Manusia bisa memberi kontribusi positif kepada perkembangan dunia, tetapi dia juga dapat menjadi sumber penyakit, penyebab penderitaan dan kemunduran.
Bumi ini sedang menjerit karena segala kerusakan yang telah kita timpakan padanya, karena penggunaan dan penyalahgunaan kita yang tidak bertanggung jawab atas kekayaan yang telah diletakkan Allah di dalamnya. Kita berpikir bahwa kita adalah tuan dan penguasanya.
Pada tahun 1971, Paus Paulus VI menilai masalah ekologis sebagai “akibat tragis” aktivitas yang tak terkendali. Kemudian, Paus Paulus II memperingatkan bahwa manusia sering “tidak melihat makna lain dalam lingkungan alam daripada apa yang berguna untuk segera dipakai dan dikonsumsi”. Padahal, seharusnya manusia melihat makna bumi sesuai dengan maksud Allah saat Ia menciptakannya. Akhirnya, Paus Benediktus XVI mengingatkan bahwa dunia tidak dapat dianalisis dengan mengisolasi hanya satu aspeknya, karena alam ini “satu dan tak terpisahkan”, mencakup lingkungan, kehidupan, seksualitas, keluarga dan hubungan sosial.
Pernyataan Paus di atas menggemakan refleksi banyak ilmuwan, filsuf, teolog, dan kelompok-kelompok masyarakat. Di luar Gereja Katolik, Gereja-gereja dan komunitas-komunitas lain juga telah menyuarakan keprihatinan mereka atas rusaknya lingkungan hidup.
Misalnya: menurut Patriak Bartolomeus, kejahatan terhadap alam adalah dosa terhadap Allah, perlu pertobatan ekologis. Oleh karena itu perlu perubahan sikap manusia.
Santo Fransiskus dari Asisi adalah contoh unggul dalam melindungi pihak-pihak yang rentan, dalam suatu “ekologi integral”, yang dihayati dengan gembira. Dia telah menunjukkan kepedulian besar terhadap ciptaan Allah dan kaum miskin. Tanggapannya terhadap dunia di sekelilingnya jauh melebihi apresiasi intelektual atau perhitungan ekonomi, karena baginya setiap makhluk adalah seorang saudari yang bersatu dengannya oleh ikatan kasih sayang.
Santo Fransiskus dari Asisi mengajak kita untuk memandang alam sebagai sebuah “kitab yang sangat indah”. Di dalamnya Allah berbicara kepada kita dan memberi kita sekilas pandang tentang kebaikan-Nya yang tanpa batas. Bumi ini merupakan “rumah kita bersama”, “saudari kita”, “ibu kita”.
(Sumber: Intisari ajaran Paus Fransiskus: Laudato Si dan Amoris Laetitia, Al. Purwa Hadiwardoyo, MSF).
[Baca juga: Santo Fransiskus Asisi]
[Baca juga: Santo Fransiskus Asisi]