Tampilkan postingan dengan label *Allah Putra*. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label *Allah Putra*. Tampilkan semua postingan

Selasa, 31 Oktober 2017

01.20 -

Keutamaan Kristus



Ia adalah GAMBAR ALLAH YANG TIDAK KELIHATAN, yang SULUNG, LEBIH UTAMA DARI SEGALA YANG DICIPTAKAN

karena DI DALAM DIALAH TELAH DICIPTAKAN SEGALA SESUATU, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. 

IA ADA TERLEBIH DAHULU DARI SEGALA SESUATU dan SEGALA SESUATU ADA DI DALAM DIA

Ialah KEPALA TUBUH, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, YANG PERTAMA BANGKIT DARI ANTARA ORANG MATI, sehingga IA YANG LEBIH UTAMA DALAM SEGALA SESUATU

Karena SELURUH KEPENUHAN ALLAH BERKENAN DIAM DI DALAM DIA

dan OLEH DIALAH IA MEMPERDAMAIKAN SEGALA SESUATU DENGAN DIRI-NYA, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus. 

Juga kamu yang DAHULU hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat,

SEKARANG diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya.

SEBAB ITU kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar.

(Sumber: Kol 1:15-23)


Senin, 27 Maret 2017

02.55 -

Allah yang tersembunyi

“Kekasih, di manakah Engkau tersembunyi? Inilah ungkapan hati setiap jiwa yang merindukan Sang Kekasih yang tak lain adalah Allah. Allah yang dirindukan oleh jiwa yang haus dan lapar, namun Allah tidak ditemukannya. Ia seolah-olah menghilang dan bersembunyi, maka jiwa itu pun berusaha mencari-Nya, berlari untuk mendapatkan-Nya, namun ia tertinggal jauh. Jiwa pun terluka dan merintih. Yang dikejarnya hilang tak berbekas, yang dipanggilnya diam tak mendengarkan suara. Jiwa mengeluh, merana karena rindu akan kekasihnya, Allah yang tersembunyi.

Ketersembunyian-Nya mengundang ketertarikan jiwa kita untuk lebih mengenal Dia. Jiwa kita sebetulnya memang telah mengenal-Nya karena Allah telah menyatakan diri-Nya dalam diri Yesus Kristus, namun Dia tetaplah suatu misteri dan rahasia

Ketersembunyian-Nya itu justru semakin menarik jiwa kepada-Nya. Kita mengenal Dia, bergaul akrab dengan Dia yang tersembunyi tanpa harus memahami seluruh rahasia pribadi-Nya yang unik.

Hal tersembunyi ini dapat diandaikan juga seperti pergaulan kita dengan orang lain. Dua sahabat kental yang sudah saling mengenal lama dan saling mengerti masing-masing pribadi, tetap saja tak akan dapat menyelami kedalaman hati sahabatnya yang tersembunyi. 

Ada suatu rahasia pribadi yang tak dapat dimengerti oleh orang lain. Bahkan hal ini juga berlaku pada dua orang saudara kembar. 

Sekalipun berasal dari sel telur yang sama, dua orang ini adalah 2 pribadi yang berbeda yang masing-masing mempunyai ketersembunyiannya. 

Masing-masing menyimpan rahasia dalam kedalaman hatinya. Namun demikian, ketersembunyiaan, rahasia, dan misteri yang ada dalam pribadi yang satu tidaklah menjadi suatu halangan bagi pribadi yang lain untuk mencintainya, untuk mengenalnya lebih dalam. Ketersembunyian itu justru semakin memikat dan semakin membuat hati rindu untuk lebih dekat lagi. 

Ketersembunyian Allah ini merupakan suatu misteri yang indah. Walaupun dikatakan pada saat kematian nanti kita akan berhadapan muka dengan Allah, namun tetaplah Allah adalah yang tersembunyi. 

Kita tidak mungkin akan dapat menyelami seluruh isi hati Allah, seluruh pikiran dan keberadaan-Nya, itu tetaplah merupakan suatu misteri dan rahasia Allah. 

Yang terpenting adalah bahwa Allah bukanlah sengaja menyembunyikan diri dari kita. Allah bukanlah seperti manusia yang tak jarang sengaja menyembunyikan diri dari orang lain. 

Kita sengaja tidak ingin dikenal karena adanya suatu kekurangan dalam diri kita yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. Kita sengaja bersembunyi karena takut topeng-topeng kita yang indah akan ketahuan buruknya dan membuat orang lain kaget akan kenyataan diri kita yang buruk itu. 

Kita takut orang akan mengejek kita, menghina kita jika mereka mengetahui diri kita yang sebenarnya. Karena itulah tak jarang kita bersembunyi, bukan tersembunyi. Namun bagaimanapun kita bersembunyi, Allah tetap mengenal kita sedalam-dalamnya karena kita adalah ciptaan-Nya

Oleh karena itu kita tidak perlu bersembunyi. Ketersembunyian kita memang ada dan tidak dapat diketahui oleh orang lain, tetapi kita yang bersembunyi lambat laun akan diketahui dan diketemukan.

Allah yang tersembunyi menghargai juga ketersembunyian kita atau sisi rahasia kepribadian kita. Masing-masing, Allah dan kita memiliki ketersembunyian yang unik. 

Allah menciptakan kita secitra dengan rupa dan gambar Allah, namun toh kita mempunyai keunikan yang berbeda dengan Allah. Walaupun kita secitra dengan Allah, namun kita akan selalu berbeda dengan Allah. Allah tidak menarik manusia untuk menyatu dengan Dia sehingga manusia menjadi hilang lenyap. 

Manusia ditarik kepada persatuan dengan Allah, namun tidak menjadi Allah. Persatuan kita dengan Allah tidak menjadikan kita sebagai Allah yang mengetahui segala sesuatu. Allah tetap Allah karena Ia yang mencipta, Ia yang mengasihi. 

Manusia tetap manusia karena ia yang diciptakan, ia yang dikasihi Allah. Ketersembunyian masing-masing pihak tetap ada. Allah yang tersembunyi, tetap menjadi Allah yang tersembunyi yang penuh misteri yang indah. Allah tetaplah yang dirindukan oleh jiwa manusia. 

Persatuan dengan Allah akan membuat jiwa semakin mengenal Allah, namun tetap tak akan dapat mengungkap rahasia-Nya yang tersembunyi itu.

Kita akan menemukan Allah yang tersembunyi dalam iman. Dengan iman kita percaya akan Allah, dengan iman kita mampu melihat Allah yang tersembunyi. Dengan iman kita akan selalu mencari Allah dan berani menempuh segala jalan untuk mencapai tujuan persatuan itu. 

Walaupun jiwa tak jarang terluka dalam pencarian itu, jiwa mengalami berbagai tantangan dan hambatan, semak belukar dan diri menusuk-nusuk, namun dalam iman jiwa itu akan terus merindukan Allah, jiwa akan terus mencari Allah tanpa lelah. Allah yang tersembunyi itu akan selalu memikat jiwa. 

Kerinduan akan Allah tak akan membuat jiwa kita berhenti dalam usaha pencarian dan pengenalan akan Dia. Jiwa akan terus mencari tanpa menghiraukan apa pun di sekelilingnya.

Allah yang tersembunyi selalu akan membuat jiwa manusia rindu untuk menemukan-Nya. Dalam peristiwa Natal secara istimewa, Allah hadir ke dunia tersembunyi dalam sosok Bayi mungil dan menawan di palungan. 

Allah yang mencintai setiap ciptaan-Nya telah menyatakan Diri dalam kesederhanaan, ketersembunyian yang penuh makna. Ia tidak hadir dalam sosok Raja yang bergelimang harta dan kemewahan, namun Allah hadir dalam kemiskinan dan kepapaan. 

Allah tak akan dapat ditemui oleh mereka yang mencari kekayaan, kemewahan, kehormatan, dan segala hal duniawi lainnya. Allah yang tersembunyi akan ditemukan oleh setiap jiwa yang sederhana, jiwa yang murni dan dipenuhi kasih, jiwa yang sungguh-sungguh rindu dan haus akan Dia. 

Dalam ketersembunyian inilah Allah akan semakin menyatakan Diri-Nya yang terus menerus memanggil setiap jiwa untuk diselamatkan. Allah rindu agar jiwa kita bersatu dengan-Nya, mengalami kebahagiaan dan keselamatan kekal.

Palungan sederhana di sudut kota Betlehem telah menjadi suatu saksi akan kehadiran Allah yang tersembunyi, kehadiran Allah yang mencintai setiap manusia.

(Sumber: Warta KPI TL No.128/XII/2014 » Allah yang Tersembunyi, Vacare Deo Edisi VI/XII/2010).

Rabu, 25 Januari 2017

17.13 -

Bejana yang penuh sesak



Seringkali kita berilusi bahwa kita adalah bejana emas (aku tidak butuh siapa-siapa, aku punya semuanya). Artinya tanpa sadar kita mengisi bejana kita dengan nafsu dan ego kita sendiri yang berupa reputasi, citra diri super, kesuksesan, kepopuleran, dst. Akhirnya tidak ada tempat tersisa bagi Yesus. 

Tuhan berkata,”Bagaimana kita dapat berjalan dengan bergandengan tangan ketika di dalam tanganmu penuh dengan harta fana dan terbatas ini? Jika kamu menginginkan harta yang berharga, buanglah semua harta yang tidak berharga, biarkan bejanamu kosong dan Aku akan mengisinya."


Itulah sebabnya mengapa untuk menerima Kristus kita harus “kenoo” (mengosongkan diri) ... dipaksa menentukan apa yang paling berharga bagi kita, apakah Kristus itu atau hal hal lainnya.

Kisah nyata pada saat Cina dikuasai oleh Komunis

Pada suatu hari ada segerombolan tentara mengetuk pintu dan memberitahu sebuah keluarga misionaris, katanya: "Bapak harus segera meninggalkan Cina. Kami memberi waktu hanya dua jam untuk berkemas-kemas. Kami mengizinkan bapak membawa barang hanya seberat dua ratus pound. Sesudah dua jam dari sekarang, bapak akan saya antar ke stasiun kereta api."

Setelah mendengar penjelasan itu, maka keluarga misionaris itu segera mengumpulkan buku-buku, benda-benda sejarah keluarga, pakaian, mainan-mainan berdasarkan kriteria. Ini adalah suatu pergumulan yang sangat sulit untuk diputuskan dalam waktu yang singkat.

Setelah berakhirnya waktu yang telah ditentukan, tentara tersebut kembali ke rumah sang misionaris, tanyanya: "Apakah kamu sudah siap berangkat ke stasiun? Sudahkah kamu menimbang barang-barang yang akan dibawa?" 

Jawab sang misionaris: "Ya, kami sudah menimbangnya dua ratus pound." Tanya tentara itu sekali lagi: "Apakah dua ratus pound itu sudah termasuk berat anak-anakmu?" Jawab sang misionaris: "Tentu saja tidak." 

Akhirnya sang misionaris lebih memilih membawa anak-anaknya daripada membawa barang-barang yang telah dipersiapkan sebelumnya. Berat anak pertamanya 90 pound, anak kedua 75 pound, anak ketiga 35 pound.

Marilah kita merefleksikan hidup kita. Apakah kita sudah bijaksana dalam memilih antara kebutuhan utama atau sekunder? Ataukan kita harus dipaksa untuk menentukan apa yang paling berharga bagi kita?

Kebenaran serupa disampaikan kepada kita dalam Injil Mat 13:44-46 (Perumpamaan tentang harta terpendam dan mutiara yang berharga).

Alkitab mengajarkan pengosongan adalah "demi untuk diisi oleh Yesus" sehingga Yesus dapat menjadi segalanya dalam hidup kita. 

Orientasi kekosongan dalam iman Kristiani bukan pada pengosongan tetapi justru kepada pengisian

Jadi, Nothingness atau emptiness dalam kekristenan berbeda dengan ajaran agama Timur tertentu yang mengejar kekosongan sebagai tujuan, di dalam kekosongan itulah terletak kebahagiaan. 

Tuhan tidak meminta kita melepaskan harta benda kita, pekerjaan, keluarga, dan mundur dari dunia. Yang Tuhan inginkan adalah "bergesernya titik berat dalam hati kita".

Kelekatan kita di dunia ini seringkali membuat kekosongan diri kita untuk diisi Kristus tidak terjadi dengan sukarela. Itulah sebabnya kita menjumpai orang-orang yang mendapatkan Tuhan secara berlimpah justru di saat mereka berada di tengah-tengah kebangkrutan, sakit yang tak tersembuhkan, atau kehilangan anggota keluarga yang sangat dicintainya.

Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan (2 Kor 8:2).

Marilah kita belajar dari 

* Paulus - Apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus ... (Flp 3:7-9).

* Musa - Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir (Ibr 11:26).

* Asaf - Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya (Mzm 73:25-26).

* Daud - Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku, selain Engkau! (Mzm 16:2).

Jiwa itu elastis seperti balon, setiap kehilangan memperbesar jiwa kita dengan meningkatkan ruang kosong yang dapat diisi dengan kehadiran Tuhan yang semakin besar, sehingga dengan demikian kita semakin mengalami kepenuhan.

(Sumber: Warta KPI TL No.101/IX/2012 » Renungan KPI TL tgl 26 Juli 2012, Dra Yovita Baskoro, MM)

14.58 -

Harta itu tidak dapat tinggal dalam bejana emas



Sejak manusia jatuh ke dalam dosa, kerendahan hati tidak lagi merupakan jalan hidup. Manusia mempunyai kecenderungan mencari kekayaan, popularitas, sukses, kecantikan, prestasi, pencapaian untuk mendapat pengakuan, penghargaan, dan kedudukan yang membuat kita merasa mulia diatas rata rata, bahkan pelayananpun tidak luput sebagai sarana untuk mencapai hal itu. Pikiran itu muncul begitu saja tanpa bisa dikendalikan.

Bagaimanakah caranya orang dapat melihat bahwa semua yang kita kerjakan adalah hasil dari pekerjaan Kristus, jika kita lebih suka memamerkan apa yang dapat membuat kita diakui dan dipuja. Hanya belas kasih Allah saja yang dapat membentuk sifat itu di dalam diri kita. Jadi, mintalah anugerah ini kepada Tuhan.

Anugerah Tuhan selalu bekerjasama dengan manusia. Contoh: Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau." ... Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. ..." ... Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." (Luk 1:26-38).

Berdasarkan surat Paulus kepada jemaat di Korintus (2 Kor 4:7) tersirat dua hal, yaitu kerendahan hati (Kristus dan manusia) dan pengosongan diri (Kristus dan manusia.)

Kerendahan hati Kristus 

Yesus lahir di kandang (Luk 2:7).

Firman itu adalah Allah. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita (Yoh 1:1,14). Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Maria mengandung dari Roh Kudus (Mat 1:18). Tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki ... lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan (Luk 2:6-7).

Yesus direndahkannya di atas kayu salib (Ul 21:23; Gal 3:13 - Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!).

Yesus dihina oleh Gereja 

Seringkali tanpa sadar kita menghina Tuhan dalam kehidupan kita, baik secara pribadi maupun kolektif. 

Mahatma Gandi tertarik dengan Kristus, ia sudah membaca Injil sampai katam dan ia juga melakukan apa yang Injil katakan, tetapi ia tidak mau dibaptis karena ia melihat kehidupan sebagian orang Kristen tidak sesuai dengan Injil, katanya: "Yesus saya suka, Injil saya kerjakan. Tetapi saya tidak mau menjadi orang Kristen karena ada sebagian orang Kristen yang tidak melakukan apa yang dikatakan Yesus." Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga melakukannya? 

Respon satu-satunya yang tepat terhadap kerendahan hati Kristus adalah kerendahan hati kita, yaitu mengakui dengan tulus dan jujur bahwa kita hanyalah debu di alas kaki-Nya. Jika kita rendah hati, maka Kristus dapat menguasai hidup kita.

Kenosis Kristus:

Dia mengosongkan diri-Nya dengan melepas segala-galanya yang ada dalam genggaman tangan-Nya agar kekayaan-Nya menjadi milik kita.

1. Dia melepaskan sorga (waktu turun ke bumi) agar kita bisa ke tempatNya.

2. Dia melepaskan hidup-Nya (mati di kayu salib) agar kita yang mati memiliki hidup-Nya, memperoleh hidup yang kekal.

3. Dia melepaskan kemuliaan-Nya agar kita yang kehilangan kemuliaan Allah boleh memilikinya kembali. 

Untuk menerima semua kekayaan ini kita harus merespon kenosis Kristus dengan kenosis kita, menjadi orang yang miskin (Luk 6:20; memiliki sesuatu tetapi tidak melekat pada sesuatu - Bdk. Luk 18:23), artinya kita harus melepas segala-galanya yang ada dalam genggaman kita sehingga ada ruang yang kosong bagi-Nya (Mrk 12:30 - Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu). 

Kerendahan hati dan pengosongan diri merupakan dua hal yang tidak terpisahkan untuk menerima Kristus.

(Sumber: Warta KPI TL No.101/IX/2012 » Renungan KPI TL tgl 12 Juli 2012, Dra Yovita Baskoro, MM).






14.42 -

Harta tak ternilai dalam bejana tanah liat





Rasul Paulus menggambarkan orang percaya sebagai "bejana tanah liat" dan Kristus sebagai "harta yang tak ternilai yang tersimpan di dalam bejana itu" (2 Kor 4:7). Nampaknya Paulus teringat peristiwa di dalam Kitab Kejadian.



Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah (Kej 2:7). 


Ada seseorang yang hendak ke luar negeri, maka anjing kesayangannya diberikan kepada sahabatnya A. Pada suatu hari anjing tersebut hilang. A minta bantuan polisi untuk mendapatkan anjing tersebut, katanya kepada polisi: "Pak, tolong carikan anjing saya ... berapapun harganya akan saya bayar." 

Berkat jaminan dari A dan kerjasama dengan polisi tersebut maka anjing itu berhasil ditemukannya. Anjing yang didapatkannya dengan gratis (tidak berharga), menjadi berharga karena A memberi jaminan.

Demikian pula dengan kehidupan kita, kita adalah bejana tanah liat yang tidak ada harganya. Berkat pembaptisan, hati nurani kita disucikan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia (Ibr 9:14); cara hidup kita yang sia-sia telah ditebus-Nya dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus (1 Pet 1:18-19) sehingga kita mempunyai kekuatan yang melimpah-limpah (2 Kor 4:7). 

Bahkan Dia juga membuat kita hampir sama seperti diri-Nya, memahkotai kita dengan kemuliaan dan hormat (Mzm 8:6). Kita berharga  (1 Kor 3:16-17), kita telah di make over oleh-Nya sehingga bejana yang tidak berharga menjadi bejana yang berharga

(Sumber: Warta KPI TL No.101/IX/2012 » Renungan KPI TL tgl 5 Juli 2012, Dra Yovita Baskoro, MM).




Kamis, 19 Januari 2017

17.54 -

Harta untuk dibagikan





Pada bulan Maret 1974, para petani di Tiongkok yang sedang menggali sumur menemukan sesuatu yang mengejutkan. Di bawah tanah kering di Tiongkok tengah itu terkubur Tentara Terakota — patung-patung tanah liat seukuran orang dewasa yang berasal dari abad ke-3 SM. 

Temuan yang luar biasa itu terdiri dari 8.000 tentara, 150 kuda kavaleri, dan 130 kereta yang ditarik oleh 520 kuda. Tentara Terakota itu telah menjadi salah satu lokasi wisata paling populer di Tiongkok, dengan memikat lebih dari satu juta pengunjung setiap tahunnya.

Harta menakjubkan yang terkubur selama berabad-abad lamanya itu sekarang telah diperkenalkan kepada dunia.

Rasul Paulus menuliskan bahwa para pengikut Kristus mempunyai harta terpendam dalam diri mereka yang harus dibagikan kepada dunia: “Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2 Kor. 4:7). 

Harta yang kita punyai di dalam diri kita itu adalah kabar baik tentang Kristus dan kasih-Nya.

Harta itu bukanlah untuk disembunyikan tetapi untuk dibagikan sehingga oleh kasih dan anugerah Allah setiap bangsa dapat menjadi keluarga-Nya. Melalui karya Roh Kudus, kiranya hari ini kita dapat membagikan harta tersebut kepada seseorang.

Kisah penebusan Allah tidak dapat dipisahkan dari inkarnasi—istilah yang bersumber dari kata Latin yang berarti “menjadi daging”.

Inkarnasi berarti Allah menyediakan jalan keselamatan yang sempurna dan final bagi manusia dengan cara menjadikan diri-Nya sebagai manusia

Kepada semua yang menjadi pengikut-Nya, Yesus memberikan misi untuk memberitakan pesan-Nya kepada dunia tentang hidup, pengharapan, dan penyelamatan dari Allah

Allah telah memilih untuk menyimpan harta Injil, terang Kristus, di dalam bejana sederhana, yaitu di dalam diri para pengikut-Nya, umat Allah

Ketika kita mengalami kuasa-Nya bekerja di dalam hidup kita, kita pun akan memberitakan pesan tentang anugerah, pemulihan, pembaruan, dan kasih-Nya kepada dunia

Kita menunjukkan kuasa Allah yang melebihi segalanya kepada dunia ketika Dia mewujudkan kemuliaan Kristus di dalam hidup kita hari lepas hari (Dennis Moles).


(Sumber: Warta KPI TL No.141/I/2017 » Our Daily Bread Ministries).


Minggu, 18 Desember 2016

00.19 -

Mengenal Yesus Kristus dan sebagian nenek moyang-Nya

Silsilah Yesus Kristus

Ada banyak ketidakcocokan nama bila kita membandingkan silsilah menurut Matius dengan silsilah menurut Lukas. Dari daftar raja-raja, antara raja Yoram dan Uzia (ay 8). Matius menghapus beberapa nama yang dikenal oleh Perjanjian Lama, yaitu Ahasia, Yoas dan Amazia.

Beberapa ketidakcocokan lain bisa juga ditemukan. Perbedaan ini termasuk, siapa nama ayah dari Yusuf (dalam Injil Matius bernama Yakub, dalam Injil Lukas bernama Eli). Semua ketidakcocokan itu menunjukkan bahwa tujuan utama Matius bukanlah menyusun sebuah silsilah yang tepat dan benar secara historis.

Tujuan utama Matius tampak jelas dari baris pertama Injilnya, yaitu menunjukkan bahwa Yesus Kristus adalah "Anak Daud dan Anak Abraham" (Mat 1:1).

Melalui silsilah ini Matius ingin menunjukkan siapa jati diri Yesus itu, yaitu bahwa Dia adalah Mesias, seperti yang dijanjikan Allah kepada Abraham dan Daud. Itulah arti ayat pembukaan Injil Matius: "Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham".

Tekanan istimewa diletakkan Matius pada kata "Kristus" yang artinya sama dengan Mesias. Hal ini secara mencolok ditekankan dua kali oleh Matius yaitu pada ayat 16: "... Yang dilahirkan Yesus yang disebut Kristus" dan ayat 17: "... Empatbelas keturunan dari pembuangan ke Babel sampai Kristus".

Jadi, penekanan pada kata "Kristus" secara sangat jelas menunjukkan tujuan utama Matius dalam menulis silsilah ini, yaitu menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias, Sang Kristus yang dijanjikan Allah kepada Abraham dan kepada Daud.

Anak Daud, anak Abraham

Yesus disebut "anak Daud". Allah pernah menjanjikan kepada Raja Daud: "Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh selama-lamanya" (2 Sam 7:16). Matius menunjukkan bahwa janji Allah itu terpenuhi dalam diri Yesus, keturunan Daud itu.

Kenyataan bahwa Yesus bukanlah keturunan Yusuf secara biologis tidaklah penting dan menentukan bagi masyarakat Yahudi. Dalam lingkup masyarakat Yahudi, yang penting ialah bahwa secara yuridis dan sosial Yesus adalah keturunan Daud, sebab Maria adalah istri resmi dari Yusuf, keturunan Daud.

Juga penting diperhatikan bahwa Yusuf-lah yang memberi nama kepada Yesus (Mat 1:25), sehingga Yesus itu benar-benar secara yuridis dan sosial anak Yusuf. Jadi, Yesus adalah keturunan Daud.

Yesus disebut "anak Abraham". Yesus adalah keturunan Abraham, baik dalam arti jasmani maupun rohani. Dengan menekankan bahwa Yesus adalah keturunan Abraham, Matius hendak menunjukkan bahwa Yesus itulah pemenuhan janji Allah kepada Abraham: "... Olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat" (Kej 12:3).

Seperti kita ketahui bahwa Matius menuliskan Injilnya untuk orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang Yahudi, Abraham adalah Bapa mereka.

Maka penekanan Matius secara serentak "anak Daud, anak Abraham," hendak mengatakan bahwa Yesus Kristus itu adalah pemenuhan janji Allah akan kedatangan Mesias dari keturunan Daud dan bahwa Yesus Kristus sekaligus adalah pemenuhan janji Allah kepada Abraham, Bapa mereka. Yesus Kristus adalah berkat bagi banyak orang bukan Yahudi yang percaya pada Yesus sebagai Mesias.

Penyebutan "anak Abraham" ini juga hendak menetralisir kesan seolah Yesus merajai manusia dengan kekuatan duniawi dan sebagai raja duniawi yaitu "anak Daud".

Menekankan bahwa Yesus juga keturunan Abraham, yang tidak pernah duduk di atas tahkta seperti Daud, berarti menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias yang merajai kita secara rohani dan menjadi berkat dalam arti seluas-luasnya. Ia membawa keselamatan seperti Abraham, bapa segala kaum beriman.

Yehuda

Yehuda adalah saudara yang menjual Yusuf (Kej 37:26-28) dan menggauli pelacur, yang ternyata adalah menantunya sendiri (Kej 38:12-19).

Hal ini mau menyatakan bahwa dalam karya penyelamatan-Nya Allah seringkali tidak memilih orang yang paling baik, atau luhur atau saleh. Maka, manusia tidak bisa mengklaim bahwa Allah tergantung pada kebaikan atau jasa manusia. Allah bertindak secara bebas dan tidak bergantung pada manusia.

Allah bisa menggunakan hal-hal yang tidak baik di dunia iniuntuk melakukan rencana-Nya. Di sini tampak keunggulan rahmat atau situasi dosa manusia. Penyelamatan terjadi hanya karena rahmat Allahyang mampu mengubah kelemahan dan kedosaan manusia.

Banyak raja-raja dalam silsilah Yesus yang disebut Matius dianggap tidak setia pada hukum Allah, kecuali Hizkia dan Yosia. Raja-raja lainnya adalah penyembah berhala, pembunuh, orang yang mengejar kekuasaan dan wanita.

Puncaknya ialah Daud sendiri, yang menikahi istri bawahannya, Uria, orang Het, dan kemudian merancang peperangan untuk membunuh Uria.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa pertimbangan-pertimbangan Allah berbeda dengan pertimbangan manusia. "Pikiran-Ku bukan pikiranmu. Jalan-Ku bukan jalanmu (Yes 55:8). Rencana Allah seringkali tak terduga dan tak terselami.

Maka kita harus mengatakan bahwa kelemahan dan dosa manusia tidak mampu menghadang atau membatalkan karya Allah dalam rahmat-Nya.

TamarRahabRutBatsyeba

Tidak biasanya nama-nama wanita muncul dalam sebuah silsilah Yahudi. Wanita tidak mempunyai hak legal dan tidak bisa menjadi saksi di pengadilan. Wanita dipandang bukan sebagai pribadi, tetapi sebagai barang. Wanita adalah milik bapaknya atau milik suaminya, dan terserah padanya bagaimana wanita itu akan diperlakukan. Dia tidak diperhitungkan.

Misalnya dalam pergandaan roti, dikatakan ada kira-kira "lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak" (Mat 14:21).

Masalahnya menjadi lebih mengherankan bila kita melihat identitas dan perbuatan masing-masing dari keempat wanita tersebut.

Tamar adalah wanita yang menikah dengan dua saudara laki-laki tanpa mempunyai anak. Kemudian Tamar melacurkan dirinya dengan bapa mertuanya, Yehuda, sampai hamil (Kej 38).

Profesi Rahab adalah pelacur. Rahab terlibat dalam pengintaian dan penyerbuan Yerikho (Yos 2:1-7).

Rut keturunan Moab, bangsa yang dibenci dan dipandang hina (Rut 1-4; Kel 23:3). Rut dikenal sebagai wanita pekerja keras, rela berkorban dan sangat setia.

Istri Uria, Batsyeba (2 Sam 11), yaitu ibu Salomo. Dia adalah wanita yang dirayu oleh Daud dan demi mendapatkannya Daud telah melakukan kekejian agar Uria terbunuh (2 Sam 11 dan 12).

Reputasi keempat wanita itu tidak baik, namun Matius memasukkannya ke dalam garis nenek miyang Yesus. Menurut pepatah Jawa, garis "bibit" Yesus menjadi kurang terhormat dengan kehadiran keempat wanita tersebut. Mengapa Matius menyertakan mereka?

Pada awal Injilnya, Matius menunjukkan kepada kita inti dari Injil Yesus Kristus, yaitu runtuhnya berbagai pemisahan karena Allah mampu bertindak mengatasi kelemahan manusia.

Pertama, pemisahan antara Yahudi dan non-Yahudi (kafir) diruntuhkan. Rahab, wanita Yerikho, dan Rut, wanita Moab, termasuk nenek moyang Yesus Kristus.

Sejak awal Injilnya, Matius menunjukkan kebenaran ajaran Yesus bahwa dalam Dia, tidak ada Yahudi atau Yunani. Semua orang beroleh kasih Allah dan mendapatkan kabar gembira. Allah yang satu itu adalah Tuhan semua orang (Rm 10:12; Gal 3:28).

Kedua, pemisahan antara pria dan wanita juga diruntuhkan. Pada umumnya, silsilah tidak mengikutsertakan wanita. Kehadiran keempat wanita itu menghapuskan pandangan negatif tentang wanita.

Baik wanita maupun pria adalah citra Allah (Kej 1:27). Dalam Yesus Kristus, perbedaan antara pria dan wanita tidaklah penting (Gal 3:28).

Ketiga, pemisahan antara orang kudus dan pendosa digugurkan. Allah mampu mengatasi kelemahan manusia dan menggunakan para pendosa untuk melaksanakan rencana-Nya.

Garis keturunan Yesus menunjukkan betapa Allah mau mendatangi orang yang berdosa karena Yesus "datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa" (Mat 9:13). Yesus menerima para pendosa apa adanya.

Dengan kehadiran keempat wanita itu, sejak awal Matius hendak menunjukkan misi dan program pelayanan Yesus, yang solider dengan kita manusia bahkan dalam keburukan yang terdalam.

Yesus solider dengan kita dalam penderitaan, kehinaan, kegembiraan dan dalam memaafkan satu sama lain.

Melalui Yesus, Allah hendak membuat semuanya baik dan menyatukan seluruh umat manusia menjadi satu keluarga Allah.

Yusuf

Dalam tradisi Yudaisme, garis keturunan diruntut menurut garis ayah, bukan dari garis ibu. Hal ini tampak jelas dalam deretan nama bapa bangsa dalam silsilah. Karena itu, jika Yesus disebut keturunan Daud maka garis keturunan-Nya haruslah berasal dari Yusuf, bukan dari Maria.

Dalam tradisi Yudaisme, yang dipentingkan bukan garis keturunan biologis, tetapi fakta yuridis, yaitu pengakuan bapa terhadap anaknya.

Yusuf memberikan pengakuan bahwa Yesus adalah anaknya dengan memberi nama kepada anak itu (Mat 1:21, 25). Karena itu, Yesus secara sah disebut keturunan Daud. Kerjasama Yusuf membuat rencana Allah terlaksana, yaitu bahwa Mesias akan lahir dari keturunan Daud.

Matius menunjukkan kebesaran Yusuf dengan menyebut dia sebagai "orang yang tulus hati" (Mat 1:19). Artinya, Yusuf adalah seorang yang mentaati perinta Yahweh, atau seorang yang memenuhi "perjanjian" dengan Yahweh.

Yusuf adalah pria yang "tulus hati," yang mendapatkan tawaran Allah untuk menjadi bapa asuh dari Putra yang dikandung dari Roh Kudus.

Matius membuktikan kebesaran Yusuf sebagai seorang yang beriman kepada Tuhan ketika dia harus mengambil keputusan berkaitan dengan Maria yang mengandung sebelum mereka hifup bersama.

Matius melukiskan kebesaran Yusuf dengan menulis "Sesudah bangun dari tidurnya. Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai istrinya" (Mat 1:24). Memang tidak ada kata-kata lisan yang diucapkan Yusuf, tetapi tindakannya perwujudan ketaatan dan penyerahan diri Yusuf.

Ketaatan Yusuf ini diwujudkan dengan menerima Maria bukan hanya sebagai tunangannya, tetapi sebagai istrinya. Tuhan menghendaki Yusuf melanjutkan pernikahannya dengan Maria. Dengan demikian, kesediaan Yusuf itu menutupi "misteri" mengandungnya Maria (Mat 1:20).

Demikian pula Yusuf menerima bayi yang dikandung Maria, dan mengakui bayi itu sebagai anaknya secara yuridis, yaitu dengan memberi nama pada bayi itu.

Tindakan memberi nama adalah tindakan kebapaan yang mengakui anak itu sebagai anaknya. Dengan begitu Yusuf memikul tanggungjawab untuk mengurus dan mendidik anak itu.

Meskipun secara biologis Yusuf bukanlah bapa dari Putra Maria, tetapi Yusuf memberikan "garis keturunannya" kepada Yesus. Juga secara sosial dan insani, Yusuf ikut serta mengasuh, mengasah dan mengasihi Yesus. Yusuf menjadi bapa dari anak itu, baik dari sudut emosional, sosial maupun hukum.

Yusuf menyertai Yesus pada tahap-tahap awal hidup Yesus. Dengan kata lain, Yusuf menjadi ayah Yesus secara manusiawi. Masyarakat mengakui Yusuf sebagai bapa Yesus (Luj 3:23; 4:22; Yoh 6:42).

Yesus Kristus

Kita perlu menyadari bahwa Injil-injil bukanlah riwayat hidup atau biografi Yesus Kristus tetapi adalah kesaksian iman dari para Rasul tentang kebangkitan Yesus Kristus.


Dengan demikian kita bisa mengerti mengapa Injil yang tertuaMarkus, tidak mengikut sertakan "kisah masa kanak-kanak Yesus". Di lain pihak Injil Matius dan Lukas, meskipun mengikutsertakan kisah masa kanak-kanak Yesus, juga bukanlah biografi.

Kepedulian utama para penulis Injil ialah memberikan kesaksian tentang jati diri Yesus Kristus dan karya penyelamatan-Nya.

Kesadaran para murid tentang jati diri yang sesungguhnya dari Guru mereka dipicu oleh peristiwa kebangkitan. Kebangkitan adalah tema utama pewartaan awali dan titik tolak penghayatan iman pada Yesus Kristus.

Kebangkitan adalah momen kristologis yang menyingkapkan jati diri Yesus sebagai Putra Allah: "Yesus inilah yang dibangkitkan Allah ... Allah telah membuat Yesus, yang telah kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus." (Kis 2:32,36; 5:31).

Kebangkitan Yesus dari alam maut inilah juga yang menunjukkan relasi Yesus dengan Allah Yahweh, yaitu bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah.

Kebangkitan Yesus dipandang sebagai pemenuhan dari Sabda Allah dalam Mzm 2:7, "Anak-Ku Aku telah kuperanakkan Engkau pada hari ini." (Kis 13:33).

Inilah pernyataan iman Gereja awali yang dirujuk Paulus dalam Rm 1:4 yaitu "Oleh kebangkitan dari antara orang mati Yesus dinyatakan sebagai Anak Allah yang berkuasa menurut Roh Kekudusan."

Fokus pada kebangkitan ini menunjukkan tahap paling awal dalam proses pembentukkan Injil.

Ketika pewartaan tidak lagi dibatasi hanya pada kematian dan kebangkitan Yesus, orang ingin mengenal lebih lengkap pribadi Yesus, yaitu pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah baik dalam bentuk pengajaran maupun mujizat-mujizat-Nya.

Timbullah pada saat itu kesadaran bahwa jika kebangkitan membuat mereka mengenali Yesus sebagai Allah, tentu jati diri sebagai Allah ini juga sudah ada sejak awal penampilan-Nya di depan publik.

Seluruh pelayanan-Nya pasti sudah diresapi oleh ke-allahan-Nya. Kebangkitan hanyalah menyingkapkan martabat keilahian yang memang sudah ada pada-Nya sebelumnya. Inilah proses lebih lanjut dalam proses pembentukan Injil.

Kesadaran baru ini yang tercermin dalam injil yang tertua. Dia mengawali injilnya dengan pembaptisan Yesus Kristus sebagai momen kristologis, yang mewahyukan jati diri ilahi dari Penyelamat.

"Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan." (Mrk 1:11) Markus memindahkan momen kristologis dari kebangkitan ke pembaptisan, yaitu awal karya Yesus di hadapan publik. Roh Kudus turun atas Dia dan menyertai-Nya dalam seluruh pengajaran dan mujizat-mujizat-Nya.

Momen kristologis dinyatakan melalui mulut malaikat, yaitu bahwa anak yang dikandung Maria itu berasal dari Roh Kudus (Mat 1:20; Luk 1:35), dan bahwa Anak itu "akan disebut kudus, Anak Allah." (Luk 3:38).

Dengan demikian, kisah masa kanak-kanak bukanlah sekedar biografi, tetapi sarana penyampaian kabar gembira keselamatan, yaitu wahyu tentang jati diri Yesus Kristus.

Kelahiran Yesus adalah fakta historis, bukan dongeng, bukan mitos atau sekadar kiasan (Luk 1:1-20). Dia dilahirkan dari seorang wanita, sama seperti semua anak di dunia ini. 

Tetapi yang paling penting bukanlah pengetahuan tentang kisah historis itu sendiri, tetapi pesan "kabar gembira"-nya yaitu bayi yang dilahirkan ialah Tuhan.

Iman akan Yesus Tuhan ini dilandaskan pada fakta historis, tetapi harus melampauinya. Iman ini bukan hanya soal akal budi, tetapi soal hati yang mau terbuka mengakui karya Allah.

Penjelmaan Putera Allah bukanlah hanya pada penampilan luar saja, tetapi sungguh-sungguh menjadi sama dengan manusia. Secara lahiriah Yesus dilahirkan dari seorang wanita (Gal 4:4), mempunyai "tubuh jasmani" (Kol 1:22).

Menurut daging, Yesus dilahirkan dari benih Daud (Rm 1:3) dan termasuk bangsa Israel (Rm 9:5). Paulus menggambarkan kemanusiaan Yesus dengan berbagai ungkapan "mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia" (Flp 2:7), "yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa" (Rm 8:3), telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia" (1 Tim 3:16). Surat kepada orang Ibrani merangkumnya dengan mengatakan bahwa Dia menjadi manusia sama seperti kita kecuali dalam hal dosa (Ibr 2:14; 4:15).

Selain tubuh lahiriah, Yesus sungguh mengalami semua yang kita alami, misalnya kelemahan (2 Kor 13:4), penderitaan (Ibr 5:8) dengan puncaknya di Kalvari (Bdk. Flp 3:10; Kol 1:24). Yesus juga membutuhkan makan dan minum (Mat 4:2; 21:18; Mrk 11:12; Yoh 19:28). Ia sangat letih dalam perjalanan-Nya (Yoh 4:6) dan bahkan tertidur di perahu (Mat 8:24).

Tubuh dan jiwa-Nya bisa merasakan sakit bahkan Dia bergumul dengan kematian (Mat 26:36-46). Tangan dan kaki-Nya dipaku (Bdk. Luk 24:39) dan lambungnya ditombak. Ia bangun pagi (Mrk 1:35) dan pergi tidur larut malam (Luk 6:12). Kemungkinan besar, Yesus seringkali berdoa di udara terbuka pada waktu malam.

Ada perbedaan kita dan Yesus, yaitu Yesus bebas dari dosa (Ibr4:15; 2 Kor 5:21; Gal 2:17; Bdk. Rm 8:3; 1 Yoh 3:5). Pergumulan hebat dan gejolak perasaan tidak membawa Yesus jatuh ke dalam dosa.

Yesus juga mempunyai rasa suka dan tidak suka. Yesus selalu mengasihi murid-murid-Nya (Yoh 13:1); Yesus menangisi Lazarus sahabat-Nya (Yoh 11:35) dan menangisi Yerusalem (Luk 19:42). Yohanes menyebut dirinya sebagai "murid yang dikasihi Tuhan" (Yoh 20:2).

Bukankah Yesus bisa berdukacita pada kedegilan hati pendosa (Mrk 3:5), merasa takut dan gentar (Mrk 14:33). Yesus juga tanggap atas perasaan orang lain, baik kegembiraan, keprihatinan, harapan, kebencian. Tetapi sekali lagi, rasa suka dan tidak suka itu tidak membawa Dia berbuat dosa.

Konsili Vatikan II menyatakan bahwa Yesus adalah manusia sempurna (GS 38). Santo Agustinus mengatakan bahwa "perasaan-perasaan insani bukan tidak cocok dengan Dia yang sungguh-sungguh dan secara nyata memiliki tubuh insani dan jiwa insani."

Yesus pasti juga mempunyai jiwa insani. Hanya seorang manusia yang mempunyai jiwa insani yang bisa menjadi sedih dan gundah gulana. Yesus berkata: "Hatiku sangat sedih, seperti mau mati rasanya." (Mat 25:38). "Sekarang jiwaku terharu" (Yoh 12:27). Ketaatan kepada Bapa dan kepada Maria dan Yusuf mengandaikan adanya jiwa insani (Yoh 4:35; 5:30; 6:38; Luk 22:42).

Yesus juga memiliki kehendak bebas, "Setelah Ia mengecapnya, Ia tidak mau meminumnya." (Mat 27:34). Kehendak bebas itu menjadi nyata dalam pelayanan-Nya.

Ketika menyembuhkan orang sakit kusta, Yesus berkata: "Aku mau, jadilah engkau tahir." (Mat 8:3). Kehendak Yesus diandaikan sehingga kepada-Nya dialamatkan pahala: "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia ..." (Bdk. Flp 2:8-9). Kebebasan Yesus nampak juga ketika di salib Dia menyerahkan nyawa-Nya kepada Bapa (Luk 23:46).

Putera Allah menjadi sama dengan kita agar Dia dapat solider secara mendalam dengan kita sehingga Dia bisa menjadi Adam kedua, yang mewakili seluruh umat manusia membayar hutang dosa (Rm 5:12-21; 1 Kor 15:45-49).

Dengan demikian, Yesus adalah kekuatan kita, karena kita memiliki pengantara, seorang imam Agung, yang mengerti penderitaan dan perjuangan kita (Ibr 4:14 - 5:10).

(Sumber: Dari Adven sampai Natal, Dr. Petrus Maria Handoko, CM).


Kamis, 06 Oktober 2016

22.30 -

Akulah pokok anggur yang benar



Pokok anggur yang benar hanya ada satu, yaitu Yesus Kristus (Yoh 15:1-8).


Banyak anak-anak Tuhan yang melekat pada pokok anggur yang salah, sehingga kehidupan imannya tidak bertumbuh dan berbuah.



Jika kita melekat dengan benar maka


1. Kita akan mendapat suplai makanan, sehingga segala berkat Allah yang telah ditentukan dalam Kristus menjadi bagian kita

Jika kita tinggal di dalam-Nya dan firman-Nya di dalam kita, maka kita wajib hidup sama seperti Kristus hidup. Pada saat kita meminta, Yesuslah yang dilihat Bapa, bukan kita. 

Jadi, janganlah kita mengasihi dunia sehingga kita dapat menghasilkan buah pertobatan, buah roh dan buah pelayanan (Yoh 15:7; Mrk 11:22-24; 1 Yoh 2:6, 15-17). 

2. Dapat bertumbuh dan berbuah, sehingga kita mampu menjadi saluran berkat bagi orang-orang di sekeliling kita

Ironisnya kalau kita berbicara mengenai pokok anggur yang benar, kita hanya terfokus pada satu akses saja yaitu menerima berkat dari Allah, tanpa menyalurkannya.

Di luar Yesus kita tidak dapat berbuat apa-apa ... sehingga ranting kita menjadi kering dan akan dicampakkan ke dalam api.

Golongan orang yang akan dicampakkan ke dalam api:

1. Melekat pada pokok anggur yang lain, yaitu: dunia dan dosa.

* Gambaran kehidupan orang percaya yang tidak hidup dalam pertobatan

Sebagai anak Tuhan, janganlah kita melakukan sesuatu yang sia-sia. Karena kita telah ditebus bukan dengan barang yang fana, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus. 

Nama Tuhan diberikan pada Yesus (1 Ptr 1:18-19; Luk 1:13; Yoh 17:6). Maka janganlah seperti anjing kembali ke muntahannya (Ams 26:11), dengan melanggar sepuluh perintah Allah.

* Jika kita melekat pada hal-hal yang duniawi, maka kita tetap menjadi kanak-kanak rohani dan tidak pernah merasakan penyertaan Allah. Pelayanan kita hanya menghasilkan berbagai macam kegiatan rohani tanpa ada kebangunan rohani, hidup kita tidak berubah.

Jadi, janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jika orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya (1 Yoh 2:15-17).

2. Melekat pada pokok anggur yang benar tetapi tidak menyatu.

* Gambaran kehidupan orang percaya yang tidak radikal/suam-suam kuku (tidak dingin dan tidak panas - Why 3:16) - melekat pada Yesus tetapi tidak mengerti Yesus dan tidak melakukan firman-Nya dengan segenap hati, jiwa dan akal budinya. 

Maka, pada saat Kitab Wahyu digenapi, mereka tidak tahan menghadapi kehidupan ini sehingga tanpa sadar mereka menjual hak kesulungannya (Why 13:17). 

Jadi, belajarlah untuk menerima apa saja yang telah ditetapkan Tuhan bagi kita, teladanilah Guru Agung kita.

* Orang-orang yang melekat pada pelayan-pelayan Tuhan (pastor-pastor, hamba-hamba Tuhan) dan kegiatan-kegiatan rohani - mereka hanya berada disekitar Yesus, sehingga mereka tidak dapat bertumbuh dan berbuah ... akhirnya kering dan mati. 

3. Melekat pada Yesus juga melekat pada mamon

* Gambaran kehidupan orang percaya yang hatinya mendua, mengabdi kepada Allah dan kepada mamon (Luk 16:13). 

Ketika kita mengalami peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan. misalnya: keluarga/sahabat membuat kita tersinggung dengan ucapannya/gayanya/ekspresinya. Janganlah kita mengeluh/muntaber (mundur tanpa berita) sehingga kehidupan rohani kita menjadi kering dan mati. 

Ingatlah! Peristiwa-peristiwa itu Tuhan izinkan terjadi dalam kehidupan kita, karena Tuhan ingin melihat kemurnian hati kita dalam mencintai-Nya

Meskipun kita adalah debu, Dia begitu peduli dengan kita, karena kita telah dicangkokkan pada pokok anggur yang benar. 

Jadi, mohonlah rahmat kekuatan pada-Nya sehingga kita mampu menghargai anugerah keselamatan dan dapat melakukan segala sesuatunya untuk kemuliaan Tuhan (1 Kor 10:31). 

(Sumber: Warta KPI TL No. 72/IV/2010 » Renungan KPI TL tgl 25 Maret 2010, Dra Yovita Baskoro, MM).

Rabu, 07 September 2016

15.11 -

Yesus sang penyelamat dalam kehidupan kita

Kehadiran Tuhan Yesus merupakan suatu bukti bahwa Dia amat mencintai kita. Kasih-Nya yang begitu agung diberikan kepada kita melalui penyerahan diri-Nya di atas kayu salib untuk menebus segala dosa kita, untuk menyelamatkan kita dari kuasa maut dan membawa kita kepada suatu kehidupan baru yang penuh damai sukacita. Yesus datang ke dunia sebagai seorang penyelamat bagi seluruh dunia.


Manusia sejak dahulu telah merindukan datangnya Sang Penyelamat. Buktinya orang-orang Yahudi menanti-nantikan kedatangan seorang Mesias, yang akan menyelamatkan mereka.

Namun bukan hanya seperti yang diharapkan oleh orang Yahudi yaitu sekedar menyelamatkan dan membebaskan secara manusiawi dari penjajahan bangsa lain, tetapi lebih dari itu semua, Yesus datang untuk membawakan suatu kehidupan baru yang mengarah kepada kehidupan kekal, yaitu kehidupan persatuan dengan Allah sendiri (menyelamatkan kita dari belenggu dosa, dari ikatan-ikatan kuasa kegelapan dan kuasa maut). 



Dalam Perjanjian Lama, penyelamat (= soter) tertuju pada tokoh-tokoh tertentu. Misalnya: Otniel dan Ehud (Hak 3:9,15); pada zaman nabi Nehemia umat mengenang dan mengingat bahwa Allah telah berjanji kepada umat-Nya untuk mengirim seorang penyelamat akan membebaskan mereka dari kejahatan (Neh 9:27).

Penyelamatan (soteria – bhs Yunani) dimaksudkan sebagai refleksi iman atas penyelamatan yang dikerjakan Allah Pencipta yang sejak semula telah mewahyukan diri sebagai Penyelamat karena kemurahan hati-Nya.

Ini berarti dalam sejarah umat manusia, karya keselamatan ini dilaksanakan oleh Allah Tritunggal dengan penjelmaan Sabda-Nya yang kekal dengan perutusan Roh Kudus-Nya.

Dalam tradisi kristiani, refleksi atas karya keselamatan bersikap rangkap dua, yakni: 

1. Hidup, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus sejauh mendatangkan keselamatan bagi umat manusia. 

2. Keselamatan yang diterima manusia melalui imannya, melalui Roh Kudus. 

Makna keselamatan – keadaan manusia yang baik dan bahagia karena bersatu dengan Allah, setelah dibebaskan dari segala ancaman dan bahaya bahkan dosa, sehingga mampu mengarahkan perhatiannya kepada rahmat Allah yang membenarkan dan menguduskan manusia.

Dalam Perjanjian Lama

Katakeselamatandihubungkan dengan

* Ketentraman, kesejahteraan, damai dan kemakmuran, pembebasan dari situasi yang menyedihkan. Misalnya: ketika Hana mendapatkan anak maka ia bebas dari kemandulan dan ia berbahagia karena keselamatan itu (1 Sam 2:1).

* Pertolongan dalam situasi bahaya dan penuh ancaman, pembebasan dan sekaligus kemenangan. Misalnya: ketika Eleazar memukul mundur bangsa Filistin (1 Taw 11:14); ketika orang Israel dikejar oleh tentara Firaun, Laut Merah terbelah sehingga mereka dapat melewatinya (Kel 14:13; 15:2).

* Pengalaman dosa, pelepasan dari kuasa dosa yang membelenggu manusia (kebebasan dari ancaman kesengsaraan abadi).

Dalam Perjanjian Baru

Yesus disebut dan diakui sebagai Sang Penyelamat karena Ia membebaskan umat dari dosa (Mat 1:21) dan mendekatkan kembali manusia dengan Allah (Ibr 7:25).

Tindakan penyelamatan berhubungan dengan

Penyembuhan dari sakit dan penderitaan. Misalnya: kisah seorang perempuan yang sakit pendarahan selama 12 tahun (Luk 8:43-48); seorang buta di Yerikho (Mrk 10:46-52); hamba seorang perwira Kapernaun (Mat 8:5-13); seorang kerasukan setan/roh jahat di Gerasa (Mrk 5:1-20).

Terhadap orang yang sudah meninggal (diselamatkan dari kematian). Misalnya: membangkitkan Lazarus (Yoh 11:1-44) dan seorang gadis (Mat 9:18-19, 23-26).

Pendosa: menerima karunia keselamatan, pengampunan dan pembebasan dari belenggu serta ikatan dosa. Misalnya: Maria Magdalena (Luk 8:2).

Pada saat Yesus menyelamatkan Petrus yang hampir jatuh tenggelam ketika ia berjalan di atas air (Mat 14:22-33).

Ajaran Paulus

Peristiwa yang dialami dalam perjalanan ke Damsyik mempunyai arti yang mendalam bagi Paulus. Melalui perjumpaan ini, dia memulai hidup yang baru.

Kedatangan Yesus mengajarkan Paulus beberapa hal yang penting mengenai makna keselamatan - bertitik tolak dari manusia jatuh ke dalam dosa.

* Budak dosa

Dosa merupakan bagian dari diri kita. Dengan kata lain, kodrat manusia mempunyai kecenderungan berbuat salah dan jatuh ke dalam dosa dan manusia telah diperbudak oleh dosa. Sehingga manusia kehilangan kemuliaan Allah (Rm 3:23).

Jadi meskipun mengenal Allah, tidak memuliakan Dia sebagai Allah (Rm 1:21). Karena kita telah lupa bahwa sekarang kita bukan lagi hamba dosa, tetapi kita telah menjadi hamba kebenaran/dimerdekakan dari dosa (Rm 6:17-18). 

- Di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melihat hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku (Rm 7:23).

... dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa (Rm 7:25).

Aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa (Rm 7:14). 

* Daging

Daging jasmani itu lemah dan dapat membawa kepada kelemahan moral (percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya - daging dikuasai dosa (Gal 5:19-21; Rm 8:3).

* Hukum

Hukum Taurat adalah jalan” atau “saranamenuju keselamatan kekal dari Allah dalam Yesus Kristus dan bukan menjadi tujuannya (Rm 3:20; Gal 2:16; 3:21-22).

Apabila hukum Taurat ditafsirkan secara keliru, ia berubah menjadi musuh manusia karena kaitannya dengan dosa (Rm 7:8-11).

* Kematian

Orang-orang kafir memandang kematian sebagai akhir dari segalanya, sedangkan orang beriman memandang kematian dan maut telah dikalahkan oleh kuasa kebangkitan Tuhan Yesus Kristus (1 Kor 15:26).

Ingatlah bahwa persekutuan dengan Adam mendatangkan kematian dunia, sedangkan semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus (1 Kor 15:22).

* Murka Allah

Apabila seseorang berdosa, kelak ia akan mendapat ganjaran. Kita tidak boleh memandang murka Allah (Rm 1:18; 2:5-9; 1 Tes 1:10; Ef 5:6; Kol 3:6; Ef 2:3) sebagai balas dendam.

Akan tetapi murka itu adalah kasih-Nya yang berkobar menjadi kemarahan hebat terhadap segala kejahatan dalam diri orang yang dikasihi-Nya – merupakan permusuhan dari sifat kudus Allah terhadap segala bentuk dosa, Allah secara aktif menentang sepenuhnya setiap bentuk kejahatan.

* Penghakiman

Meskipun keselamatan semata-mata kasih karunia Allah. Penghakiman dan ganjaran kita bergantung pada apa yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari (2 Tim 4:1; Rm 2:3, 16; 1 Kor 4:5 - Setiap orang akan dihakimi baik hidup maupun yang mati). 

* Dunia jahat sekarang ini

Kita harus berhati-hati terhadap filsafat dunia serta tipuan kosongnya (Kol 2:8; Ef 5:6; 1 Kor 3:19). Generasi sekarang ini semakin terpesona dengan berbagai prestasi spektakuler dalam bidang IPTEK, tetapi justru semakin frustasi karena gagal mencapai tujuan utama yakni perdamaian, keadilan, dan pengentasan kemiskinan.

* Salib 

Penyaliban Yesus sangat penting (Gal 3:13). Kematian dan kebangkitan Kristus merupakan satu kesatuan dan membentuk satu tindakan pendamaian ilahi yang kuat.

Kematian merupakan sarana yang dipakai Allah untuk mengalahkan kejahatan. Kebangkitan Kristus mengubah segala-galanya dan mengawali zaman yang baru.

* Pembebasan 

Kematian Kristus telah membebaskan kita dari perbudakan hukum Taurat (Rm 7:4, 6; 10:4; Gal 4:5); menghasilkan pembebasan dari semua kuasa yang memperbudak manusia (Kol 2:15). Kini, musuh itu sudah dikalahkan oleh karya penyelamatan Allah yang luar biasa dalam diri Kristus.

* Pembenaran

Kita telah dibenarkan oleh oleh Allah (Rm 8:33-34; 1 Kor 6:11); oleh kasih karunia-Nya (Rm 3:24; Tit 3:7); oleh darah-Nya (Rm 5:9).

* Pendamaian

Pendamaian bukan berarti perubahan diri kita sehingga tidak bermusuhan lagi, melainkan mengacu kepada suatu keadaan baru dalam berbagai hubungan yang dihasilkan “oleh kematian anak-Nya” (Rm 5:10; 2 Kor 5:19; Ef 2:16; Kol 1:20, 22).

* Kasih

Di dalam kasih itulah Allah mendatangkan keselamatan bagi orang-orang yang sangat membutuhkan kasih (Rm 9:25).

Nama Yesus adalah nama yang mengandung suatu kekuatan besar yang sanggup menyelamatkan. Dengan berseru kepada nama-Nya yang kudus maka kita akan menerima suatu rahmat besar, suatu pembebasan dan keselamatan.

Keselamatan yang diberikan oleh Yesus ini tidak dapat dipisahkan dari kasih karunia Allah yang diberikan-Nya kepada kita.

Allah mau menyelamatkan kita bukan karena kita layak dan berhak diselamatkan, namun semata-mata Allah mengasihi kita. Jika Dia tidak mengasihi kita, tidak mungkin Dia mau menyelamatkan kita dengan memberikan Yesus Putera-Nya (Yoh 3:16).

Jikalau bukan karena kasih-Nya yang besar, Yesus tidak mungkin mau dengan rela menjadi seorang manusia hina dan kemudian harus menanggung penderitaan dan penghinaan yang amat besar sampai wafat disalib untuk keselamatan kita.

Akibat dosa, hubungan manusia dengan Allah terputus. Yesuslah yang menjadi jembatan/pengantara kita dengan Allah (Rm 5:10).

Karena perjuangan Yesus, kita boleh menikmati perdamaian dengan Allah. Dengan keselamatan yang diberikan oleh Yesus maka kita diampuni dari segala dosa dan kelemahan. Kita diberi suatu rahmat kekuatan baru untuk berjuang bagi masa yang akan datang.

Keselamatan yang kita peroleh saat ini adalah suatu bekal untuk hidup yang akan datang, hidup dalam kemuliaan bersama Bapa dan Putera.

Jadi kita harus memelihara rahmat yang kita peroleh ini. Semoga semakin hari kita pun semakin menyadari peranan Yesus dalam kehidupan kita dan karya keselamatan yang Ia kerjakan tidak menjadi sia-sia.

(Sumber: Warta KPI TL No. 62/VI/2009 » Yesus Sang Penyelamat dalam kehidupan kita, HDR Januari-Februari 2006 Tahun X; Ajaran Paulus tentang penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus, HDR November-Desember 2006 Tahun X).