Pages

Senin, 27 Juli 2020

Berpikir positif dan kritis



Suatu hari tetangga saya bercerita bahwa dia ditelpon oleh anaknya, katanya: “Ma, aku positif.” Mendengar kabar itu ibunya langsung panik, katanya: “Bagaimana kondisimu? Kalau bisa isolasi di rumah saja.” Mendengar kepanikan ibunya, si anak menangis sambil tertawa dan berkata: “Maksudku, aku hamil. Bukankah aku sudah 4 tahun pernikahan belum dikaruniai anak?” 

Sejak adanya Covid-19, katapositif” yang biasanya kita anggap baik menjadi kata yang sangat menakutkan. Hal ini terjadi karena kita sering mendengar kabar buruk tentang Covid-19 melalui media WA, Televisi atau Radio. Info ini masuk ke dalam “alam bawah sadar” dan mempengaruhi pikiran dan perasaan kita sehingga ada perasaan trauma dalam jiwa kita ketika kita mendengar kata tersebut. 

Manusia memiliki pikiran yang dahsyat, yang dapat mempengaruhi tubuhnya dan semua tindakan yang dilakukan. Menurut penelitian, setiap manusia mempunyai apa yang dinamakan dengan pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Dari pikiran, timbul keinginan manusiawi kita. 

Pernah dilakukan suatu penelitian berulang-ulang tentang pengaruh kata-kata terhadap manusia, dan hasilnya selalu sama. Peneliti hanya ingin mengamati reaksi peserta, tidak dibahas hasil testnya. 

Di dalam kelas dibagi menjadi 2 grup. Kedua grup itu diminta untuk mengerjakan soal-soal multiple choice (pilihan ganda). Grup 1, soal-soalnya dipenuhi dengan kata-kata tentang “growing old” (menjadi tua). Grup 2, soal-soalnya dipenuhi dengan kata-kata tentang being young (menjadi muda). 

Setelah peserta test menyelesaikan soal-soalnya, grup 1 berjalan pelan-pelan menuju lift untuk pulang. Sedangkan grup 2 berjalan lebih cepat, penuh semangat menuju lift untuk pulang. 

Pikiran bawah sadar kita dipengaruhi oleh kata-kata yang masuk. Oleh karena itu kita harus lebih selektif terhadap setiap kata yang kita dengar. Kata-kata itu masuk ke dalam alam bawah sadar melalui 3 sumber: 

1. Media (KBBI: alat, sarana

Apa yang kita baca atau apa yang kita tonton (buku, WA, Line, website, twitter, youtube, dll.) akan masuk ke dalam alam bawah sadar. Oleh karena itu kita harus mem-filter apa yang kita baca atau tonton. Jadi, carilah hal-hal yang menginspirasi dan memberi kebaikan pada jiwa kita. 

Iman timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh firman kristus (Rm 10:17). Kalau kita setiap hari mengawali hidup kita dengan membaca Alkitab atau mendengarkan firman Tuhan dari Alkitab Karaoke maka firman tersebut akan membimbing kita setiap saat sehingga kita tidak akan tersesat dalam menjalani kehidupan ini. Dengarkan atau nyanyikan lagu-lagu rohani juga, bukankah “bernyanyi dengan baik sama dengan berdoa dua kali”? 

2. Meeting (Bahasa Inggris: pertemuan

Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik (1 Kor 15:33). Nasehat ini menandakan betapa besarnya pengaruh pergaulan, baik secara positif maupun negatif. Jadi, kita harus selektif dalam memilih dengan siapa kita berteman atau bergaul (Ams 22:24-25 » Jangan berteman dengan orang yang lekas gusar, jangan bergaul dengan seorang pemarah, supaya engkau jangan menjadi biasa dengan tingkah lakunya dan memasang jerat bagi dirimu sendiri). Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka (2 Kor 6:17). 

Jadi, janganlah memilih teman yang perkataan dan perbuatannya tidak rohani dan cenderung membawa kita semakin jauh dari Tuhan. Karena semakin kita bergaul dengan mereka, semakin kita membuka diri terhadap godaan Iblis. Kita akan semakin akrab dengan dosa dan bisa dipastikan dalam waktu singkat kita akan terjerumus ke dalamnya. Oleh karena itu pilihlah teman yang bijaksana (Ams 13:20 » Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang). 

3. Mind (Bahasa Inggris: pikiran

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang diberi karunia dan kemampuan untuk berpikir. Pikiran merupakan titik tumpu antara suatu kehidupan rohani yang positif dengan suatu kehidupan duniawi yang negatif. Kedua pilihan ini senantiasa ada dihadapan kita dan kita harus menentukan pilihan. 

Jadi, pikiran adalah arena menuju sukses, sekaligus ladang yang akan menghasilkan kegagalan dan kekalahan. Di sinilah peperangan berlangsung. Kekuatan pikiran bawah sadar manusia lebih besar dari kekuatan pikiran sadarnya. Sayang, banyak manusia yang gagal menguasai pikirannya. 

Jika kita mengisi pikiran kita dengan hal-hal yang kedagingan, kita pasti akan jatuh ke dalam dosa. Setan mengerti hal ini, itulah sebabnya ia bekerja keras untuk mengisi pikiran kita dengan pikiran-pikiran negatif dan ia memasukkan beberapa pikiran yang janggal dalam benak kita. 

Sebagai pengikut Kristus, kita diberikan pikiran Kristus. Artinya, kita dapat memikirkan hal-hal spiritual karena Kristus hidup di dalam kita. Kita tidak lagi berpikir seperti cara kita dulu. Kita mulai berpikir seperti Dia. Ketika kita menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus (2 Kor 10:5), maka semuanya tidak lagi berpusat pada ‘aku’, tapi pada Tuhan sehingga kita dapat mengenal dengan jelas kehendak Allah dan menemukan jalan-Nya. Oleh karena itu janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Rm 12:2). Jadi, pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi (Kol 3:2). 

Ketika kita memiliki pikiran-Nya, kita bisa mengucap syukur dalam segala hal (1 Tes 5:18) dan bisa juga berpikir positif (Flp 4:8 » semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu). Bahkan kita akan tahu bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah (Rm 8:28). 

Ada seorang ibu selalu optimis, selalu penuh syukur karena dia tahu bahwa dibalik sebuah masalah ada berkat yang menantinya. Jadi, dia tidak pernah mengeluh ketika pencobaan datang, dia memutuskan untuk selalu berpikir positif

Suatu hari dia masuk kantor dan berkata: “Puji tuhan, saya terjebak kemacetan 3 jam.” Semua orang di ruangan itu memandangnya dengan heran. Ibu itu melanjutkan perkataannya: “Karena selama 3 jam itu saya punya kesempatan untuk mendoakan begitu banyak orang.” Ketika kami mendengar perkataannya, kami merasa heran. Ada yang berkata: “Ibu itu memang bukan level kebanyakan orang pada umumnya, seperti orang dari planet lain.” 

Di lain waktu dia masuk kantor dan berkata: “Mobil kami mogok lagi pagi ini. Jadi, suami saya membutuhkan waktu 1 jam untuk membongkar mesin. Puji Tuhan, mogoknya di rumah. Andaikata kami sudah berangkat dan mogok di tengah jalan, kami bisa mengalami kecelakaan. Mungkin Tuhan membuat kami terlambat supaya kami selamat.” 

Sejak adanya Covid-19, ketika kita mendengar katacarrier” (Bahasa Inggris: pembawa, penyebar), kita sudah was-was, takut ketularan. Sebagai seorang beriman, kita juga carrier. Maksudnya, menjadi pembawa kabar sukacita. Bukankah identitas kita adalah garam dan terang dunia (Mat 5:13-16). Jadi, kehidupan orang percaya adalah kehidupan yang mempengaruhi dunia

Ketika orang percaya dianalogikan dengan garam maka hal yang akan ditekankan adalah fungsi pengaruh terhadap lingkungan di mana ia berada. Garam harus mempengaruhi, bukan terpengaruhi. Garam yang terpengaruhi (tercemar) menjadi tawar. 

Garam tidak kelihatan saat dia berfungsi dengan baik. Makanan akan terasa enak karena diberi garam, garam memberi rasa tetapi garamnya tidak kelihatan lagi. Demikian pula dengan kehidupan setiap anak Tuhan, perkataan atau perbuatannya dapat berfungsi dengan baik ketika memenuhi kualifikasi tertentu (Kol 3:17; 1 Kor 10:31 » dilakukan untuk kemuliaan Allah). 

Orang percaya juga dianalogikan dengan terang. Berbeda dengan garam, terang harus kelihatan. Terang yang sesungguhnya adalah Tuhan Yesus (Yoh 1:9; 8:12 » Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup). 

Dahulu kita adalah kegelapan, tetapi sekarang kita adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran (Ef 5:8-9). 

Sebenarnya orang percaya tidak memiliki terang dan bukan terang itu, tetapi memancarkan terang Tuhan melalui hidupnya. Seperti bulan tidak memiliki terang sendiri; yang memiliki terang adalah matahari. Tetapi bulan memantulkan terang matahari sehingga bercahaya di tengah kegelapan malam. Hanya melalui satu perbuatan baik yang dilakukan oleh seorang anak Tuhan, orang yang melihatnya akan mengakui Tuhan baik atau memuji-Nya. Jadi, kita harus menjadi “surat Kristus” , yang dapat dibaca oleh semua orang (2 Kor 3:2-3). Oleh karena itu “terang” bukan untuk dirinya saja tetapi harus berfungsi untuk orang-orang di sekitarnya. 

Pada suatu hari ada seorang pemuda yang dengan tulus hatinya datang ke gereja untuk mengikuti ibadah. Ketika itu dia dengan baik mengikuti acara mulai dari bernyanyi, berdoa dan mendengarkan Firman

Ketika jam kotbah dimulai, ada satu hal yang dia lupa lakukan ketika masuk ke dalam gereja, yaitu mematikan suara smartphone miliknya. Maka pada saat smartphone miliknya berbunyi dengan kerasnya, wajah Pendeta langsung terlihat berbeda dan dengan cara halus dia menyindir. Maka seketika itu mata semua orang tertuju padanya dan dia merasa sangat malu. 

Dalam perjalanan pulang, seluruh mata jemaat masih tertuju padanya seakan menghakimi dia atas kesalahan yang tak sengaja dibuatnya. Dan dia merasa sangat tertekan dan merenung sepanjang seharian

Pada saat malam tiba, untuk menghilangkan penat yang ada dalam hatinya, dia pergi berjalan-jalan keliling kota dan melihat sebuah bar. Didalam ruangan itu dia mulai menikmati suasana keriangan yang terjadi, tetapi pikirannya belum juga terlepas dari peristiwa tadi, yang menghantuinya. 

Ketika dia hendak minum, tanpa sengaja dia menjatuhkan gelas minuman tersebut dan menumpahkan isi dari gelasnya. Tiba-tiba datang seorang pelayan mengambil gelas tersebut dan langsung membersihkan isi gelas yang sudah tumpah tadi sambil tersenyum kepada pemuda itu, tidak lama kemudian manager bar yang melihat kejadian itu datang kepadanya dan memeluknya, dan berkata “tidak ada yang perlu dikuatirkan, setiap orang pasti pernah berbuat salah.” Semenjak kejadian itu, dia tidak pernah lagi ke gereja. Dia sudah lebih menikmati kehidupan di bar tersebut. 

Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi (Yak 3:9-10). 

Jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa (1 Yoh 1:7). 

Jadi, jangan pernah kita mengucilkan atau menghakimi seseorang di gereja, oleh karena kita tahu bahwa dia berbuat salah. Sebaliknya kita harus semakin melayani dan berusaha membuat dia nyaman dalam gereja sehingga tujuan kita untuk memuji Tuhan dalam gereja dapat terlaksana dengan baik. 

(Sumber: Renungan KPI TL-ONLINE Tgl 18 Juni 2020, Ibu Laksmi).