Pages

Senin, 23 Maret 2020

Kasih yang sempurna



Kasih level dunia: kasih melihat situasi dan kondisi, menguntungkan “oke”, merugikan “no”. Kasih jenis ini selalu mengecewakan, membuat jiwa terluka (Mat 5:46-47 » memberi salam kepada saudara-saudaranya saja; mengasihi orang yang mengasihinya). 

Kasih level Allah: kasih tanpa melihat situasi dan kondisi. Kasih jenis ini selalu memberi bagai air mengalir dan tiada pernah berhenti (Mat 5:45 » Bapa yang di sorga menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar; Rm 5:8 » Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa). 

Kasih Allah yang sempurna ini menjadi inspirasi terciptanya laguSentuh hatiku” ciptaan Jason Chang. Lagu ini merupakan refleksi hidup yang diilhami oleh kisah seorang gadis, sahabat sekolahnya (X: berusia 13 tahun, SMP kelas 1). 

Ketika sedang makan siang, tiba-tiba X datang. Sambil menahan air mata, X menceritakan keadaan dirinya yang sedang hamil, yang menghamilinya adalah ayahnya sendiri. Dia meminta saya menemaninya ketika dia berbicara dengan ibunya. 

Sesampai di rumah X menumpahkan seluruh isi hatinya kepada ibunya. Ibunya berkata sambil menangis: "Jangan gugurkan kandungan ini, anak ini tidak bersalah apa-apa. Kita akan lewati bersama-sama, kita akan besarkan anak ini bersama-sama." Untuk menutupi aib keluarga, X berhenti sekolah. 

Seringkali saya menengoknya, saya melihat X kadang-kadang menangis dan tertawa sendiri. Dia mengalami depresi berat karena hidup sendirian di sebuah kamar yang gelap, dipisahkan dari lingkungan luar. 

Kadangkala X mengambil garpu atau pisau dan menusuki kepala dan perutnya. Dengan kejadian itu, ibunya terpaksa memindahkan anak perempuan satu-satunya itu ke sebuah perkebunan ayahnya. X dipasung dalam sebuah pondok kecil, dia hidup dengan seorang pembantu. 

Suatu hari rantai besi yang membelenggu tangan dan kaki X terlepas, karena rantai itu sudah tiga belas tahun dipakai, sudah tua dan usang. Setelah belenggu itu terlepas, X menyadari apa yang terjadi, lalu dia berlari mencari pisau dan mengangkat pisau itu ke atas sambil berteriak: "Tuhan, tidak ada yang peduli dengan hidupku, masa depanku sudah hancur. Aku mau mati saja. Tuhan, tolonglah aku ... ampunilah aku." 

Tiba-tiba tangan kanan X yang memegang pisau itu seolah-olah ada yang menahannya. Terdengarlah langkah-langkah kaki mendekatinya, lalu memeluknya dengan kasih

Ketika X dipeluk, dia meronta-ronta sambil berteriak: "Tuhan, Engkau kejam, selama ini Engkau berada di mana? Apakah Engkau tidak pernah sayang kepadaku. Kalau Engkau sayang kepadaku, mengapa hal ini Kau ijinkan terjadi dalam hidupku?" 

Ketika emosi dan tangisnya mulai me-reda, X baru menyadari bahwa Tuhan begitu peduli kepadanya, dia melihat Tuhan juga ikut menangis sambil berkata: "Aku sangat mengasihimu, Aku mengampunimu." 

Lalu X membersihkan tubuhnya dan pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah dia melihat ayahnya dalam keadaan lumpuh total

Ketika X berkata kepada ayahnya, ayahnya hanya diam saja, menangis dan menatapnya dengan tajam seolah-olah berkata: "Maafkan ayah, perbuatan terkutuk itu ayah lakukan tanpa sadar karena ayah dalam keadaan mabuk setelah pulang dari sebuah acara." 

Ayah X mengalami lumpuh total karena perasaan bersalah yang luar biasa terhadap X. Setelah X dimampukan Tuhan untuk mengampuni, maka terjadilah pemulihan di keluarganya. Tiga bulan kemudian ayahnya meninggal. 

Selain itu, anak yang dikandung X dalam keadaan sehat, meskipun dilahirkan pada usia 8 bulan dan ditolong oleh seorang dukun beranak. Jadi, pertemuan secara pribadi dengan Tuhan, membawa perubahan hidup seseorang. 

Kisah nyata ini saya ceritakan atas persetujuan X. Melalui kisah ini saya mengetahui bahwa Tuhan tidak pernah mengijinkan maut menjemput nyawa ayahnya sampai anaknya pulang mengampuni dan Tuhan memulihkan segala sesuatunya. 

Marilah kita belajar dari 1 Yoh 4:7-21

Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab (1) kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. 

(3) Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita

Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. (2) Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita

Demikianlah kita ketahui, bahwa kita tetap berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita: Ia telah mengaruniakan kita mendapat bagian dalam Roh-Nya. Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia. 

Barangsiapa mengaku, bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah. Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia. 

Dalam hal inilah (4A) kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. (4B) Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih. 

(5) Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya

» (1) Allah sumber kasih yang sempurna 

Ketika ayah saya masuk penjara, dunia terasa kiamat karena dalam pergaulan saya sangat dilecehkan, mereka berkata: “Sorry ya ... kami tidak mau bergaul dengan kamu karena kamu anak penjahat.” Di usia lima belas tahun saya sudah menjadi obyek penderita sehingga saya mengalami luka batin. Akibatnya saya menjadi remaja yang selalu mencari perhatian orang, saya menjadi pengemis kasih, haus perhatian dan kasih sayang

Di usia yang kedua puluh, saya adalah seorang pemuda yang sukses di “bisnis seniman”, saya sudah mempunyai mobil sendiri. Saat itu saya menjadi obyek yang menguntungkan dunia. Suatu ketika saya mengenal kasih Allah yang sempurna. Oleh karena itu saya mulai belajar mengasihi dunia dengan level kasih Allah, meskipun sulit luar biasa. 

(2) Allah dikenal dari kasih 

Ketika saya masih berusia 33 tahun, saya diajak pelayanan ke Surabaya oleh seorang pengajar dari SEP karena saya lulusan terbaik tahun 1993 di Jakarta. Ketika saya bertemu dengan seorang pengusaha yang keren, saya langsung menginjilinya seperti iklan coca cola, di mana dan kapan saja. Ternyata, orang tersebut marah kepada saya. Hal ini saya sharingkan pada pangajar saya. Beliau langsung menasehati saya dan mengatakan bahwa cara saya meng-injili itu salah. 

Katanya: “Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Tetapi orang lain bisa merasakan efek kehadiran Allah ketika kita mengasihi orang tersebut. Kasih Allah dapat kita andaikan seperti listrik. Listrik tidak dapat kita lihat secara kasat mata, namun efeknya dapat kita rasakan. Misalnya: lampu menyala sehingga ruangan menjadi terang, mikrofon menyala sehingga orang lain dapat mendengar suara dengan jelas meskipun jarak pendengar dan pembicara berjauhan.” Sejak saat itu saya tidak menginjili seperti iklan coca-cola. 

Menjelang menikah, pacar saya belajar membuat kue dengan ibu saya. Karena jam tujuh malam saya harus memberikan renungan di suatu tempat, maka jam lima saya mengantarkannya pulang. Ketika melewati lapangan sepak bola di Cengkareng, saya melihat ada seseorang yang terkapar di lapangan tersebut. Dalam batin saya, saya ingin segera kabur. Namun ada seseorang yang menghentikan mobil saya dan memohon saya untuk mengantarkan korban ke rumah sakit. Antara bingung dan takut korban tersebut meninggal ... tiba-tiba di hati saya timbul perasaan belas kasihan dan saya meng-iya-kan untuk mengantarnya ke rumah sakit. Orang tersebut bertanya: “Bapa orang Kristen ya ... orang Kristen selalu mempunyai kasih.” 

3. Kasih Allah yang sempurna berpuncak di Golgota 

Di rumah saya tergantung empat lukisan. Suatu hari saya kedatangan panitia pembangunan gereja, salah satu dari mereka memohon agar saya mau merelakan melelang lukisan yang saya punyai tersebut. Saya menolak ide tersebut, saya katakan bahwa lukisan tersebut akan saya jual untuk membiayai kuliah anak saya. 

Sebelum mereka pulang, ada yang berbisik dengan halus: “Bapak kan pelayanan. Cobalah berdoa, discermentlah! Apakah Tuhan mengijinkan lukisan tersebut untuk membantu membangun gereja atau untuk biaya kuliah anak bapak?” 

Sesudah seminggu saya berdoa, tiba-tiba saya teringat lagu “Sentuh hatiku”. Lalu saya berdoa: “Tuhan sentuh hatiku ubah hatiku yang egois ini menjadi baru. Terjadilah padaku sesuai dengan kehendak-Mu. Aku percaya masa depan anak-anakku ada didalam tangan-Mu. Amin” 

Karena saya pelukisnya, maka pada waktu pelelangan saya harus hadir untuk presentasi lukisan tersebut. Saat lukisan itu terjual lima ratus juta rupiah, air mata saya berlinang-linang. Di sinilah saya baru merasakan kebenaran kata Yesus, “Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima” (Kis 20:35). 

Jadi, kita harus mencintai Tuhan dan sesama sampai terluka seperti yang dikatakan Mother Teresa. Bukankah Tuhan Yesus telah memberi teladan waktu di Golgota? 

(4AB) Kasih Allah yang sempurna mengalahkan ketakutan 

Saya mempunyai seorang istri dan tiga anak putri. Sebagai suami dan seorang ayah yang bertanggung jawab pada keluarga pasti punya perasaan kuatir dan takut ketika panitia pembangunan gereja mengusulkan untuk merelakan melelang lukisan yang ada pada saya. Maklumlah, saya hanyalah pelukis dan pekerja full timer di gereja yang bukan mengikuti teologi “kemakmuran”. 

Pada saat kedua perasaan ini menghinggapi jiwa saya, saya bernyanyi “Kasih yang sempurna telah kuterima dari-Mu ... Tak kan Kau biarkan. Aku melangkah hanya sendirian. Kau selalu ada bagiku. Sebab Kau bapaku, Bapa yang kekal.” 

Sungguh luar biasa perasaan negatif itu menyingkir dari jiwa saya. Dan dengan berjalannya waktu ketiga putri saya lulus menjadi sarjana tanpa mengalami hambatan apapun. Jadi, bernyanyi dengan baik sama dengan berdoa dua kali (St. Agustinus). 

(5) Kasih Allah yang sempurna baru mencapai tujuannya bila kita saling mengasihi 

Di Palestina ada dua laut. Keduanya sangat berbeda yang satu dinamakan laut Galilea yakni sebuah danau yang luas dengan air yang jernih dan bisa diminum. Ikan dan manusia berenang dalam danau tersebut. Danau itu juga dikelilingi oleh ladang dan kebun hijau. Banyak orang mendirikan rumah disekitarnya. 

Laut yang lain dinamakan laut mati, dan sesuai dengan namanya segala sesuatu yang ada di dalamnya mati. Airnya sangat asin sehingga kita bisa sakit bila meminumnya. Tak seorang pun ingin tinggal di sekitar danau ini karena baunya yang tidak sedap. 

Jadi yang menarik, ada satu sungai yang mengalir ke keduanya tapi apa yang membuat keduanya berbeda? Bedanya adalah danau yang satu menerima dan memberi, sedangkan yang satunya menerima dan menyimpan. 

Sungai Yordan mengalir ke danau Galilea dan meneruskannya ke danau lainnya untuk dimanfaatkannya. Sungai Yordan kemudian mengalir ke laut mati, namun tidak pernah ke luar lagi. Laut mati secara egois menyimpan air sungai Yordan bagi dirinya sendiri. 

Sebuah kasih selalu memberi, bagai air mengalir dan tiada pernah berhenti. Semakin kita mengasihi, iman kita semakin bertumbuh. Jika kasih itu tidak mengalir, maka iman kita mati, tidak berguna bagi Tuhan maupun sesama. 

(Sumber: Warta KPI TL No. 179/III/2020 » Renungan KPI TL Tgl 11 Juni 2015 Bapak Leonardi).