Pages

Senin, 23 Maret 2020

Mimpi yang menjadi kenyataan



Di awal Januari 2019, ibu Yovita mengajak setiap anggota KPI TL untuk bermimpi berdasarkan iman. Misalnya: kita bisa pergi ke suatu tempat dengan biaya seratus ribu rupiah. Sekarang kita belajar bermimpi untuk bisa pergi ke suatu tempat dengan biaya satu juta rupiah. 

Di bulan Februari 2019, ketika naik motor, saya mengalami kecelakaan tunggal dan kaki saya terluka. Karena saya menderita diabetes, lukanya tidak sembuh-sembuh. Meskipun mengalami hal ini, saya mempunyai kerinduan yang sangat besar untuk bertamasya ke Jepang bersama keluarga. 

Akhirnya di bulan Maret 2019, kami sekeluarga dengan antusias memutuskan membuat paspor, jadi atau tidak jadi berangkatnya. 

Ketika saya mendengar renungan ibu Yovita tentang “Penyertaan Tuhan dalam perencanaan” (8 Agustus 2019) dan menghimbau kami untuk membuat dua lembaran doa yang terdiri dari rencana secara dunia dan rencana secara rohani, maka semangat saya bangkit lagi untuk berangkat ke Jepang bersama keluarga. Oleh karena itu kami sekeluarga berdoa bersama setiap malam. 

Rencana kami sekeluarga hendak bertamasya ke Jepang diutarakan oleh istri saya ke ibu Mariko Hase, beliau pernah konser bersama kami di Jepang. Mendengar kabar kami, beliau mengusulkan agar kami membuat rencana konser di gereja Hamamatsu. 

Di gereja tersebut ada alat musik band, namun kami kekurangan pemain bass-nya. Iseng-iseng saya bercerita pada seorang teman saya dan mengajaknya bergabung bersama kami. Teman saya berkata bahwa tidak mungkin sebagai seorang pegawai negeri aktif ambil cuti selama 12 hari. Setelah beberapa saat kemudian ternyata teman saya itu berminat mendukung pelayanan keluarga saya meskipun dia harus mengeluarkan ongkos sendiri. Saya sangat senang pemain band kami jadi lengkap. Namun, saya masih kepikiran dengan dua cucu saya. Siapa yang akan mengawasi mereka saat kami konser? Puji Tuhan, ternyata teman saya membawa istri dan anaknya sehingga mereka bisa mengawasi kedua cucu saya saat kami konser. 

Saya juga punya kerinduan agar lagu Indonesia “Berkat kemurahan-Mu” menjadi lagu pop di Jepang. Maka saya utarakan kerinduan tersebut pada istri saya. Dengan penuh semangat, dia menterjemahkan 15 lagu bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jepang. Kumpulan lagu itu saya kumpulkan jadi satu dengan nama “Berkat dari negeri Selatan”. 

Ada kerjasama antara kota Surabaya dengan kota “Kitakyushu”. Istri saya bekerja sebagai penterjemahnya ibu Risma, walikota Surabaya. Oleh karena istri saya banyak kenal dengan orang Jepang, maka salah satu kenalannya mengusulkan agar konser juga diadakan di Kitakyushu. 

Akhirnya, tanggal 31 Oktober 2019 kami sekeluarga bersama keluarga teman saya (total 12 orang) berangkat ke Jepang untuk konser di dua tempat (2x di gereja Hamamatsu dan 1x di gereja Kokura Kitakyushu). 

Sesudah konser di gereja Hamamatsu dan gereja Kokura Kitakyushu, kami juga diundang konser di beberapa tempat lainnya (1x di Panti Jompo Hamamatsu, 1x di rumah orang tua angkat Bapak Noguchi di Kitaurawa-Saitamaken, 1x konser di museum Mojiko Retro-Kitakyushu, 1x di rumah keluarga Hamamoto, 1x di TK Mojiko-Kitakyushu, 1x di Rumah Makan Jepang). 

Yang menghadiri konser kami tidak semuanya umat Kristen, ada juga orang Indonesia yang muslim. Oleh karena itu kami juga membawakan lagu sekuler dengan tema Indonesia, seperti lagu Doa Anak Negeri, lagu Surabaya, Sik Sik Sibatumanikam (lagu Batak). Mereka tersentuh dengan puji-pujian yang kami bawakan, mereka merasakan jamahan Tuhan, meskipun sebagian puji-pujian itu tidak mereka kenal. 

Jadi, rencana awal kami hanya melayani 3x ternyata kami melayani 9x. Inilah yang menjadi kebanggaan saya, kami ke Jepang bukan hanya sekedar bertamasya bersama keluarga tetapi bersama keluarga “dapat melayani Tuhan”. 

Mengingat keterbatasan keuangan kami, kami berpikir bahwa keuangan kami hanya cukup untuk membeli makanan selama lima hari saja di Jepang, hari-hari berikutnya kami tidak tahu mau makan apa. Namun, apa yang tidak pernah kami pikirkan, Tuhan sediakan semuanya. Selama empat belas hari berada di sana, kami dapat menikmati hidangan yang lezat dan dapat bertamasya ke Ueno-Tokyo, Asakusa-Tokyo, Shibuya-Tokyo lalu Kota Kyoto, Kota Nara, Kota Hamamatsu, Kota Kitakyushu. 

Ada juga suatu keajaiban yang Tuhan berikan pada saya. Di bandara, anak saya selalu mengusahakan meminjam kursi roda untuk saya, namun saya tidak membutuhkan kursi roda tersebut karena saya dapat berjalan sendiri meskipun luka di kaki saya belum sepenuhnya kering. Dua minggu sesampainya di Indonesia, luka kaki saya sembuh total. 

Sungguh indah berjalan bersama Tuhan, di saat kita merindukan sesuatu yang sesuai dengan kehendak-Nya, Dia akan sediakan semuanya bagi kita. 

Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia (1 Kor 2:9).


(Sumber: Warta KPI TL No. 179/III/2020).