dari dalam bumi dan naik ke Sorga dengan bahagia sekali di sebelah kananku. Meskipun imam itu sudah tua umurnya, tetapi dia nampak seperti dibawah 30 tahun umurnya, dengan wajah yang bercahaya.

Penglihatan ini meskipun singkat, memberiku kebahagiaan yang sangat dalam, dan tanpa bayangan keraguan akan kebenaran dari apa yang kusaksikan ini. 

Sementara aku dipisahkan jauh dari tempat hamba Allah ini menghabiskan hari-harinya di tempat itu, beberapa saat sebelumnya aku mengetahui hal-hal yang khusus di dalam kematiannya. 

Semua orang yang mengetahui hal itu tak bisa menahan diri untuk memuji betapa orang itu telah mempertahankan kesadaran dari suara hatinya hingga saat-saat terakhirnya, air mata yang dia ke luarkan, serta perasaan kerendahan hati dengan mana dia menyerahkan jiwanya kepada Tuhan.”

- Seorang rohaniwan yang baik di lingkungan kami, seorang hamba Allah yang agung, telah meninggal dua hari yang lalu. 

Kami sedang mendaraskan doa ‘the Office for the Dead’ baginya. Ada seorang wanita yang sedang membaca pelajaran dan aku sendiri berdiri untuk mengucapkan doa. Ketika separuh bacaan sudah selesai dibacakan, aku melihat jiwa dari rohaniwan ini keluar dari dalam bumi, seperti yang pernah kulihat sebelumnya, dan naik ke Sorga.

- Di dalam biara ini telah meninggal seorang rohaniwan lain berusia 18 atau 20 tahun, yang merupakan sebuah contoh semangat iman, keutamaan, dan keteraturan hidup yang berkobar-kobar. Hidupnya telah dipenuhi dengan segala macam penderitaan dan kesedihan yang ditanggungnya dengan sabar. Aku tidak ragu, setelah melihat kehidupannya itu, bahwa dia telah mengumpulkan jasa-jasa yang lebih dari cukup untuk bisa lolos dari Api Penyucian. 

Ketika aku sedang berdoa ‘the Office’, sebelum dia datang, dan sekitar ¼ jam setelah kematiannya, aku melihat jiwanya ke luar dari dalam bumi ini dan naik ke Sorga.

Api Penyucian itu yang disaksikan oleh St.Frances dari Roma 

1. Api penyucian bagian yang paling bawah berisi api yang berkobar-kobar amat mengerikan sekali, namun tidak bersuasana gelap seperti di neraka. 

Ia merupakan lautan api yang amat luas yang bernyala-nyala, dan sekali-sekali lautan itu melontarkan kobaran api ke atas. 

Terdapat banyak sekali jiwa-jiwa yang masuk ke dalamnya. Mereka adalah jiwa-jiwa yang berdosa berat, yang telah mereka akukan secara layak, namun masih belum cukup mereka tebus selama kehidupan mereka di dunia dulu

Meskipun jiwa-jiwa di situ diselimuti oleh nyala api yang sama, namun penderitaan mereka tidaklah sama. Hal itu berbeda sesuai dengan jumlah dan sifat dari dosa-dosa mereka semula. 

Di dalam Api Penyucian yang bawah ini tinggallah orang-orang kudus (orang-orang yang setelah berbuat dosa, mereka segera bertobat) dan orang-orang yang dipersembahkan kepada Allah (orang-orang yang tidak hidup sesuai dengan kesucian keadaan mereka). 

- Hamba Allah itu kemudian menyadari bahwa bagi semua dosa berat yang sudah diampuni, mereka masih harus menjalani 7 tahun penderitaan di situ. 

Istilah ini tak bisa diterapkan begitu saja sebagai ukuran yang jelas dan menetap, karena dosa-dosa berat berbeda dalam hal derajat kekerasannya, namun sebagai hukuman rata-rata.

- Pada saat yang sama itu dia melihat turunnya jiwa dari seorang imam yang dia kenal, tetapi dia tak mau menyebutkan namanya. 

Dia mengatakan bahwa wajah imam itu tertutup tirai yang berisi noda kotoran. Meskipun imam itu telah menjalankan kehidupan yang terpuji, tetapi imam ini tidak selalu bersifat teguh hati, dan dia terlalu menyukai kepuasan meja makan.

2. Api Penyucian pertengahan, yaitu tempat bagi jiwa-jiwa yang harus menerima pemurnian yang lebih ringan

Tempat ini terdiri dari tiga bagian.

- Nampak seperti lautan es, dinginnya sangat menggigit sekali. 

- Seperti sebuah tempat pembakaran yang amat besar yang berisi minyak mendidih.

- Seperti kolam yang berisi logam cair dan panas seperti perak atau emas.

3. Api Penyucian bagian atas, yang tidak dijelaskan secara rinci oleh orang kudus ini, adalah merupakan tempat tinggal sementara bagi jiwa-jiwa yang hanya menderita sedikit, karena rasa kehilangan dan mendekati saat-saat bahagia, yaitu pembebasan mereka.

St.Magdalen de Pazzi, seorang Karmelit Florentina

Pada suatu sore, beberapa saat sebelum kematiannya pada tahun 1607, Magdalen de Pazzi bersama beberapa rohaniwati berada di dalam sebuah taman dari biara mereka. Tiba-tiba dia mengalami keadaan ekstase, dan melihat Api Penyucian di hadapannya. 

Pada saat yang sama terdengar sebuah suara yang mengundang dirinya untuk mengunjungi sebuah penjara dari Pengadilan Ilahi itu. 

Dia melihat betapa jiwa-jiwa yang berada di situ sangat memerlukan belas kasihan kita semua. 

Dia berkata: “Ya, aku mau berangkat ke sana.” Dia bertekad untuk melakukan perjalanan yang amat menyakitkan itu. 

Kenyataannya, dia berjalan-jalan selama 2 jam lamanya mengelilingi taman dari biara itu, yang menurut dia, amat luas sekali. 

Dia berjalan berkeliling sambil diselingi dengan perhentian sebentar dari saat ke saat. Setiap kali dia menghentikan jalannya, dia merenungkan dengan sungguh-sungguh akan penderitaan yang diperlihatkan kepadanya. 

Kemudian nampak dia menangkupkan kedua tangannya karena rasa kasihan, dan wajahnya menjadi pucat pasi, tubuhnya membungkuk karena beban penderitaan, di hadapan pemandangan yang amat mengerikan itu. 

Dia lalu menangis keras sambil meratap dan memohon: “Kasihanilah Tuhan, kasihanilah! Turunlah oh Darah Yang Amat Berharga, dan bebaskanlah jiwa-jiwa itu dari penjara mereka. Jiwa-jiwa yang malang! Engkau menderita dengan amat kejam sekali, namun Engkau mau menerimanya dan senang melakukannya. Jika dibandingkan dengan tempat ini, maka penderitaan para martir di dunia ini adalah seolah taman-taman kebahagiaan. Namun ternyata masih ada tempat yang lebih rendah lagi. Betapa bahagianya aku, karena tidak disuruh pergi ke sana!”

Magdalen memang turun, karena dia didorong ke sana untuk meneruskan perjalanannya. Namun ketika dia berjalan beberapa langkah, dia berhenti sambil merasa ketakutan, dan dia melenguh keras, dia berteriak: “Oh, betapa kaum religius juga berada di tempat yang amat suram itu. Tuhan yang maha baik, betapa mereka disiksa! Ah, Tuhan!” 

Dia tidak menjelaskan sifat dari penderitaan mereka, namun rasa ngeri yang dia nyatakan dengan memikirkan mereka saja, telah membuatnya menghela napasnya dalam-dalam di dalam setiap langkahnya. 

Dia berjalan melewati tempat-tempat yang kurang begitu gelap. Dan itu adalah lembah-lembah bagi jiwa-jiwa yang sederhana dan anak-anak yang tidak mau memperhatikan tingkah lakunya dan mereka tidak mau mengurangi banyak kesalahan mereka

Siksaan mereka ini nampaknya lebih bisa ditanggungkan oleh mereka dari pada tempat-tempat Api Penyucian sebelumnya. Di situ hanya terdapat lautan es dan api yang saling terpisah. 

Magdalen melihat bahwa jiwa-jiwa itu didampingi oleh malaikat pelindung mereka masing-masing, di mana hal ini sangat menguatkan mereka. 

Namun Magdalen juga melihat setan-setan dalam wujud yang amat mengerikan yang semakin memperberat penderitaan mereka di situ.

Magdalen maju beberapa langkah lagi, dan dia melihat jiwa-jiwa yang malang. Dia berteriak: “Oh! Betapa amat mengerikan tempat ini! Penuh dengan setan-setan dan siksaan yang amat mengerikan. Oh Tuhanku, siapakah yang menjadi kurban dari siksaan yang amat kejam itu? Celaka! Mereka ditusuk dengan pedang yang tajam dan dipotong-potong.” 

Magdalen menjelaskan bahwa mereka itu adalah jiwa-jiwa yang tingkah lakunya dikotori oleh kemunafikan.

Lebih jauh lagi Magdalen berjalan, dia melihat banyak sekali jiwa-jiwa yang nampak memar-memar, sepertinya mereka baru mendapatkan pukulan-pukulan pada dirinya. 

Dan Magdalen sadar bahwa mereka adalah jiwa-jiwa yang tindak tanduknya tidak sabar dan tidak patuh selama kehidupan mereka

Sementara memikirkan mereka itu, dengan segala penampilan dan keluhan-keluhan mereka, maka semua keadaan itu amat menimbulkan rasa belas kasihan dan rasa ngeri.

Sesaat kemudian Magdalen mengalami kejang-kejang dan berteriak keras dipenuhi dengan rasa ketakutan yang sangat. 

Di hadapannya terdapatlah lembah kebohongan yang kini terbuka. Setelah memperhatikan tempat itu, dia berteriak: “Para pembohong ditahan di tempat ini yang berada disekitar neraka, dan penderitaan mereka amat berat sekali. Timah hitam yang cair dan panas nampak dituangkan ke dalam mulut mereka. Aku melihat mereka terbakar dan pada saat yang sama mereka juga merasa gemetar kedinginan.”

Lalu Magdalen pergi menuju penjara bagi jiwa-jiwa yang berdosa melalui kelemahan dan terdengar dia berseru: “Celakalah! Aku sudah mengira akan menemukan engkau di antara orang-orang yang berdosa karena sikap acuh, tetapi aku keliru. Ternyata kamu terbakar oleh api yang lebih besar.” 

Lebih jauh lagi, dia melihat jiwa-jiwa yang melekat erat kepada barang-barang duniawi dan mereka melakukan dosa keserakahan.

“Begitu buta sekali!”, kata Magdalen, “Begitu mudahnya dia mencari kesenangan yang cepat berlalu dari dunia. Mereka yang semula kaya, tak bisa memuaskan dahaganya, dan mereka berada di sini bersama siksaan itu. Mereka mencair seperti logam di dalam perapian.”

Dari situ Magdalen berjalan menuju tempat di mana terdapat jiwa-jiwa yang di penjara yang dulunya mereka telah dikotori oleh sifat ketidak-murnian. Dia melihat mereka berada di dalam lembah yang berbau busuk dan penuh dengan penyakit sehingga menimbulkan rasa mual jika memandangnya. Segera Magdalen memalingkan wajahnya dari pemandangan yang amat menjijikkan itu. 

Demi melihat orang-orang yang congkak dan penuh dengan ambisi pribadi, dia berkata: “Perhatikanlah mereka yang berharap untuk bersinar di hadapan manusia. Kini mereka dikutuk untuk hidup di dalam tempat yang gelap dan menakutkan ini.” 

Lalu Magdalen diperlihatkan kepada jiwa-jiwa yang bersalah karena tidak mau berterima kasih kepada Tuhan. Mereka menjadi mangsa dari siksaan yang tak terkirakan bengisnya, di mana mereka di tenggelamkan di dalam timah hitam cair dan panas, karena sikap tidak berterima kasih mereka telah membuat kering sumber kesucian dalam diri mereka.

Akhirnya, di tempat yang terakhir, Magdalen diperlihatkan kepada jiwa-jiwa yang tidak termasuk pada kejahatan tertentu, karena semua kesalahan mereka itu dilakukan hanya dari saat ke saat saja, lebih ringan dari pada mereka yang melakukannya karena kebiasaan. Hal itu karena mereka tidak memiliki semangat untuk berdoa dan berjaga-jaga secara mencukupi, hingga mereka melakukan segala macam kesalahan yang kecil-kecil. 

Magdalen mengatakan bahwa jiwa-jiwa itu ikut merasakan pemurnian-pemurnian dari segala macam kejahatan yang ada, namun dengan derajat yang lebih ringan. 

Setelah mengunjungi tempat yang terakhir ini, Magdalen meninggalkan taman biara itu. Dia memohon kepada Tuhan untuk tidak lagi menjadi saksi dari peristiwa-peristiwa yang amat mengerikan dan menggetarkan hatinya itu, karena dia merasa tidak kuat lagi untuk menyaksikan hal itu. 

Tetapi keadaan ekstasenya masih terus berlangsung dan di dalam berbicara dengan Yesus, dia mengatakan: “Katakanlah kepadaku, Tuhan, apakah rencana-Mu dengan mengungkapkan penjara-penjara yang amat mengerikan itu kepadaku, di mana hanya sedikit sekali yang kuketahui tentang tempat itu selama ini, dan semakin sedikit lagi yang kupahami! Ah! Kini aku tahu. Engkau berkehendak memberiku pengetahuan akan kesucian-Mu yang tak terbatas itu, dan membuatku merasa lebih jijik terhadap dosa sekecil apapun juga, di mana hal ini sangat membuat-Mu merasa benci sekali.”

Salah satu saudara perempuan di dalam iman telah meninggal dunia beberapa saat sebelumnya. 

Ketika orang kudus itu sedang berdoa di hadapan Sakramen Terberkati, dia melihat jiwa dari wanita itu ke luar dari dalam bumi, yang saat itu masih tertahan di dalam lembah Api Penyucian. Dia diselimuti oleh suatu nyala api, di mana di balik api itu nampaklah wanita itu yang mengenakan jubah putih berkilauan yang melindunginya dari panasnya api itu. Wanita itu tinggal di kaki altar sekitar satu jam lamanya, sambil memuji Tuhan yang tersembunyi di dalam Ekaristi. Jam adorasi ini yang dilakukan oleh wanita itu dan disaksikan oleh Magdalen, merupakan penebusannya yang terakhir. Beberapa waktu telah berlalu, dia bangkit dan terbang ke Sorga.

Tak ada orang yang bisa luput dari pengadilan Allah Yang Maha Kuasa. Kebenaran Allah adalah tetap kebenaran, tidak peduli apakah kita percaya ataupun tidak.

(Sumber: Warta KPI TL No. 48/IV/2008; Renungan KPI TL Tgl 21 Februari 2008 & 6 Maret 2008, Dra Yovita Baskoro, MM).