Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya
Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)
Penanggalan liturgi
Jumat, 18 Oktober 2019: Pesta St. Lukas, Pengarang Injil - Tahun C/I (Merah)
Bacaan: 2 Tim 4:10-17b; Mzm 145:10-11, 12-13ab, 17-18; Luk 10:1-9
Karena Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku. Ia telah berangkat ke Tesalonika. Kreskes telah pergi ke Galatia dan Titus ke Dalmatia. Hanya (*) Lukas yang tinggal dengan aku. Jemputlah Markus dan bawalah ia ke mari, karena pelayanannya penting bagiku. Tikhikus telah kukirim ke Efesus.
Jika engkau ke mari bawa juga jubah yang kutinggalkan di Troas di rumah Karpus dan juga kitab-kitabku, terutama perkamen itu. Aleksander, tukang tembaga itu, telah banyak berbuat kejahatan terhadap aku. Tuhan akan membalasnya menurut perbuatannya. Hendaklah engkau juga waspada terhadap dia, karena dia sangat menentang ajaran kita.
Pada waktu pembelaanku yang pertama tidak seorang pun yang membantu aku, semuanya meninggalkan aku — kiranya hal itu jangan ditanggungkan atas mereka, tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya.
Renungan
1. Mewartakan Kabar Gembira lewat tulisan
(*) Santo Lukas berasal dari latar belakang kafir dan berprofesi sebagai dokter. Setelah bertobat ia menjadi teman setia Rasul Paulus sebagai dokter pribadi.
Lukas mendayagunakan pengalaman imannya bersama Paulus dan talentanya sebagai seorang terpelajar untuk mewartakan Amanat Yesus lewat tulisan, yaitu Injil Lukas dan Kisah Para Rasul.
Amanat Yesus kepada tujuh puluh murid adalah amanat bagi kita. Ladang pewartaan dewasa ini semakin luas dan panenan semakin melimpah, artinya orang-orang yang merindukan dan membutuhkan Kabar Gembira semakin banyak, termasuk di dalam lingkungan gereja sendiri. Tuhan Yesus membutuhkan banyak orang yang bersedia diutus.
Dewasa ini kita memiliki peluang yang sangat terbuka untuk mewartakan Kabar Gembira lewat tulisan. Mungkin tidak semua kita mampu menulis buku teologi atau buku-buku tebal lainnya, tetapi kita dapat menggunakan media sosial (blog, website dll.) untuk mewujudkan panggilan itu.
Kita ditantang untuk menggunakan media-media tersebut sebagai sarana untuk membagikan pengalaman iman dan menuliskan kata-kata positif yang meneguhkan dan mempersatukan sehingga dapat mendorong orang lain untuk mengenal Tuhan lebih dekat.
Sebagai orang beriman, kita harus berjuang untuk melawan kecenderungan negatif yang menggunakan media sosial hanya untuk mencari kesenangan semata, menyebarkan berita palsu (hoaks), mencari sensasi, mem-bully, dan memanipulasi orang lain demi keuntungan material.